(Istimewa)
Minggu, 11 Februari 2018 09:59 WIB
(Istimewa)
RIAU ONLINE - Ruas jalan curam di Kampung Cicenang, Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang beken disebut “Tanjakan Emen” kembali memakan korban jiwa.
Termutakhir, satu bus pariwisata berisi rombongan keluarga besar Koperasi Simpan Pinjam Permata, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, terguling di Tanjakan Emen, Sabtu 10 Februari 2018 sore.
Mereka kala itu baru pulang dari berwisata ke Gunung Tangkuban Perahu. Saat akan pulang melalui Kota Subang, tepatnya di Tanjakan Emen, bus oleng dan menabrak sepeda motor hingga akhirnya menabrak tebing dan terguling.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Subang, Minggu 11 Februari 2018 mengonfirmasi korban meninggal akibat kecelakaan bus di Tanjakan Emen, Kabupaten Subang, Jawa Barat mencapai 27 orang. Seluruhnya perempuan.
"Korban meninggal 27 orang, penumpangnya semua ibu-ibu," ujar Kasubag Humas RSUD Subang Mamat Budirakhmat.
Mamat memastikan, RSUD Subang juga masih melakukan perawatan intensif terhadap korban lainnya. Ia merinci, korban yang mengalami luka-luka sebanyak 18 orang, dua di antaranya tengah dalam kondisi kritis.
"Ada yang dalam kondisi luka di bagian tubuh, patah tulang, dan luka-luka lainnya. Ada dua orang dalam keadaan sangat kritis," katanya.
Keluarga korban mulai berdatangan ke RSUD Subang untuk memastikan kondisi yang dialami anggota keluarganya yang ikut dalam rombongan bus pariwisata tersebut.
"Keluarga korban sudah mulai berdatangan, mereka sedang menunggu di RS," tuturnya.
Sementara aparat kepolisian masih melakukan pendalaman dan meminta keterangan saksi-saksi, untuk memastikan penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.
Duh, Emen
Seperti dilansir laman Suara, Minggu 11 Februari 2018, kecelakaan bus pariwisata tersebut, bukan kali pertama terjadi di Tanjakan Emen. Kecelakaan di ruas jalan itu sudah kali berulang sejak lama.
Bahkan, tak sedikit orang yang menghubung-hubungkan banyaknya peristiwa kecelakaan dengan legenda asal-usul ruas jalan itu disebut sebagai “Tanjakan Emen”.
"Kemarin (Sabtu) sore telah terjadi kecelakaan tunggal sebuah bus di tanjakan Emen. Korban terakhir yang saya tahu adalah 26 orang. Jumlah korban terbesar. Tanjakan ini sangat legendaris. Tahun 70an, saya sering diajak ayah lewat sini pakai vespa dan masih sepi,” tulis seorang warganet bernama Tom Andanawari di Facebook.
“Banyak sekali versi yang menceritakan pak Emen. Salah satu cerita, Pak Emen adalah supir mobil pengangkut sayur yang mengalami kecelakaan di tanjakan ini sekitar tahun 60an. Kabarnya Pak Emen pecandu rokok, sehingga ada mitos setiap yang melintas harus melemparkan rokok,” tambahnya.
Baca Juga
Sementara terdapat sejumlah versi mengenai ihwal penamaan jalan itu sebagai “Tanjakan Emen”.
Seperti pernyataan Sahidin Darajat, warga yang sudah sejak lama tinggal di sekitar tanjakan tersebut.
Sahidin menuturkan, sekitar tahun 1969, terjadi kecelakaan yang menyebabkan satu kernet bus bernama Emen tewas. Ia mengatakan menyaksikan peristwia tersebut.
“Waktu itu ada bus bernama bus bunga. Bus itu mogok di tanjakan dan Emen berupaya mengganjal bannya. Tapi remnya jebol, sehingga Pak Emen terseret bus hingga meninggal dunia,” tutur Sahidin.
Sahidin menuturkan, sejak peristiwa itu, jalan itu disebut “Tanjakan Emen” dan terdapat kejanggalan serta kerap terjadi kecelakaan di sana.
Namun, kisah itu bukan satu-satunya versi mengenai mitos Tanjakan Emen. Ada pula warga yang mengatakan Emen adalah nama seorang korban tabrak lari di daerah tersebut.
Setelah ditabrak hingga tewas, jenazah Emen tak ditolong, melainkan disembunyikan dalam rimbunan pepohonan sekitar tanjakan.
Adapula versi lain, yang mengatakan Emen adalah sopir oplet Subang-Bandung tahun 1964. Pada tahun itu, oplet yang dikemudikannya kecelakaan dan terbakar. Banyak orang mengatakan Emen tewas di tempat kejadian, dan sejak saat itu semakin sering terjadi kecelakaan di sana.
Sejak saat itu, untuk mengindari hal yang tak diinginkan, banyak pengendara yang memercayai mitos melempar koin, rokok, atau membunyikan klakson saat melintasi tanjakan tersebut.
Peristiwa yang terakhir benar-benar terjadi di tanjakan tersebut. Wahyu, putra Emen, mengatakan ayahnya meninggal karena kecelakaan tersebut.
Namun, Wahyu menepis tuduhan banyaknya kecelakaan di “Tanjakan Emen” karena mitos mistis tentang sang ayah.
“Lagi pula, waktu itu, bapak saya tidak meninggal di sana, tapi di Rumah Sakit Ranca Badak,” tutur Wahyu, yang juga berprofesi sebagai sopir angkot di daerah Lembang.
“Waktu itu saya berusia kira-kira 8 tahun. Bapak saya memang sopir oplet Subang–Bandung. Ketika itu kemungkinan remnya blong, kemudian opletnya menabrak tebing, terbalik kemudian terbakar. Seingat saya cuma 2 orang yang selamat waktu itu,” tuturnya.
Setelah wafat di RS, jenazah Emen dikuburkan di pemakaman umum di daerah Jayagiri, Lembang.
Masih Didalami
Dirlantas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Prahoro Tri Wahyono berharap, semua pihak tak berspekulasi mengenai kecelakaan maut di Tanjakan Emen pada Sabtu sore.
Ia mengatakan, polisi masih mendalami penyebab insiden kecelakaan tersebut.
"Kami masih melakukan pendalaman mengenai penyebab kecelakaan tersebut," ujar Tri Wahyono melalui telepon seluler kepada Antara.
Menurutnya, berdasarkan laporan sementara, ketika melewati turunan Cicenang atau lebih dikenal dengan nama tanjakan Emen, bus itu mendadak oleng ke kanan dan menabrak sepeda motor. Bus kemudian oleng ke kiri menabrak tebing dan terguling.
Sementara pantauan di lapangan, terdapat fakta bahwa kecelakaan kerap terjadi karena banyak sopir yang belum piawai melewati turunan dan tanakan daerah tersebut. Terutama bagi mereka yang baru kali pertama melintasi kawasan tersebut.
Apalagi kontur tanjakan sepanjanga 3 kilometer itu terbilang ekstrem, karena memiliki kemiringan sampai 50 derajat.
Tak hanya itu, Tanjakan Emen juga memunyai tikungan-tikungan tajam, sehingga menyulitkan sopir yang belum piawai atau menguasai medan.(2)
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id