RIAUONLINE, SAMARINDA - Salah satu yang menjadi fokus utama IDI selama 3 tahun kepemimpinan Ketua Umum PB IDI - Prof dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG(K) adalah mengenai permasalahan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN-KIS) yang telah memasuki tahun ke-5.
Hal ini disampaikannya dalam acara Muktamar IDI ke 30 di Samarinda, jumat 26 Oktober 2018.
Dilanjutkannya, program kesehatan untuk masyarakat ini sebenarnya disambut baik oleh IDI. Bahkan IDI telah bersepakat sebelum pelaksanaan JKN di awal tahun 2014 bahwa JKN ini harus berjalan baik. Dimana, target Universal Health Coverage (UHC) di awal tahun 2019 harus tercapai.
Namun capaian UHC harusnya juga dibarengi dengan mutu dari manfaat pelayanan dan kecukupan biaya kesehatan. IDI tetap mengawal agar mutu pelayanan yang diwujudkan dalam penerapan standar pelayanan dan standar prosedur operasional harus secara optimal diterapkan.
Namun demikian, Ketua Umum PB IDI - Prof dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG(K) menegaskan bahwa perbaikan sistem jaminan Kesehatan harus dibarengi dengan perbaikan sistem Kesehatan nasional.
Perbaikan sistem Kesehatan nasional tidak lepas dari perbaikan SDM Kesehatan dan fasilitas Kesehatan. Perbaikan sistem Kesehatan nasional tentunya harus diikuti pula oleh perbaikan pembiayaan kesehatan.
"Persoalan defisit dana JKN seharusnya jangan terjadi karena sangat berdampak kepada kualitas pelayanan kepada masyarakat. ," kata prof. dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG(K).
Sedangkan Presiden RI Joko Widodo dalam sambutannya di pembukaan Muktamar IDI Ke-30 dan Muktamar IIDI (Ikatan Istri Dokter Indonesia) ke-21 di Samarinda, mengatakan bahwa pemerintah tengah berupaya mencari solusi terbaik untuk mengatasi defisit anggaran yang dialami oleh BPJS Kesehatan.
Langkah pertama yang telah dilakukan pemerintah ialah mengalokasikan anggaran sebesar Rp4,9 triliun untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.
Presiden juga menyebut sejumlah opsi yang mungkin saja bisa dipertimbangkan. Seperti misalnya efisiensi di tubuh BPJS Kesehatan itu sendiri, termasuk juga memperbaiki tata kelolanya.
Selain itu, BPJS disebutnya juga dapat mengintensifkan penagihan bagi penunggak iuran yang saat ini dinilai masih kurang optimal.
"Yang masih tekor itu yang non-PBI (penerima bantuan iuran). Penagihan ini harusnya digencarkan, di sini ada tagihan-tagihan yang belum tertagih. Ini harusnya digencarkan yang iuran ini," ucapnya. Presiden mengatakan bahwa dirinya telah meminta Kementerian Kesehatan dan Dewan Jaminan Kesehatan Nasional (DJSN) untuk melibatkan dan berkolaborasi dengan IDI dalam pembenahan JKN ini. Presiden juga akan turut berdiskusi dengan IDI dan pihak-pihak terkait lainnya.
"Mengenai BPJS, saya sudah tahu semuanya. Tapi nanti saya akan ajak bicara, ini masalah manajemen. Inilah yang perlu kita perbaiki," ujarnya.
Acara Muktamar IDI Ke-30 kali ini dihadiri oleh 1.576 peserta yang terdiri dari 885 utusan IDI Cabang, 256 peninjau IDI Cabang, 180 peninjau IDI Wilayah, 126 peninjau perhimpunan, 48 peninjau kolegium, dan 81 peninjau dari pengurus PB IDI.
Saat ini jumlah IDI Cabang seluruh Indonesia sebanyak 441 IDI Cabang, 32 IDI Wilayah, 89 Perhimpunan, dan 37 Kolegium. Total seluruh anggota IDI saat sebanyak 157.003 yang terdiri dari 127.707 dokter 29.296 dokter spesialis.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id