RIAU ONLINE - Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan tegas dan lantang menyindir pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hal itu disampaikan AHY dalam orasi politik bertajuk 'Dengarkan Suara Rakyat' di Hall Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu, 9 Juni lalu.
AHY dalam orasi berdurasi 40 menit itu, melontarkan kritikan tajam, terlebih terkait kebijakan ekonomi pemerintahan Jokowi-JK. Berikut orasi AHY yang berisi kritikan untuk pemerintahan Jokowi-JK, seperti melansir merdeka.com, Selasa, 12 Juni 2018.
Revolusi Mental
Dalam orasinya, AHY menyinggung soal program revolusi mental Presiden Jokowi yang jauh dari cita-cita dan saat ini sudah mulai dilupakan. Sebab, menurutnya, keberhasilan saat ini bukan diukur dari keberhasilan membangun infrastruktur. Padahal konsep ini sangat vital, sebagai upaya mengembalikan karakter bangsa, sesuai bentuk aslinya, yaitu, santun, berbudi pekerti, dan bergotong royong.Karakter yang tentunya menjadi kekuatan, dalam membangun Indonesia yang kokoh dalam persatuan, dan sejahtera dalam kemajuan
"Pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, sebagian besar rakyat, menaruh harapan kepada program, pembangunan manusia Indonesia. Ketika pemerintah saat ini, berhasil membangun ribuan kilometer jalan, ratusan jembatan, dan proyek infrastruktur lainnya, lantas, kita patut bertanya, Apa kabar Revolusi Mental?" katanya saat berpidato disusul tepuk tangan kader Demokrat.
Tenaga Kerja Asing
AHY juga melontarkan kritikan terkait mudahnya perizinan untuk Tenaga Kerja Asing (TKA). Menurutnya, Perpres No. 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tanaga Kerja Asin, dirasakan kurang berpihak para rakyat.
Dia mengatakan, saat kunjungannya di Kendari, Sulawesi Tenggara, tampak betapa banyak TKA yang bekerja di sana. Tak hanya sebagai tenaga ahli atau dalam kepasitas manajerial, tapi juga pada tingkatan buruh, sopir dan pekerja lapangan lainnya. Padahal, ujar AHY, pekerjaan-pekerjaan itu seharusnya mampu dilakukan oleh tenaga kerja Indonesia.
Semestinya, AHY menegaskan, pemerintah bersikap adil. AHY tak ingin pemerintah tak memprioritaskan kepentingan bangsa Indonesia
"Saya tekankan, ini soal rasa keadilan. Kita wajib mendahulukan hak rakyat, memperoleh kesempatan kerja di negeri sendiri. Kita tidak anti asing, tapi kita tidak terima jika rakyat dikalahkan, dinomorduakan atau hanya jadi penonton di negeri sendiri," tandasnya.
Tarif listrik dan harga bahan pokok
AHY juga menyinggung terkait daya beli masyarakat yang semakin menurun. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan kebutuhan pokok yang cenderung masih tinggi. AHY berani mengungkapkan ini setelah mendengarkan curhatan-curhatan rakyat soal harga kebutuhan pokok dan tarif listrik, selama ia turun.
"Hampir beberapa tempat yang kami datangi rakyak bertanya 'pak bagaimana ini? harga-harga kebutuhan naik. barang-barang semakin mahal'. Bahkan ada perkataaan ibu di Jawa tengah yang terngiang di telinga saya sampai sekarang, pak jangankan untuk sekolah anak, untuk hidup sehari-hari saja susah sekali rasanya". Kata AHY.
Pengangguran masih tinggi
Saat ini angka pengangguran di Indonesia masih tinggi. Hal ini diungkapkan AHY dalam orasinya. Menurut dia, tingginya tingkat pengangguran ini dikarenakan kurangnya lapangan pekerjaan.
Tak hanya itu, pendidikann rakyat Indonesia yang masih rendah juga menjadi masalah, sehingga tidak memungkinkan untuk bersaing di dunia global.
"Itulah sebabnya, pengangguran dan lapangan kerja, selalu menjadi persoalan sensitif. Dalam hal kualitas angkatan kerja, kita juga masih punya PR besar. Lebih dari 50 juta orang, angkatan kerja kita, berpendidikan sekolah dasar. Dengan fakta ini, rasanya, tidak mudah bagi kita, untuk bersaing dalam kompetisi global," kata AHY.