Rumah Dilempari Bom, Kapitra Ampera: Banyak Teror Setelah Masuk PDIP

Kapitra-Ampera-dan-Hasto-di-DPP-PDIP.jpg
(Bens Saragih/kumparan)

 

RIAU ONLINE - Kediaman Kapitra Ampera di Jalan Tebet Timur Dalam VII Nomor 16, Tebet, Jakarta Selatan dilempari bom molotov, Senin, 6 Agustus 2018 sekitar pukul 19.10 WIB.

Menurut Yanti (38), asisten rumah tangga di kediaman mantan pengacara Rizieq Shihab itu, saat kejadian dirinya tengah mencuci piring di dapur dan tiba-tiba mendengar suara yang berasal dari garasi rumah.

"Saya sedang mencuci piring di dapur, tiba-tiba saya dengar suara dekat garasi mobil," kata Yanti di kediaman Kapitra, seperti dilansir dari Suara.com, Selasa, 7 Agustus 2018.

Kemudian, Yanti lantas memanggil istri Kapitra, Yosandra (51). Sementara Kapitra tengah menunaikan salah Isya di masjid langsung pulang saat istrinya menelpon.

Yanti menjelaskan, saat itu bakal caleg PDIP itu langsung melaporkan penemuan bom molotov itu ke Polsek Tebet.



"Bapak langsung lapor polisi. Tidak lama polisi langsung datang. Ada dua botol berisi bensin," tandas Yanti.

Sementara Kapitra yang merupakan bakal caleg PDIP tersebut mengaku tidak takut dengan teror bom itu. Ia bahkan menantang pelaku untuk bertemu langsung dirinya.

"Biar lebih enak ketemu saya di rumah. Kalau masuk rumah biar saya bedil," kata Kapitra Ampera, Selasa, 7 Agustus 2018.

Menurut Kapitra, sebelum kejadian pelemparan molotov di rumahnya, banyak teror dialamatkan padanya. Ia mengaku teror terjadi setelah ia bergabung dengan PDIP.

"Ya sebelum peristiwa ini, banyak teror setelah saya masuk PDIP. Banyak lah, seperti dimaki-maki, ada yang mengikuti juga," ungkapnya.

Kendati telah terjadi peristiwa teror bom di rumahnya, Kapitra mengaku tidak ada pengamanan khusus dari aparat. Baginya mati dengan cara dilempar bom molotov merupakan dambaannya.

"Kalau kami mati dengan cara seperti begini, ini dambaan kami. Kalau saya mati dimolotov, ya alhamdulillah," tutur Kapitra.

Kapitra menyebut jika dirinya mati dengan cara dianiaya orang, itu merupakan hal yang baik. Ia menyebut lebih baik mati dianiaya dari pada mati dengan cara bom bunuh diri.

"Bagi saya, mati dianiaya orang merupakan cita-cita tertinggi. Kalau mati dengan cara bom bunuh diri, itu baru jahanam," tandas Kapitra Ampera.