Kini Lebih 'Galak', Jokowi: Awas Saja, Kalau Ketemu, Saya Gebuk

Jokowi-dan-Chopper.jpg
(SUARA.COM)

RIAU ONLINE - Presiden Joko Widodo tampaknya sudah merasa risih terhadap kritikus-kritikus yang mengomentari dirinya tanpa didasarkan data maupun fakta. Alhasil, Jokowi kekinian tampil lebih “galak” dan membalas kritik-kritik tersebut.

Sikap Jokowi ini berbeda ketika dirinya baru-baru menjadi presiden, yang lebih banyak diam, tak membalas kritik tersebut.

"Sekarang masyarakat sudah dewasa, sudah matang, sudah mengerti, bisa membeda-bedakan. Semuanya kalau mengkritik itu ada datanya, berbasis data dan bisa mencarikan solusi alternatif," kata Jokowi dalam Konvensi Nasional Galang Kemajuan 2018 di Ballroom Puri Begawan, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu 7 April 2018, seperti diwartakan Suara.

Ketika mengikuti acara penyerahan sertifikat tanah untuk warga di Kota Serang, Banten, Rabu 14 Maret 2018 Jokowi juga mengakui sudah bosan terhadap orang maupun kelompok penyebar informasi hoaks yang menyebut dirinya erat terkait Partai Komunis Indonesia.

"Kita lihat di media sosial banyak kabar bohong, Presiden Jokowi kader PKI. Bagaimana, PKI bubar tahun 1965, sedangkan saya tahun 1961 baru lahir. Masak saya jadi anggota PKI sejak umur tiga tahun," tutur Jokowi kala itu.

Ia mengakui, telah melakukan pencarian terhadap pihak-pihak yang menyebar berita bohong itu sekaligus "dalang" di baliknya. Namun, Jokowi menuturkan belum menemukan orang-orang dan kelompok penyebar hoaks tersebut.

"Saya jengkel (dituduh PKI). Nyari orangnya belum ketemu-ketemu. Awas saja, kalau ketemu, saya gebuk," tegasnya. Tak hanya itu, Jokowi juga sempat melontarkan pernyataan balasan, tatkala Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menegaskan Indonesia bisa bubar pada tahun 2030.



Jokowi menilai pernyataan Prabowo itu sebagai bentuk pesimisme. Padahal, menurutnya, setiap pemimpin harus menebar rasa optimisme pada pengikutnya, bukan pesimisme.

"He-he-he-he, kita memandang ke depan itu dengan rasa optimisme. Kita memandang ke depan itu juga memberikan sebuah harapan lebih baik kepada anak-anak muda kita, kepada rakyat kita," tutur Jokowi setelah membuka acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) II Perindo di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta, Rabu malam 21 Maret 2018.

Bahkan, Jokowi sempat mengutarakan pernyataan “serangan balik” terhadap Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais, tatkala mengkritiknya “ngibul” memakai program sertifikasi tanah rakyat.

Dalam diskusi di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Amien menuding Presiden Jokowi berbohong dalam program itu, sembari mengatakan bahwa sebagian besar tanah di Indonesia hanya dimiliki oleh segelintir orang.

Jokowi kala itu mengatakan, pemerintah siap dikritik apabila ada kebijakan yang selama ini dianggap melenceng atau tidak sesuai dengan aturan.

Tapi, Jokowi ingin kritik yang disampaikan dapat membangun untuk kebaikan bersama. "Kritik itu juga penting untuk memperbaiki kebijakan yang ada saat ini," tukasnya.

"Belum tentu pemerintah betul. Belum tentu pemerintah benar. Kalau yang salah ya mesti ada yang mengingatkan dengan kritik," imbuh Jokowi.

Meski siap menerima kritik, Jokowi mengatakan kritik beda dengan mencela, kritik beda dengan mencemooh, dan kritik beda dengan fitnah.

"Kritik dengan nyinyir beda lagi. Kritik dengan menghujat juga beda. Kritik dengan fitnah beda. Kritik itu penting untuk memperbaiki kebijakan yang ada, tetapi kritik itu harus berbasis data," kata Jokowi.

"Kritik itu harusnya tidak asbun, asal bunyi, tidak asal bicara, kritik mestinya dimaksudkan untuk mencari solusi, kritik itu mestinya dimaksudkan untuk mencari kebijakan yang lebih baik," tegasnya.(2)