RIAU ONLINE, YOGYAKARTA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah mengumumkan Hari Raya Idul Adha 1436 Hijriah jatuh pada hari Rabu, 23 September 2015 yang sehari lebih cepat dari tanggal yang secara resmi telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dan Arab Saudi pada Kamis, 24 September 2015.
Dilansir dari voaindonesia.com, Ketua Umum PP Muhammdiyah Haedar Nashir menjelaskan, terjadinya perbedaan tersebut disebabkan karena Muhammadiyah yang menggunakan metode hisab murni (perhitungan). (BACA JUGA: Inilah Kekaguman JK terhadap Muktamar Muhammadiyah)
Terkait adanya perbedaan tersebut, ia meminta agar pemerintah pusat maupun daerah beserta seluruh jajarannya dapat memberikan kesempatan, memfasilitasi, dan menjamin keamanan untuk warga Muhammdiyah dan kaum Muslimin yang akan menunaikan shalat Idul Adha yang lebih dari penetapan yang diberikan pemerintah.
”Karena perbedaan ini sering, ini menyangkut konteks beragama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbedaan ini murni karena ijtihad (upaya) dan cara kita menjalankan agama yang masih belum bisa kita cari titik temunya. Kami meminta kepada pemerintah dan seluruh pihak memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Muhammadiyah dan umat Islam yang melaksanakan Idul Adha pada tanggal 23 September atau pada hari Rabu," ungkapnya.
PP Muhammadiyah juga menghimbau kepada warga Muhammadiyah dan pimpinan cabang serta ranting agar dalam pelaksanaan ibadah dapat berkoordinasi dengan pihak berwenang, menjaga ketertiban, kerukunan dan toleransi terhadap umat yang melaksanakan Idul Adha yang berbeda hari.
Walaupun berbeda, Ketua Majelis Tarjih Muhammdiyah, Yunahar Ilyas menuturkan, PP Muhammdiyah tidak perlu meralat atau mengubah Hari Idul Adha yang telah ditetapkan tersebut. (BACA JUGA: PNS Dapat THR, Tapi Kenaikan Gaji Dihapus)
"Banyak yang mendesak Muhammadiyah bisa nggak meralat keputusannya. Nah, saya katakan keputusan itu ditetapkan oleh Majelis Tarjih dengan metode yang sudah ditetapkan di tingkat Munas (Musyawarah Nasional). Dan Muhammadiyah tidak perlu mengubahnya karena Muhammadiyah tidak merasa salah metodenya," katanya.
"Yang perlu diluruskan adalah persepsi masyarakat umum yang mengira puasa Arafah itu puasa Wukuf, puasa yang dikaitkan dengan Wukuf (rangkaian dalam berhaji). Padahal Nabi Muhammad SAW itu wukuf hanya satu kali karena beliau berhaji satu kali."
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammdiyah, Rahmad Wibowo mengatakan adanya perbedaan metode yan digunakan dalam menetapkan awal bulan yang menggunakan metode hisab dan rukyah. Memprediksi tanggal akan mudah dengan menggunakan metode hisab, karena bisa dihitung dengan rumusan yang sudah pasti. Jika menggunakan metode rukyah yang menggunakan cara mengamati secara fisik untuk melihat awal bulan tidak memberikan kepastian sebab dipengaruhi oleh banyak faktor saat melakukan pengamatan.
“Ketika berbeda metodenya antara hisab dan rukyah itu tidak bisa kita prediksi karena rukyah momennya hanya satu kali saja. Misalnya untuk Dzulhijah yang bulan ini; Muhammadiyah berbeda dengan pemerinta Arab Saudi. ketahuan berbeda itu ketika di Arab Saudi itu sudah melakukan Rukyah," ujarnya.
"Lewat hisab kita bisa mengetahui posisi atau kawasan mana saja yang hilal (awal bulan) itu bisa terlihat, mustahil terlihat."
Beberapa instansi pemerintah dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menanggapi adanya perbedaan dalam melaksanakan shalat Idul Adha yang jatuh pada hari Rabu (23/9/2015) telah memberikan izin kepada karyawan yang melaksanakan shalat Idul Adha. Akan tetapi mereka harus kembali melakukan tugas mereka kembali. Meskipun demikian libur tetap jatuh pada Kamis (24/9/2015).
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline