RIAU ONLINE - Presiden Joko Widodo dan jajarannya divonis melakukan perbuatan melawan hukum terkait kasus kebakaran hutan dan lahan oleh Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya.
Kasus ini berawal saat sekelompok masyarakat menggugat negara. Dilansir dari detik.com, Kamis, 23 Agustus 2018, mereka menggungat:
1. Presiden Republik Indonesia
2. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
3. Menteri Pertanian Republik Indonesia
4. Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
6. Gubernur Kalimantan Tengah
7. Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah
Ketujuh nama di atas selaku penanggung jawab dinilai telah gagal memberikan kepastian hak atas lingkungan yang baik dan sehat kepada seluruh rakyat Kalimantan Tengah. Sehingga, warga butuh kepastian bahwa tahun-tahun selanjutnya tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Gugatan mereka kemudian dikabulkan pada 22 Maret 2017. PN Palangkaraya memutuskan menyatakan para tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum. Jokowi dkk kemudian divonis 12 hukuman, yaitu:
1. Membuat Peraturan Pemerintah tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan Hidup.
2. Membuat Peraturan Pemerintah tentang baku mutu lingkungan, yang meliputi baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien, dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Membuat Peraturan Pemerintah tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
4. Membuat Peraturan Pemerintah tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup;
5. Membuat Peraturan Pemerintah tentang analisis risiko lingkungan hidup;
6. Membuat Peraturan Pemerintah tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
7. Membuat Peraturan Pemerintah tentang tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup;
8. Membuat Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang menjadi dasar hukum terbentuknya tim gabungan;
9. Mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran udara asap di Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis bagi korban asap;
10. Memerintahkan seluruh rumah sakit daerah yang berada di wilayah provinsi Kalimantan Tengah membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat yang terkena dampak kabut asap di Provinsi Kalimantan Tengah;
11. Membuat tempat evakuasi ruang bebas pencemaran guna antispasi potensi kebakaran hutan dan lahan yang berakibat pencemaran udara asap;
12. Menyiapkan petunjuk teknis evakuasi dan bekerjasama dengan lembaga lain untuk memastikan evakuasi berjalan lancar.
"Upaya yang dilakukan para Tergugat Presiden tersebut belum maksimal dan terlihat lamban dan lambatnya kinerja para Tergugat dalam melakukan antisipasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan di Wilayah Kalimantan Tengah tersebut menyebabkan kabut asap menyebar meluas hingga ke wilayah negara tetangga yaitu wilayah Singapura dan Malaysia, dan telah pula menyebabkan korban meninggal dunia dan warga menderita ISPA serta terganggunya aktivitas masyarakat termasuk terganggunya penerbangan pesawat di wilayah Kalimantan Tengah dan lama kebakaran hutan dan lahan tersebut terjadi dalam rentan waktu yang cukup di tahun 2015 sehingga kabut asap menyelimuti wilayah Kalimantan Tengah," papar majelis hakim dalam pertimbangannya menghukum Jokowi.
Dalam proses itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pasang badan. Pemerintah memilih opsi kasasi daripada melaksanakan putusan tersebut.
"Bu Menteri sangat serius mengawal penegakan hukum karhutla, siapapun pelakunya harus diproses hukum. Bahkan kita lakukan proses hukum pada korporasi, dan ini belum pernah tersentuh sebelumnya," kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani
Pihak KLKH memberikan daftar sanggahan bila rezim Jokowi lamban menangangi karhutla. Berikut daftarnya:
1. Dari tahun 2015 sampai sekarang, sudah ada 510 kasus pidana LHK dibawa ke pengadilan oleh penyidik Gakkum KLHK. Hampir 500 ratus perusahaan yang tidak patuh telah dikenakan sanksi administratif, dan puluhan korporasi yang dinilai lalai menjaga lahan mereka digugat secara perdata.
2. KLHK melakukan lebih dari 200 operasi penanganan satwa ilegal dan illegal logging untuk mengamankan sumber daya negara dan menjaga kelestarian ekosistem. Termasuk di dalamnya penegakan hukum untuk menjerat perusak lingkungan hidup seperti kasus karhutla.
3. Sepanjang tahun 2015-2017, total putusan pengadilan yang sudah dinyatakan inkracht untuk ganti kerugian dan pemulihan (perdata) mencapai Rp 17,82 triliun. Sedangkan untuk nilai pengganti kerugian lingkungan di luar pengadilan (PNBP) senilai Rp 36,59 miliar. Angka ini, menjadi yang terbesar dalam sejarah penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia.
4. Pasal 'sakti' UU Lingkungan Hidup yang bisa menjerat pelaku pembakar lahan dan hutan pernah mendapat perlawanan dari kekuatan korporasi. APHI dan GAPKI mengajukan Judicial Review (JR) terkait Pasal 69 ayat (2), Pasal 88, dan Pasal 99 UU Lingkungan Hidup ke Mahkamah Konstitusi, meski kemudian mencabutnya karena mendapat perlawanan yang sangat keras dari publik.
Rasio menegaskan bahwa penerapan pasal dalam UU Lingkungan Hidup untuk melindungi segenap rakyat Indonesia. Judicial Review (JR) hanya upaya untuk melepas tanggung jawab, dengan mengambinghitamkan masyarakat atas ketidakmampuan korporasi sebagai pemegang izin, dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di kawasan konsesi mereka.