China Klaim Natuna, TNI Gelar Operasi Siaga Tempur

KRI-Usman-Harun-359.jpg
(Antara Foto)

RIAU ONLINE, TANJUNGPINANG- Tentara Nasional Indonesia (TNI)  melalui Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I mengerahkan pasukan untuk Operasi Siaga Tempur di Natuna. Aksi itu dilakukan setelah masuknya Coast Guard China ke perairan Natuna.


Pangkogabwilhan I Laksdya TNI Yudo Margono melaksanakan pengendalian operasi siaga tempur. Hal ini dilakukan sebagai respons atas adanya pelanggaran di wilayah perairan laut Natuna Utara.


"Sekarang ini wilayah Natuna Utara menjadi perhatian bersama, sehingga operasi siaga tempur diarahkan ke Natuna Utara mulai tahun 2020," kata Yudo dalam keterangannya, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (3/1).


Yudo mengatakan operasi siaga tempur ini dilaksanakan oleh Koarmada 1 dan Koopsau 1. Sejumlah KRI dan pesawat juga dikerahkan dalam siaga operasi tempur ini.




"Alutsista yang sudah tergelar yaitu 3 KRI, 1 pesawat Intai Maritim, dan 1 pesawat Boeing TNI AU. Dua KRI masih dalam perjalanan dari Jakarta menuju Natuna," jelas dia.


Laksdya TNI Yudo Margono menambahkan operasi ini merupakan salah satu dari 18 operasi yang akan dilaksanakan Kogabwilhan I di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.

"Operasi ini digelar untuk melaksanakan pengendalian wilayah laut khususnya di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) laut Natuna Utara," ucap dia.

Kapal pencari ikan China dilaporkan telah masuk ke Perairan Natuna dan melakukan kegiatan pencurian ikan. Kapal Coast Guard China juga masuk ke Perairan Natuna. Itulah yang membuat Kemlu RI protes ke China.


Kemlu RI sebelumnya siaran persnya pada Rabu (1/1), menyampaikan soal bantahan atas klaim China. Indonesia kembali menegaskan penolakannya terhadap klaim historis China di Perairan Natuna. Menurutnya, klaim China adalah klaim sepihak (unilateral).


"Klaim historis RRT atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982," kata Kemlu dalam siaran pers.

Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com