RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sepanjang tahun 2017, Komisi Yudisial (KY) menerima 1.473 laporan masyarakat dan 1.546 surat tembusan dari seluruh Indonesia. Berdasarkan jenis perkara, masalah perdata mendominasi, yaitu ada 679 laporan (46,09 persen).
Sedangkan untuk perkara pidana berada di bawahnya dengan jumlah laporan 414 laporan (28,10 persen) dari total laporan yang masuk ke KY.
Koordinator Komisi Yudisial RI Penghubung Wilayah Riau Hotman P Siahaan SH MH, Jumat 19 Januari 2018 memaparkan, data ini menggambarkan dominasi perkara perdata dan pidana karena perkara tersebut berada di ranah kewenangan peradilan umum dengan kompleksitas perkara yang tinggi dan sensitif.
Sedangkan perkara lainnya adalah tata usaha negara sebanyak 87 laporan (5,90 persen), agama sebanyak 86 laporan (5,83 persen), dan tindak pidana korupsi (tipikor) sebanyak 78 laporan (5,29 persen).
Berdasarkan jenis badan peradilan atau tingkatan pengadilan yang dilaporkan, jumlah laporan terhadap pengadilan negeri dalam lingkup peradilan umum sangat mendominasi, yaitu sebanyak 1.073 laporan (72,84 persen). Kemudian berturut-turut, yaitu Mahkamah Agung sebanyak 95 laporan (6,44%), Peradilan Agama sebanyak 88 laporan (5,97 persen), Peradilan Tata Usaha Negara sebanyak 82 laporan (5,56 persen), dan Tipikor sebanyak 52 laporan (3,53 persen).
Dari semua laporan yang masuk, tidak semua dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi.
Untuk tahun 2017 KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan adalah sebanyak sebanyak 411 laporan masyarakat
Dari pengalaman KY menangani laporan masyarakat, salah satu alasan rendahnya persentase laporan masyarakat yang dapat diproses karena masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap persyaratan yang harus dilengkapi dalam melaporkan hakim yang melanggar KEPPH.
Selain itu, banyak laporan yang ditujukan ke KY berisi permohonan untuk dilakukan pemantauan persidangan. Ada juga laporan yang diteruskan ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) terkait wewenang Bawas MA dan teknis yudisial. Banyak juga laporan yang tidak dapat diregistrasi karena bukan kewenangan KY, seperti meminta perlindungan hukum, keberatan terhadap substansi putusan, meminta KY mengubah putusan, atau meminta membatalkan putusan. Bahkan ada laporan yang meminta pendapat hukum atau fatwa hukum dari KY. Kurangnya pemahaman masyarakat ini menjadi tantangan KY untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait wewenang KY dan tata cara laporan masyarakat. (1)
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id