RIAU ONLINE - Umat Kristiani di dunia sangat menantikan Natal. Perayaan yang digelar setiap 25 Desember ini diperingati sebagai ahri kelahiran Yesus Kristus.
Tak hanya bertukar kado, Natal selalu identik dengan berbagai ornamen khas berwarna merah dan atau putih. Ketika Natal, pohon Natal dengan berbagai hiasan akan mudah dijumpai di rumah-rumah hingga menghiasi berbagai tempat keramaian masyarakat.
Tapi tahukah kamu? Pohon Natal selalu identik dengan pohon cemara. Mungkinkah pohon dibuat dari pohon selain cemara?
Menurut Britannica, sebagaimana dilansir dari kumparan, Jumat, 23 Desember 2022, ada sejarah panjang di balik penggunaan pohon cemara sebagai pohon Natal. Pohon cemara yang digunakan sebagai rangkaian hiasan Natal berbentuk bulat (wreath) atau memanjang (garland) merupakan kebiasaan orang Mesi Kuno, China, dan Ibrani untuk melambangkan kehidupan yang abadi.
Sedangkan di Eropa, pohon cemara dijadikan sebagai simbol taubat meraka ke dalam agama Kristen. Sementara di Skandavia, orang-orang mendekorasi rumah dengan pohon Natal sebagai salah satu cara menakut-nakuti iblis, menangkal kekuatan sihir, serta penyakit.
Di Jerman, para penduduk biasanya akan memasang pohon Yule di pintu masuk atau di dalam rumah ketika musim tiba. Ternyata, pohon Natal modern yang digunakan lebih banyak digunakan berakar dari budaya Jerman bagian barat.
Pohon Natal dari cemara lengkap dengan hiasannya digambarkan sebagai pohon surga di Taman Eden. Penyebutan ini tidak terlepas dari kisah Adam dan Hawa.
Setiap 24 Desember, pohon itu akan dipajang di rumah-rumah mereka. 24 Desember dianggap sebagai hari keagamaan Adam dan Hawa.
Biasanya akan digantung apel. Selain itu ada pula wafer di atasnya sebagai simbol perjamuan Ekaristi. Di sekitarnya juga dipasang sejumlah lilin sebagai simbol Kristus yang menerangi dunia.
Tradisi tersebut akhirnya tersebar luas di kalangan Lutherman Jerman pada abad ke-18. Namun, baru pada abad ke-19 pohon Natal menjadi tradisi yang mengakar di Jerman.
Tradisi menghias pohon cemara sebagai pohon Natal juga diperkenalkan oleh Pangeran Albert, suami Ratu Victoria yang berdarah Jerman. Saat itu, ia memperkenalkan Pohon Victoria yang dihiasi dengan mainan, hadiah, dan juga lilin kecil.
Kebiasaan tersebut akhirnya menyebar ke berbagai tempat. Tradisi menghias pohon Natal juga dibawa oleh seorang pemukim Jerman hingga akhirnya tradisi ini tersebar luas di Austria, Swiss, Polandia, hingga Belanda. Adapun, di China dan Jepang, pohon Natal diperkenalkan oleh misionaris Barat pada abad ke-19 dan 20.