RIAUONLINE, JAKARTA — Maraknya jual beli ijazah palsu menunjukkan pola pikir masyarakat yang menganggap remeh proses mempelajari ilmu pengetahuan. Di samping itu, tampak bahwa masih banyak orang yang tidak memahami arti, fungsi, dan kebutuhan sebuah ijazah.
Ijazah kini disalahgunakan sebagai komoditas bisnis. Akibatnya, lembar kertas tersebut tidak bisa lagi dijadikan sebagai penjamin pengetahuan dan keterampilan pemiliknya.
"Untuk menghentikan praktik ilegal ini, pemikiran masyarakat yang harus diubah," kata pakar pendidikan yang juga mantan Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Djoko Santoso ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (31/5). Selain itu, praktik ini jelas melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ia menjelaskan, tidak setiap pekerjaan membutuhkan gelar sarjana. Misalnya, gelar doktor atau pendidikan strata tiga hanya diwajibkan bagi orang-orang yang bekerja sebagai peneliti dan dosen perguruan tinggi (PT). Gelar strata dua atau magister hanya diperlukan oleh mereka yang bekerja di tingkat manajerial.
"Pekerjaan sebagai pengusaha, politisi, ataupun bintang film tidak memerlukan gelar sarjana. Toh, orang tidak akan meremehkan apabila kemampuan mereka memang sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing," ujar Djoko.
Pemahaman
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah perusahaan dan lembaga yang ingin merekrut karyawan sebaiknya menekankan kebutuhan kepada kemampuan kerja, bukan kepemilikan ijazah ataupun indeks prestasi kumulatif (IPK). Jangan sampai ijazah menjadi segalanya tanpa memperhatikan kecakapan individu. "IPK hanya menunjukkan bahwa orang tersebut pandai dalam perkuliahan, tetapi belum tentu cocok dengan pekerjaan yang ditawarkan," kata Djoko.
Perusahaan hendaknya melakukan verifikasi kemampuan pelamar dengan cara memeriksa referensi dan status almamater pelamar di situs Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yaitu forlap.dikti.go.id. "Kalau pelamar ternyata lulus dari PT yang rekam jejaknya bermasalah, kualitasnya tentu meragukan," kata Djoko.
Salah satu perguruan tinggi yang terbukti bermasalah oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi ialah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Adhy Niaga di Bekasi, Jawa Barat. Perguruan tinggi ini meluluskan para mahasiswa yang satuan kredit semesternya belum mencukupi untuk diwisuda.
Direktur Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Supriadi Rustad mengatakan, izin operasi perguruan tinggi tersebut akan dicabut. "Kami harap para pengurus mau patuh dan bekerja sama. Apabila tidak, perkara akan kami ajukan ke kepolisian," ujarnya.