Masih Berani Terima Uang Terima Kasih?

Pemberian-Uang.jpg
(INTERNET)

RIAUONLINE - Dalam pekerjaan sehari-hari, kita kerap dihadapkan pada pilihan menerima atau tidak menerima “uang tanda terima kasih”. Kendati kita tidak memintanya, namun kadang hati nurani bertanya, jika uang itu diterima, apakah halal, haram, atau syubhat?

 

Alumnus S2 Wefaq ul Madarise al-Salafia Faisal Abad, Pakistan, Jurusan Arabic dan Islamic Studies, Herlini Amran, menuturkan, dalam agama Islam, telah ditetapkan dengan jelas mengenai harta yang halal dan haram.

 

(Baca Juga: Sudah Cuti Panjang, 30 PNS Pemkot Masih Terlambat

 

“Harta haram yang diungkap secara umum adalah memakan harta dengan cara batil seperti mengambil hak orang atau menerima penghasilan dengan tidak wajar atau tidak secara makruf,” kata Herlini menjelaskan sebagaimana dikutip dari Majalah Ummi.

 

 

Sedangkan harta haram yang disebutkan secara langsung atau khusus, antara lain riba, judi, suap (risywah), mencuri dengan cara korupsi (ghulul), mengambil paksa (ghasab), dan lain sebagainya.

 



(Baca Juga: Calo Tetap Berkeliaran di Samsat Simpangtiga

 

Sejatinya, menurut Herlini, dalam kondisi apapun setiap Muslim harus memegang prinsip kehati-hatian (wara') dari semua harta yang syubhat dan haram.

 

Rasullullah SAW bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara yang syubhat." (HR Bukhari Muslim).

 

“Apabila Anda menerima pemberian tersebut, Anda perlu memperhatikan hal-hal berikut, dan menyesuaikannya dengan kondisi Anda,” tegas Herlini.

 

(Baca Juga: Bupati Bengkalis Tersangka Korupsi Bansos

 

Ia menjelaskan, beberapa pemberian uang dilihat dari motifnya, sebagai berikut: 

 

1. Jika pemberian tersebut diberikan sebagai imbalan dari tugas yang bukan bagian dari kewajiban Anda, maka boleh diterima sebagai jasa dari kerja Anda.

2. Jika pemberian tersebut diberikan atas kerja yang sudah menjadi tugas kewajiban Anda, maka termasuk risywah (suap), tidak boleh diterima.

3. Jika pemberian itu diberikan sebagai imbalan atas kerja Anda yang bersifat spesifik dari tugas dan kewajiban Anda yang bersifat umum, maka boleh diterima apabila aman secara syar'i, qanuni (sesuai undang-undang atau peraturan) dan urfy (menurut kebiasaan atau tradisi).

4. Jika pemberian itu diberikan karena posisi Anda, tidak ada kaitannya dengan tugas dan kewajiban Anda, maka boleh diterima jika tidak berasal dari anggaran negara. Misalnya, pemberian berasal dari pihak swasta dan murni karena bentuk penghormatan. Namun apabila ada tujuan jangka panjang agar mendapatkan kepentingan tertentu, sebaiknya pemberian tersebut tidak diterima.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline