Gempa Lombok, BNPB: 436 Meninggal dan Kerugian Lebih dari Rp 5,04 T

Pengungsian-korban-gempa-Lombok.jpg
(BNPB)


RIAU ONLINE - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, hingga Senin, 13 Agustus 2018, korban meninggal dunia akibat gempa 7 SR yang mengguncang wilayah Nusa Tenggara Barat dan Bali sebanyak 436 orang.

Jumlah korban tersebut tersebar di di Kabupaten Lombok Utara 374 orang, Lombok Barat 37 orang, Kota Mataram 9 orang, Lombok Timur 12 orang, Lombok Tengah 2 orang dan Kota Lombok 2 orang. Jumlah 436 orang meninggal dunia tersebut adalah korban yang sudah terdata oleh Kepala Desa dan babinsa. Sementara, korban yang sudah terverifikasi dan ada surat kematian di Dinas Dukcapil baru sebanyak 259 orang. Sisanya dalam proses administrasi di Dinas Dukcapil msing-masing kabupaten.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan Sebagian besar korban meninggal akibat tertimpa bangunan roboh saat gempa. Sementara, BNPB mencatat untuk korban luka-luka sebanyak 1.353 orang, dimana 783 orang luka berat dan 570 orang luka ringan. Korban luka-luka paling banyak terdapat di Lombok Utara sebanyak 640 orang.

"Lombok Utara adalah daerah yang paling terdampak gempa karena berdekatan dengan pusat gempa 7 SR," kata Sutopo, Senin, 13 Agustus 2018.

Sementara itu, kata Sutopo, jumlah pengungsi sering berubah. Menurutnya, hal ini disebabkan banyaknya pengungsi pada siang hari kembali ke rumahnya atau bekerja di kebunnya dan kembali ke pengungsian pada malam hari.

"Ada juga pengungsi yang sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Pengungsi kembali ke tenda penampungan rata-rata pada sore atau malam hari," ujarnya.

Berdasarkan data dari Posko Tanggap Gempa Lombok pada 13/8/2018, pengungsi tercatat 352.793 orang. Sebaran pengungsi terdapat di Kabupaten Lombok Utara 137.182 orang, Lombok Barat 118.818 orang, Lombok Timur 78.368 orang, dan Kota Mataram 18.368 orang. Secara umum pengungsi yang mengungsi di lapangan atau lahan terbuka mendirikan tenta bantuan dari BNPB, TNI, Polri, Kemensos, Kementerian PU Pera, Pemda, NGO dan lainnya. Pendataan pengungsi terus dilakukan.



Sementara, evakuasi korban yang tertimbun bangunan runtuh dan longsor masih dilakukan Tim SAR gabungan. Sutopo menuturkan distribusi bantuan logistik ke pengungsi juga terus dilanjutkan ke seluruh pelosok daerah yang terdampak gempa.

"Bantuan air bersih dilakukan dengan tanki air. Bak-bak penampungan air dan hidran umum di pengungsian terus ditambah," sebutnya.

Untuk kerusakan dan kerugian ekonomi akibat gempa ini, Kedeputian Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB terus melakukan perhitungan, baik gempa 6,4 SR pada 29 Juli 2018 maupun gempa 7 SR pada 5 Agustus 2018. Hasil sementara hitung cepat, sebut Sutopo, kerusakan dan kerugian mencapai lebih dari Rp 5,04 triliun. Namun angka ini sementara, hanya berdasarkan basis data pada 9/8/2018. Menurutnya, dipastikan dampak ekonomi lebih dari angka itu nantinya.

Sutopo menyebutkan jumlah kerusakan dan kerugian itu berasal dari sektor permukiman Rp 3,82 triliun, infrastruktur Rp 7,5 miliar, ekonomi produktif Rp 432,7 miliar, sosial budaya Rp 716,5 miliar, dan lintas sektor Rp 61,9 miliar.

"Kerusakan dan kerugian terbanyak adalah sektor permukiman yang kenyataan puluhan ribu rumah penduduk rusak berat, bahkan banyak yang rata dengan tanah," kata Sutopo.

Secara wilayah, data BNPB menyebutkan kerusakan dan kerugian akibat gempa di NTB paling banyak adalah di Kabupaten Lombok Utara yang mencapai lebih dari Rp 2,7 triliun. Sedangkan di Kabupaten Lombok Barat mencapai lebih dari Rp 1,5 triliun, Lombok Timur Rp 417,3 miliar, Lombok Tengah Rp 174,4 miliar dan Kota Mataram Rp 242,1 miliar. Sementara, dampak kerusakan dan kerugian ekonomi di Bali masih dilakukan perhitungan.

Menurut Sutopo, kerusakan dan kerugian ini sangat besar. Apalagi jika nanti data sudah terkumpul semua, maka jumlahnya akan lebih besar. Perlu triliunan rupiah untuk melakukan perbaikan kembali dalam rehabilitasi dan rekonstruksi.

"Perlu waktu untuk memulihan kembali kehidupan masyarakat dan pembangunan ekonomi di wilayah NTB. Pemerintah pusat akan terus mendampingi masyarakat dan Pemda NTB. Pendampingan ini bukan hanya saat tanggap darurat saja," ujarnya.

Tetapi saat pascabencana melalui rehabilitasi dan rekonstruksi pun, kata dia, Pemerintah Pusat akan terus membantu. Bahkan sebagian besar bantuan yang disalurkan berasal dari pemerintah pusat. Skala penanganan dampak gempa saat ini sesungguhnya sudah nasional. Artinya kapasitas nasional yang digerakkan untuk penanganan darurat saat ini sudah skala nasional, baik pengerahan personil, anggaran, logistik, peralatan, dan manajerial.

"BNPB masih terus melakukan pendataan dan perhitungan ekonomi dampak gempa. Nanti saat masa darurat selesai kita akan masuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. BNPB Bersama kementerian/Lembaga dan NGO akan membangun kembali yang lebih baik daripada sebelumnya dengan prinsip build back better and safer. Artinya yang akan kita bangun lagi lebih baik baik dan aman. Lombok adalah daerah rawan tinggi gempa, maka pembangunan kembali nanti harus sudah mengantisipasi gempa agar saat terjadi gempa lagi, korban, kerusakan dan kerugian dapat lebih sedikit, serta masyarakat lebih aman," tandasnya.