RIAU ONLINE, JAKARTA-Presiden Jokowi dikabarkab akan mencopot menteri yang memiliki prestasi buruk di Kabinet Indonesia Maju walau baru jadi menteri selama 100 hari.
Kabar adanya isu reshuffle jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju, menyeruak setelah Jokowi mengumpulkan para pendukungnya dari kalangan artis, influencer, dan pegiat media sosial di Istana Bogor, Selasa 18 Februari 2020.
"Intinya bakal ada reshuffle kabinet." kata salah satu pendukung Jokowi yang hadir dalam pertemuan tersebut, Dede Budhiyarto.
Tak cukup dengan itu, Dede juga mengunggah soal rencana reshuffle tersebut di akun media sosialnya. Menurutnya, para menteri yang dianggap kurang baik kinerjanya akan menjadi sasaran reshuffle.
PKB, salah satu partai pengusung Jokowi-Ma'ruf pun ikut mengomentari isu tersebut. Menurut Sekretaris Fraksi PKB Fathan Subhi, reshuffle masih terlalu dini untuk dilakukan.
"Saya kira kabinet, biarkanlah bekerja dulu. Karena kan masih umurnya masih pendek lah. Baru empat bulan kan. DPR juga masih melihat program program prioritas apa yang menjadi andalan pemerintah. Tapi semua ya tergantung presiden sih," kata Fathan.
"Sebagai sebuah tim kan juga harus fair juga. Ini kan masing-masing orang belum menunjukkan kualitasnya dan kinerjanyalah. Tetapi semua tergantung Presiden. Tetapi sekali lagi semuanya masih terlalu awal lah," sambungnya lagi.
Hal tersebut juga selaras dengan pendapat NasDem. Menurut NasDem, masalah reshuffle adalah hak prerogatif Jokowi sebagai presiden. Namun, NasDem berharap, putusan tersebut tidak dibuat dengan terburu-buru.
"Ya dilihat ada enggak progresnya ini, kalau enggak ada progres mau nunggu dua bulan tiga bulan kan mending sekarang kan. Kami pun berharap jangan terburu-buru pastinya, tidak emosional dan lain lain," ujar Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad Ali.
Setelah isu itu ramai dibicarakan, akhirnya Istana mulai buka suara. Jubir Presiden Fadjroel Rachman menegaskan, isu tersebut tidak benar.
"Tidak ada rencana reshuffle, semua menteri dipersilakan melaksanakan rencana kerjanya," kata Fadjroel.
"Presiden memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan rencana kerja masing-masing," tambahnya.
Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com