RIAU ONLINE, JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi harus dihentikan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah dan DPR menghentikan tidak hanya sekadar menunda pembahasan.
"Harus dipahami bahwa penolakan publik terhadap RUU KPK bukan hanya penolakan terhadap substansi yang melemahkan KPK, melainkan juga desakan untuk menghentikan dan mengeluarkan RUU KPK dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014-2019," tulis ICW melalui siaran pers diterima di Jakarta, Jumat (16/10/2015), seperti dikutip Antara. (KLIK: Ini Kehebatan Pesawat Water Bombing Milik Malaysia)
ICW menilai, penundaan tersebut hanya untuk meredam kemarahan dan penolakan publik sesaat serta menunjukkan Presiden RI Joko Widodo tidak peka dengan suara publik.
Menurut ICW, sikap Presiden berkompromi dengan kepentingan DPR hanya akan menggambarkan ketidaktegasan dan mulai lunturnya komitmen pemerintah dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi. (BACA JUGA: Hati-hati Penipuan dengan Modus Ganjal ATM)
"Presiden bahkan terkesan mulai berpaling dari janji dan program Nawacita yang menekankan penguatan KPK," kata ICW.
Oleh karena itu, ICW mendesak Presiden Jokowi dan pimpinan DPR untuk mendengarkan kembali aspirasi publik yang menginginkan penghentian pembahasan RUU KPK dan mengubah keputusan penundaan menjadi penghentian.
ICW juga mendesak DPR untuk mengeluarkan RUU KPK dari Prolegnas karena masih banyak RUU lain yang lebih mendesak untuk dibahas.
Pemerintah dan DPR telah bersepakat menunda pembahasan RUU KPK. Kesepakatan ini tercapai setelah Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR bertemu dalam rapat konsultasi di Istana Negara, Selasa (13/10/2015) sore.
Pemerintah dan DPR sepakat untuk membahas RUU KPK pada masa sidang selanjutnya, yaitu pada tahun 2016.