RIAU ONLINE - Fredrich Yunadi, terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan kasus e-KTP mengutarakan keluhannya kepada majelis hakim pengadilan Tipikor terkait larangan mengonsumsi obat oleh pihak rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan Fredrich saat sidang lanjutan kasusnya akan berakhir pada Kamis, 5 April 2018.
Untuk itu, Fredrich meminta majelis hakim mengabulkan permohonannya untuk minum obat. Menurutnya, petugas KPK melarang minum obat karena berbahaya.
"Sebelumnya kan saya meminta pengajuan atas pemeriksaan di dokter Santoso, nah di sana disebut bahwa saya harus konsumsi 9 jenis obat di sana, Pak. Namun yang terjadi kemarin sengaja atau tidak, saya dilarang, Pak," kata Fredrich di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, melansir Suara.com, Jumat, 6 April 2018.
Fredrich mengaku tensi darahnya akan naik jika tidak minum obat yang diberikan dokter Santoso. Salah satu obat yang harus diminum adalah jenis Alganax.
Baca Juga Dituding Melecehkan, Fredrich Sebut Jaksa Tak Pernah Sekolah
"Alasannya obat itu bahaya, kan obat itu yang bikin profesor, Pak. Ada obat Alganax yang sangat penting, itu dilarang Pak. Kalau saya nggak minum obat itu, tensi saya bisa sampai 190," kata Fredrich
Bahkan, Fredrich menegaskan bahwa dari 30 butir obat yang dibelinya menggunakan uangnya pribadi, sementara 20 butir disita oleh petugas KPK di rutan.
"Obat itu kan diberi 30 butir sama dokter, cuma 20 ditahan, Pak, sama pihak rutan, seperti bayi kita ini, Pak," sambung dia.
Terhadap permohonan Fredrich tersebut, majelis hakim pun meresponnya.
"Ya kalau izin sudah kami izin kan. Soal praktik di lapangan kita tidak tahu ya. Kami hanya mendengar dari saudara. Hanya memang kalau saja betul seperti itu, seharusnya jangan seperti itu. Kita menyampaikan ke siapa, kita juga nggak tahu," kata Ketua Majelis Hakim Syaifuddin Zuhri.
Klik Juga Merasa Dilecehkan, Jaksa Minta Fredrich Dikeluarkan dari Ruang Sidang
Fredrich meminta majelis hakim untuk menyampaikannya kepada jaksa penuntut umum KPK. Dia yakin jaksa KPK tahu tentang kejadian tersebut. Bahkan, dia juga memprotes izin dokter KPK yang disebutnya tidak resmi.
"Karena sebagaiman PP 278, dokter KPK itu wajib dapat SK (surat keputusan) dari Menkumham pak, tapi ini tidak Pak. Dokter KPK ini adalah pegawai KPK pak, ini yang tidak adil pak, itu bukan berdasarkan izin resmi pak. Sebagai contoh adalah saya sudah punya resep dokter berdasarkan penetapan izin dari yang mulia, saya masih dipersulit," protesnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id