Surat himbauan tentang standarisasi warung kopi/cafe/restoran sesuai syariat Islam yang dikeluarkan Bupati Bireun pada 30 Agustus lalu
(Foto Arabiyani)
RIAUONLINE, ACEH - Imbauan Bupati Bireun yang mengatur pria dan wanita di Kedai Kopi menjadi perbincangan hangat. Imbauan ini tertuang dalam selebaran yang ditemukan di banyak kedai kopi di Bireun.
Di dalam selebaran tertulis tentang standarisasi kafe/warung kopi/restauran sesuai syariat Islam.
Ada 14 poin dalam imbauan yang dikeluarkan Bupati Bireun Saifannur itu. Sebagian besar merupakan perluasan syariat Islam yang sudah diterapkan, tetapi ada beberapa point yang baru diatur kali ini.
Misalnya, poin 7 "dilarang melayani pelanggan wanita di atas pukul 21 kecuali bersama mahramnya," dan poin 13 "haram hukumnya bagi laki-laki dan perempuan makan dan minum satu meja kecuali dengan mahramnya."
Ada pula poin lain yang lebih rinci seperti larangan menyediakan tenaga kerja yang merusak aqidah, syariah, ibadah, dan ahlak, seperti LGBT, waria dan lain-lain” atau “pramusaji wanita tidak dibenarkan bekerja di atas jam 21.”
"Ini hanya imbauan, bukan perda, bukan qanun," ujar Jufliwan, Kadis Syariat Islam Kabupaten Bireun seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis 6 September 2018.
Lebih jauh Jufliwan mengatakan imbauan yang ditandatangani Bupati Bireun Saifannur ini dikeluarkan setelah mengamati situasi yang terjadi belakangan ini.
"Kami amati makin lama makin banyak saja anak gadis keluar malam dengan laki-laki yang bukan mahramnya, minum kopi sampai tengah malam. Bagaimana jika terjadi khalwat? Kami imbau jika ingin minum kopi, jangan bercampur," tegas Jufliwan. Ia menyangkal bahwa imbauan ini diskriminatif terhadap kaum perempuan.
Meskipun demikian beberapa perempuan di Kota Bireun resah dengan “imbauan” itu.
"Yang menjadi kekhawatiran saya adalah potensi munculnya inisiatif dari anggota masyarakat untuk menerjemahkan secara sepihak surat itu. Kita melihat sebelumnya bagaimana peraturan sejenis, langsung menyasar perempuan," ujar Arabiyani, seorang pedagang yang tinggal di Kota Bireun.
Arabiyani gemar menyesap kopi Aceh yang sedap bersama teman-temannya di kedai-kedai kopi di pusat kota Bireun.
Hal senada disampaikan Zulkaedah, yang menilai aturan itu jelas merendahkan perempuan.
"Mengapa hanya perempuan yang menjadi fokus aturan itu? Seakan-akan kami adalah mahkluk yang senantiasa membangkitkan birahi, ketika sedang minum kopi sekali pun," ujarnya dengan nada tinggi.
Arabiyani, yang tinggal di Bireun tetapi memiliki usaha di Banda Aceh, mengatakan mendukung jika standarisasi itu diterapkan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan konsumen, yang bermuara pada peningkatan perekonomian rakyat. Tetapi ia khawatir akan dampaknya.
"Surat ini mencantumkan sejumlah larangan. Siapa yang akan dievaluasi? Pelanggan atau pemilik cafe? Juga siapa yang akan mengevaluasi?" kata Arabiyani mempertanyakan aturan tersebut.
Namun Jufliwan memastikan hukum Islam ini dibuat demi kemashlahatan bersama.
"Jika tidak salah, tidak perlu takut. Dalam hukum Islam di mana pun, seorang perempuan yang keluar malam tanpa mahram itu benar atau tidak? Tentu tidak! Tidak dibenarkan dalam hukum Islam, seorang perempuan keluar rumah sendiri tanpa mahram. Sementara pengamatan kita sekarang ini banyak yang seperti itu. Jangan sampai kita melanggar syariat lain yang berawal dari minum-minum kopi hingga larut malam ini," ujarnya.
Tulisan ini sudah tayang di VOA Indonesia dengan judul "Warga Bireun Khawatir 'Larangan Ngopi' Tanpa Mahram di Kedai Berdampak Luas"
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id