RIAU ONLINE - Dijanjikan bekerja di Timur Tengah, puluhan perempuan Bangladesh malah di jual ke Suriah. Mereka dipaksa menjadi pekerja domestik hingga budak seks. Namun, berkat satu orang korban yang berhasil kabur, perbuatan itu terkuak.
Khadaker Golam Sarowar, kepala satuan elite kepolisian Bangladesh, Batalion Aksi Cepat (RAB), mengatakan bahwa unitnya hingga kini sudah menangani 45 kasus perempuan yang dieksploitasi, dipukuli, disiksa, atau diperkosa di Suriah sepanjang tahun lalu.
BACA JUGA : Imigran Marah, Pagar Perbatasan di Negara Ini Dirusak
Menurut Sarowar, semua bermula dari laporan seorang perempuan bernama Shahinoor yang berhasil kabur dari Suriah. Ia menelepon ibunya yang kemudian melayangkan protes ke RAB.
KLIK JUGA : Karena Berkulit Hitam, Anggota Parlemen Ini Diusir dari Lift
"Shahinoor seharusnya pergi ke Libanon. Namun, ia malah dibawa ke Dubai dengan lima perempuan lainnya, lalu ke
Suriah, di mana ia dijual ke banyak orang. Terkadang, ia bekerja sebagai pelayan, terkadang untuk seks. Ia mengatakan kepada kami bahwa ada orang lain juga," ujar Sarowar kepada Reuters, Senin (29/2/2016).
Saat laporan itu diterima, Shahinoor dalam kondisi sangat sakit dan tak dapat bergerak. Pejabat Bangladesh di Suriah akhirnya menerbangkannya ke Dhaka, di mana ia dirawat karena penyakit ginjal.
Organisasi Migrasi Internasional (IOM) memperkirakan bahwa dari delapan juta warga Bangladesh yang bekerja di luar negeri, mayoritas ditempatkan negara Teluk, Singapura, Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Kebanyakan pekerja secara sukarela ditempatkan di negara tujuan, tapi ternyata terperangkap di situasi kerja paksa.
Majikan mereka berdalih bahwa biaya perekrutan terlalu tinggi sehingga harus dibalas dengan kerja keras dan hidup dalam kekangan.
Suriah, kata Sarowar, menjadi destinasi baru para penyelundup yang biasa menggunakan agen resmi Bangladesh yang seharusnya membawa orang ke negara-negara seperti Yordania dan Libanon.
Dari negara Teluk tersebut, para pekerja perempuan ini kemudian dikirim ke Suriah. Mereka dibeli, dijual, dan ditawarkan lagi ke orang berbeda. Sangat kecil peluang untuk kabur.
Kini, otoritas sudah menahan setidaknya delapan orang di Bangladesh, kebanyakan merupakan pemilik atau staf agen perekrut yang terlibat dalam jaringan perdagangan manusia internasional ini.
Namun, para penyelundup manusia di Suriah, Libanon, dan Yordania sampai sekarang belum teridentifikasi.
Pihak otoritas akan terus bekerja sama untuk menelusuri jaringan ini. Sarowar berharap semua dapat diselesaikan karena para korban biasanya merupakan warga miskin yang dikontrak senilai US$380 atau Rp5 juta untuk bekerja setahun dengan upah bulanan US$200, sekitar Rp2,6 juta.
"Mereka adalah perempuan polos dan tak berpendidikan yang datang dari desa. Mereka tidak mengetahui apa-apa tentang Suriah dan apa yang terjadi di sana. Mereka pikir, mereka akan pergi ke Libanon atau Yordania untuk hidup yang lebih baik," katanya.