RIAU ONLINE - Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) mengklaim bahwa alat buoy pendeteksi tsunami tidak berfungsi, sehingga publik mempertanyakan tanggung jawab pemerintah dalam keselamatan warga.
"Sejak 2012, buoy tsunami sudah tidak ada yang beroperasi," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho Minggu, 30 September 2018..
Buoy merupakan pelampung suar dengan sensor untuk mengukur ketinggian permukaan air laut, dan memberikan informasi peringatan dini tsunami ke institusi terkait.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) saat gempa 7.4 SR menimpa Palu, pada pukul 17.02 WIB mengeluarkan peringatan dini tsunami. Disebutkan tsunami akan sampai pada pukul 17.22 WIB.
Namun kemudian, peringatan dini itu dicabut pada pukul 17.36 WIB karena waktunya sudah lewat. Hanya berselang beberapa menit peringatan dicabut, tsunami dengan ketinggian sekitar 1,5 meter menerjang Palu.
VOA Indonesia, jaringan RIAUONLINE.CO.ID, merangkum sejumlah tanda alam jelang terjadinya tsunami dan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri.
Gempa besar
Gempa bumi yang berpusat di bawah laut menjadi salah satu penyebab utama tsunami. Selain itu, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD), tsunami bisa diakibatkan oleh runtuhan di dasar laut atau letusan gunung api di laut.
Berdasarkan data tsunami yang terjadi di berbagai penjuru dunia dalam dua dekade terakhir, gempa yang mengakibatkan tsunami berkekuatan mulai dari 6,2 SR.
Pada 2011 lalu, gempa bumi 6,2 SR di Christchurch, Selandia Baru mengakibatkan tsunami setinggi 3,5 meter dan menewaskan total 185 orang. Sementara, tsunami di Aceh pada 2004 yang menewaskan lebih 200 ribu jiwa di 12 negara, disulut gempa bumi dengan kekuatan sekitar 9,1 hingga 9,3 SR.
Untuk diketahui, Indonesia berada di wilayah Cincin Api atau memiliki banyak gunung api dan merupakan titik pertemuan sejumlah lempeng bumi. Sebab itu, kesiapsiagaan warganya atas guncangan gempa dan tsumai sangat diperlukan.
Jika anda merasakan gempa besar atau lama (lebih dari satu menit) saat berada di sekitar pantai, sebaiknya anda bersiap dan langsung menyelamatkan diri.
Air surut atau tidak?
Surutnya air laut adalah salah satu pertanda akan terjadinya tsunami, jika dasar perairan anjlok karena terjadinya gempa. Usai air tertarik ke laut, gelombang besar akan menerjang daratan dengan energi belasan.
Hal ini terjadi saat gempa dan tsunami besar menyapu Aceh dan Samudera Hindia pada 2004 lalu. Kala itu, banyak warga justru mendatangi pantai untuk melihat fenomena janggal itu sembari menangkap ikan.
Data SMS Tsunami Warning menyebutkan, jika air laut surut setelah gempa maka warga yang tinggal di pesisir punya waktu sekitar 5-10 menit untuk menyelamatkan diri.
Gempa Aceh yang terjadi pada 2004 lalu berpusat di 240 km di pantai barat Sumatera pada kedalaman 30 km. Kemudian, tsunami setinggi lebih 10 meter sampai di daratan Aceh sekitar 30 menit setelah terjadinya gempa.
Kendati demikian, tsunami tidak selalui didahului surutnya air laut. Berdasarkan penelitian Pusat Riset Bencana Alam, Puslit Geoteknologi LIPI, 2012 lalu, pemodelan potensi gempa dan tsunami di perairan Padang, Sumatera Barat memperlihatkan, tsunami yang bisa saja terjadi di masa datang, “tidak didahului surutnya air laut”.
“Hal ini disebabkan karena ketika gempa, hampir seluruh dasar perairan di barat Padang langsung terangkat, sehingga tsunami langsung terbentuk,” kata Koordinator Tim Penelitian Gempa LIPI saat itu, Danny Hilman Natawidjaja.
Dengan demikian, surut atau tidaknya air laut jelang tsunami bergantungpada lempengan yang diguncang gempa, apakah naik atau turun.
Sebab itu, jika terjadi gempa besar, anda tidak perlu mencari kabar terkait surut air laut. Namun, fokuslah untuk menyelamatkan diri.
Gemuruh dari laut
Banyak saksi menyebutkan bahwa tsunami berbunyi seperti deru kereta api atau pesawat jet. Dan ketika menerjang, tsunami tidak melalui hanya gelompang tunggal. Gelombangnya bisa datang berkali-kali, bahkan “sampai lima kali”.
Tsunami juga bisa bergerak dengan kecepatan hingga 970 km/jam di laut terbuka. Ini sama cepatnya dengan kecepatan pesawat tempur. Bahkan berdasarkan penelitian SMS Tsunami Warning, tsunami bisa melintasi seluruh samudera di bumi hanya dalam waktu beberapa jam saja.
Harus dilakukan: lari, diam, terus berlayar
“Buku Saku Tanggap Tanggas Tangguh Menghadapi Bencana” yang dikeluarkan BNPB menyebutkan orang yang tinggal di pesisir pantai diminta untuk segera berlari ke tempat tinggi usai gempa besar terjadi.
Menurut American Red Cross, idealnya warga berlari ke bukit atau tempat dengan ketinggian di atas 30 meter, sejauh 3km dari pinggir laut.
“Waktu golden time-nya adalah 10 sampai 30 menit setelah gempa, sangat sempit waktunya,” kata Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Jika kamu tinggal di pesisir, anda harus paham lingkungan sekitar dan tahu di mana bukit atau tempat tinggi terdekat yang bisa dicapai seandainya tsunami mengancam.
BNPB menyebut, jika tsunami benar menghantam, maka bertahanlah di daerah tinggi hingga beberapa jam ke depan. “Karena gelombang tsunami yang kedua dan ketiga biasanya lebih besar dari gelombang pertama, serta dengarkan informasi dari pihak yang berwenang melalui radio atau alat komunikasi lainnya,” tulis BNPB.
Apabila kamu berada di kapal atau perahu yang tengah berlayar, upayakan untuk tetap berlayar dan menghindari wilayah pelabuhan, karena hantaman gelombang lebih membahayakan jika semakin dekat ke pantai.
Jangan ambil foto atau video, berkendara, lintasi jembatan
Usai gempa besar atau lama mengguncang, fokuslah untuk menyelamatkan diri. Meski, berita soal gempa dan tsunami di berbagai wilayah dunia, penyebaran informasi awalnya cepat tersebar karena foto dan video yang diambil warga, tetapi itu bukan kewajiban anda.
Taruh telepon genggam di saku, lalu carilah tempat tinggi. Keselamatan diri jauh lebih penting dibandingkan momen yang ingin diabadikan menggunakan kamera.
Anda juga tidak perlu melihat ke pinggir pantai untuk memastikan apakah air surut atau tidak, karena tsunami juga bisa datang tanpa dimulai dengan surutnya air laut.
BNPB lewat buku sakunya juga menyebut agar evakuasi diutamakan dengan berjalan kaki. “Jika terjadi kemacetan, segera kunci dan tinggalkan kendaraan.” Terjebak di kemacetan bisa membuat keselamatan terancam.
Selain itu, sebaiknya hindari berjalan melewati jembatan karena gempa susulan mungkin bisa terjadi, dan jika tsunami bergerak lebih cepat, akan lebih sulit juga menyelamatkan diri.
Artikel ini sudah tayang di VOA Indonesia, dengan judul Gempa Palu: 5 Tanda Alam Jelang Tsunami dan Tips Selamatkan Diri
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id