Manisnya Bisnis Tambang yang Membinasakan Salim Kancil

salim-kancil.jpg
(INTERNET)

 

RIAU ONLINE, SURABAYA - Siapa yang tidak mau mendapatkan uang Rp30 juta dalam sehari? Tentu semua orang menginginkannya. Bisnis tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-awar inilah yang cukup menggiurkan bagi pemilik modal.

 

Tidak heran jika sang empu Kepala Desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Hariyono dengan dibantu oleh mantan tim suksesnya yang dikenal dengan sebutan Tim 12 harus melakukan segala cara untuk melanggengkan bisnisnya itu.

 

Tak terkecuali dengan menggunakan teror hingga pembunuhan siapa saja yang dianggap menjadi batu sandungan untuk bisnis tersebut. Artinya, duit bisa berbicara mengerahkan massa untuk mencabut nyawa seseorang seperti yang dialami petani yang juga aktivis tambang Salim Kancil. (KLIK: Tak Ada yang Berani Menolong Ayah Saya..)

 

Tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-awar ini cukup menjanjikan karena bisa menghasilkan uang hingga Rp30 juta per hari. Sayangnya, uang tersebut masuk ke kantong Kepala Desa Selok Awar-awar beserta kroni-kroninya.

 

Koordinator Laskar Hijau A'ak Abdullah Al Kudus mengungkapkan, seluruh tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-awar ini dikelola oleh Kepala Desa dan anak buahnya. Mereka kemudian mengelola tambang pasir ilegal di Desa Selok Awar-awar yang memiliki luas sekitar 10 hektare.



 

Untuk menuju lokasi tersebut membutuhkan waktu 15 menit dari Balai Desa Selok Awar-awar. Hasil tambang ini adalah pasir kemudian ditimbun di stockpile atau tempat penyimpanan sementara hasil tambang. (BACA JUGA: Warga Padang Marah dengan Panitia Tour de Singkarak)

 

Sebagian besar pasir itu diangkut truk ke beberapa daerah di luar Lumajang untuk bahan bangunan. Dan sebagian lainnya diolah menjadi untuk diambil bijih besinya dan diekspor untuk kebutuhan industri logam, baja, juga semen.

 

"Setiap hari ada truk dan alat berat yang lalu lalang mengangkut pasir tersebut," kata pria yang akrab disapa Gus A'ak seperti dikutip dari Okezone, baru-baru ini.

 

Dari hasil investigasi di lapangan, kata A'ak, satu truk berisikan pasir Lumajang ini dijual dengan harga Rp270 ribu. Sementara setiap hari sekitar 100 unit truk yang lalu lalang mengambil pasir. Tak cukup di situ, setiap truk yang mengangkut pasir ini harus membayar Rp30 ribu untuk biaya portal.

 

"Total penerimaan per satu hari sekitar Rp300 ribu. Jika diasumsikan 100 truk maka setiap hari ada uang masuk Rp30 juta," katanya.

 

Sementara tambang pasir ilegal ini dikuasai Kepala Desa Selok Awar-awar Hariyono sejak tahun 2014. A'ak juga menyebut, uang tersebut masuk ke kantong pribadi kepala desa untuk membayar operasional dan lain-lain. A'ak juga mengaku tidak tahu menahu siapa backing di balik penambangan pasir ilegal ini.

 

"Yang jelas dikuasi oleh Kepala Desa Selok Awar-awar. Beberapa alat berat untuk menambang pasir itu milik kepala desa. Informasi yang saya terima alat berat itu dibeli dengan cara kredit," jelasnya.

 

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline