RIAU ONLINE, JAKARTA - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah di Indonesia akan tetap terjadi. Pasalnya, terbakarnya hutan dan lahan tak terlepas dari aktivitas dan perilaku segelintir orang dengan alasan matapencaharian.
Tak hanya itu, karhutla juga tetap terjadi karena kondisi politik lokal dan masalah sosial lainnya. Hal itu diperparah dengan penegakkan hukum yang cenderung lemah. Padahal, hampir semuanya kebakaran dipicu secara sengaja.
"Hampir semuanya disebabkan dibakar atau disengaja oleh oknum dalam rangka pembersihan lahan," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Sabtu (27/2/2016).
BACA JUGA : Hari Ini, Titik Panas di Riau Meningkat
Berdasarkan pantauan satelit Modis dengan sensor Terra dan Aqua pada Sabtu (27/2/2016) terdapat 69 titik panas (hotspot) kebakaran hutan dan lahan di seluruh Indonesia.
Titik panas tersebut tersebar di Kabupaten Kutai Kartanegara sebayak 8 titik, Kutai Timur 30 titik, Kalimantan Utara 1 titik, Papua 2 titik, Sulawesi Selatan 4 titik, Aceh Selatan 3 titik, Kabupaten Bengkalis 13 titik, Siak 1 titik dan Sumatera Utara 6 titik.
KLIK JUGA : Wah! Di Pasar Palapa, Ada Jasa Pemotongan Satwa Langka
Semua titik panas tersebut telah berhasil dipadamkam oleh tim gabungan yang terdiri dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Manggala Agni, TNI, Polri, dan pemadam kebakaran.
Menurut Sutopo, titik panas di Kalimantan Timur, khususnya di Kutai Kartanegara dan Kutai Timur sudah terpantau sejak dua minggu terakhir, seperti kebakaran lahan 5 hektar di Desa Muhurun, Kecamatan Kenohan, Kabupaten Kutai Kartanegara pada 30 Januari tahun ini.
KLIK JUGA : Di Sumatera, Riau Nomor 2 Paling Tinggi Pengangguran
"Lahan itu sengaja dibakar oknum masyarakat untuk pembukaan lahan," kata dia.
Sementara itu, Kebakaran hutan dan lahan di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara, dilakukan oleh oknum masyarakat dengan alasan hutan bebas dan untuk buka lahan baru.
Bahkan kebakaran di sekitar areal hutan lindung di Bontang pada 20 Februari 2016 menyebabkan 3 orangutan terbakar.
BNPB memperkirakan, kemarau tahun 2016 tidak akan sekering tahun 2015 Sebab El Nino diprediksi akan berakhir pada April, untuk selanjutnya fenomena La Nina akan menguat sehingga musim kemarau relatif basah di wilayah Indonesia.
"Musim hujan diperkirakan akan datang lebih awal dan intesitas hujan lebih tinggi pada musim penghujan 2016/2017. Kondisi ini tentu akan memudahkan kami dalam upaya antisipasi kebakaran hutan dan lahan," ujar dia.