RIAU ONLINE - Bagi sebagian masyarakat Indonesia, kemunculan burung gagak hitam dianggap sebagai pertanda kematian bagi anggota keluarga. Apalagi, jika burung gagak itu mereka berkumpul dan berkuak dengan keras.
Namun, tahukah Anda, sesungguhnya Burung Gagak ini kelakuannya sebagian besar masih menjadi misteri, karena para ilmuwan harus bertumpu pada informasi belum tentu benar terkait perilaku tersebut.
Sebuah tim kini tengah bersiap menguak fakta itu, mengapa burung gagak tampak penuh perhatian ketika saudara-saudaranya meninggal? (Baca Juga: Gara-gara Lebah, Pilot Garuda PIlih Balik ke Apron)
Untuk mencari jawabannya, mereka melakukan eksperimen yang inovatif, dengan berfokus pada pengetahuan bahwa burung gagak tidak pernah lupa wajah yang mengancam mereka.
Fakta ini ditemukan dari riset sebelumnya. Serangkaian penelitian dipimpin John Marzluff dari Universitas Washington di Seattle, Amerika Serikat, mengungkapkan gagak akan mengingat manusia yang tampak berbahaya bagi mereka.
Burung-burung gagak itu, seperti dilansir dari bbc, kemudian mengajari gagak lain untuk berkuak dengan keras pada wajah itu, sehingga semua komunitas gagak juga ikut berkuak pada wajah yang sama, bahkan tujuh tahun kemudian.
Untuk mengantisipasi tindak kekerasan dilakukan gagak, wajah yang dipakai bukanlah wajah asli, melainkan topeng realistik berbahan lateks.
Menggunakan topeng samaran sejenis, para peneliti lantas melakukan riset baru. Di sebuah area, Kaeli Swift, peneliti yang juga berasal dari Universitas Washington, selalu memberikan makanan kepada sekelompok burung gagak. Sehingga para gagak akan mengasosiasikan tempat itu sebagai lingkungan yang ramah. (Klik Juga: Cantiknya Butung Bangau, Bisa Dilihat saat Susuri Sungai Siak)
Dengan memberi makanan, ia berlaku sebagai ‘polisi baik’. Namun akan ada satu individu bertopeng berperan sebagai ‘polisi jahat’, datang ke lokasi dengan menggenggam gagak mati. Orang bertopeng ini akan ada di situ sekitar 30 menit.
“Saya selalu menjadi pemberi makan yang ramah, berperilaku baik. Saya tidak memperlakukan gagak sebagai musuh,” kata Swift. “Saya akan membagi makanan, lalu orang kedua datang.”
“Dia akan membawa gagak mati, tidak dalam cara yang kejam, dan tidak juga menirukan adegan pembunuhan, tetapi hanya memegangnya seakan-akan seperti baru saja diambil dari tong sampah. Telapak tangan dibuka seperti Anda memegang nampan.”
Pada hari pertama manusia bertopeng datang, para gagak menghindari makanan yang dibawakan Swift. Mereka malah berkuak dan berkerumun, sama seperti mereka berkumpul dalam kelompok besar ketika merasakan ada hal-hal yang mengancam.
Tapi dalam kasus ini, kerumunan itu bisa memiliki lebih dari satu tujuan, kata peneliti. Ini termasuk “merendahkan predator, menampilkan dominasi, atau pembelajaran sosial terhadap orang atau tempat yang berbahaya.” (LIhat Juga: Babon Primata Demokratis Ambil Keputusan)
Jika seekor elang ditempatkan di sebelah gagak, para gagak juga akan menghindari makanan, mengindikasikan mereka percaya bahwa elang adalah sebuah bahaya.
Ketika manusia bertopeng datang esok harinya, bahkan tanpa gagak mati, para gagak tetap menghindari makanan. Ini menunjukan bahwa gagak akan menghindari area atau sesuatu yang dianggap berbahaya terhadap spesies mereka.
Dengan kata lain, mereka paham apa itu kematian dan tahu bahwa mereka harus takut pada kematian. “Ini menunjukan bagaimana gagak melihat kematian, setidaknya sebagian, sebagai ‘momen pembelajaran’. Itu adalah sinyal bahaya, dan bahaya adalah sesuatu yang harus dihindari,” kata Swift.
Ketakutan terhadap situasi berbahaya akan selalu ada dalam perilaku mereka. Bahkan enam pekan setelahnya, sepertiga dari 65 pasang gagak terus merespon dengan perilaku yang sama.
Riset diterbitkan pada jurnal ilmiah Animal Behaviour ini adalah satu dari penelitian yang ingin lebih memahami bagaimana binatang merespons kematian mereka.
Tipe burung gagak lain, yang dikenal dengan nama western scrub jay, juga diketahui melakukan ‘tipe pemakaman’ yang sama ketika mereka melihat sesamanya mati.
Tetapi bedanya western scrub jay juga merespon negatif ketika burung lain yang berukuran sama mati. Sedangkan gagak tidak demikian. Jika orang bertopeng membawa merpati mati misalnya, gagak tampak tak terganggu.
Temuan-temuan ini memperlihatkan seperapa penting ingatan mereka untuk belajar dan mengingat detail wajah manusia. Ini adalah keahlian yang membantu mereka membedakan orang-orang berbahaya dari yang tidak.
“Ini adalah contoh bagaimana gagak telah berevolusi untuk hidup dengan sukses bersama manusia,” kata Swift kepada BBC Earth. (Baca: Jalan Lingkar Barat Duri Ancam Populasi Gajah)
Gagak kini diketahui menjadi salah satu kelompok burung yang bisa mengenali atau mungkin berduka atas kematian sesamanya. Gajah, jerapah, simpanse, dan juga beberapa jenis burung Corvid lainnya juga diketahui berkerumun di rekan-rekannya yang baru saja mati.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline