Deni Priyanto Menangis Divonis Mati, Bunuh dan Mutilasi Pegawai Kemenag

Pemutilasi-pegawai-Kemenag-Bandung.jpg
(istimewa)

RIAU ONLINE, SEMARANG-Deni Priyanto alias Goparin (37) menangis usai divonis mati hakim Pengadilan Negeri Banyumas, Jawa Tengah.

Pria beristri tersebut dinyatakan bersalah karena telah melakukan pembunuhan berencana terhadap seorang pegawai kantor Kemenag Bandung yang bernama Khomsatun Wahidah (51). Korban dibunuh dengan cara mutilasi.


"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan pembunuhan berencana dan menyembunyikan mayat dan pencurian. Menjatuhkan pidana dengan pidana mati," ujar ketua majelis hakim Abdullah Mahrus, saat membacakan putusan, Kamis 2 Januari 2019.


"Dari fakta persidangan, terdakwa Deni, terbukti telah berencana membunuh atau menghilangkan nyawa korban. Untuk menutupi jejak pembunuhan itu, terdakwa memotong-motong jasad korban menjadi tujuh bagian," lanjut Abdullah.


Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim berpendapat apa yang dilakukan Deni keji. Majelis menganggap Deni merendahkan hidup manusia lain. Deni dijerat Pasal 340 KUHP.


Deni kenal dengan Khomsatun dari akun jejaring pertemanan Facebook sekitar dua bulan sebelum Idul Fitri 2019. Di akun Facebook, Deni mengaku siswa di salah satu sekolah pelayaran yang ada di Jawa Tengah.

Deni kemudian pergi ke Bandung untuk bertemu dengan Khomsatun. Selama di Bandung itu, keduanya terlibat hubungan gelap. Deni bahkan bela-belain mengontrak rumah petak di daerah Rancasari, Bandung.



Hubungan gelap itu dimanfaatkan Deni dengan meminjam sejumlah uang kepada Khomsatun. Khomsatun mentransfer secara berkala ke rekening Deni.


Terakhir, Deni meminjam duit ke Khomsatun sebesar Rp 5 juta. Total uang yang dipinjam Deni mencapai Rp 25 juta. 

Seringnya mereka berhubungan membuat Khomsatun menyimpan rasa kepada Deni. Deni yang mengaku single itu ternyata sudah menikah dan memiliki anak di Banyumas.


Khomsatun meminta dinikahi secara siri di Banjarnegara. Deni tak kuasa menyanggupi permintaan Khomsatun itu. Pada 7 Juli 2019, Deni membunuh Khomsatun di kamar kontrakannya.

Deni kemudian menuju Banyumas dengan mengendarai mobil Toyota Rush milik Khomsatun. 
Selama perjalanan itu, Deni memutilasi tubuh Khomsatun dan juga membakarnya. Potongan tubuh Khomsatun itu dibuang di Kabupaten Banyumas, dan Kebumen, Jawa Tengah.


"Tidak ada alasan pemaaf atau meringankan terdakwa atas perbuatannya tersebut. Terdakwa secara sadar dan berencana melakukan pembunuhan terhadap korban. Menguasai harta korban, bahkan menjualnya seolah tidak terjadi apa-apa. Serta berusaha menutupi perbuatannya dengan membakar korban," ujar Abdullah.

Vonis itu sesuai dengan tuntutan jaksa. Jaksa sebelumnya meminta majelis hakim menghukum mati Deni atas perbuatannya.

Sidang itu juga disaksikan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Banyumas Eko Bambang Marsudi. Eko menilai vonis hakim telah sesuai dengan rasa keadilan.

"Bukan soal puas dan tidak puas, pertimbangan hakim sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, terutama keluarga korban. Pertimbangan hakim dalam putusan ini, sesuai dengan fakta persidangan," kata Eko 

Usai vonis diketuk, Deni tertunduk lemas. Meski terlihat sempat meneteskan air mata, dia berupaya tegar menghadapi vonis pengadil.
Sementara itu, penasihat hukum Deni, Waslam Maksid, masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. "Semua terserah kepada saudara Deni. Menerima atau tidak vonis tersebut," ujar Waslam.

Artikel ini sudah terbit di Kumparan.com