Laporan: Dwi Fatimah
RIAUONLINE, PEKANBARU - Orang tua, terkadang memberikan ekspektasi atau harapan tertentu kepada anak. Misalnya, tidak jarang orang tua berharap anak menjadi seperti yang mereka inginkan, seperti ada orang tua yang ingin anaknya menjadi polisi, tentara, dokter, atlet, atau lainnya.
Selain itu, ada juga orang tua yang memaksakan kehendak terhadap anak mereka. Misalnya, memaksakan anak mereka untuk sangat rajin beribadah, juara kelas, jago berbahasa asing, dan sebagainya.
Sebenarnya itu wajar, sebagai orang tua tentu ingin memberikan semua yang terbaik untuk anak. Tapi tahukah Anda? Memberi ekspektasi atau harapan tertentu kepada anak malah membebaninya.
Relasi orang tua yang merasa lebih berkuasa terhadap anak terwujud dalam bentuk perintah, hukuman, larangan tanpa adanya komunikasi timbal balik dan kesepakatan terlebih dahulu. Selain itu, pengambilan keputusan sering dilakukan menurut standar ideal orang tua, mulai dari masalah mengikuti les, memilih jurusan saat kuliah, pekerjaan, hingga jodoh.
Terkadang orang tua sering mengabaikan pendapat, hak dan keinginan anak. Seolah orang tua bisa mengendalikan semua jika ada yang tidak sesuai dengan keinginan. Padahal menghargai keinginan anak salah satu kunci hubungan harmonis antara orang tua dan anak
Pengalaman pahit orang tua ketika masa muda, bisa jadi faktor utama pemaksaan kehendak pada anak. Orang tua tak mau anaknya mengulangi kesalahan yang sama dan selalu berharap anaknya hidup lebih baik.
Padahal, banyak dampak buruk dari pemaksaan kehendak orang tua terhadap anak. Orang tua yang terlalu memaksakan kehendak kepada anak akan cenderung menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang besar bagi anak untuk mengemukakan pendapat. Orang tua otoriter juga umumnya bersikap sewenang-wenang dalam membuat keputusan dan memaksakan peran atau pandangan pada anak, atas dasar kemampuan dan kekuasaan diri.
Adapun dampak buruk pemaksaan keinginan orang tua terhadap anak yakni:
Anak akan takut berpendapat
Anak yang dibesarkan dengan orang tua yang suka memaksakan kehendak akan cenderung takut untuk mengemukakan pendapat, ketika memasuki dunia sekolah dan kerja. Sebab, orang tua mereka terbiasa untuk menutup rapat-rapat ruang untuk berdiskusi. Hal ini akan membuat anak merasa ragu dan takut ketika akan mengutarakan pendapatnya pada orang lain.
Tidak bisa membuat keputusan
Tak hanya takut berpendapat, anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter juga akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak bisa membuat keputusan sendiri. Hal ini dikarenakan, sejak kecil mereka terbiasa mengikuti semua hal yang dikatakan dan diputuskan oleh orang tuanya. Selain itu, anak akan mengalami kesulitan untuk menolak atau mengatakan tidak pada orang lain.
Anak menjadi pembangkang
Pemaksaan yang terus terjadi bisa membuat anak menjadi mudah marah, sulit diatur, hingga membangkang. Di luar itu, anak jadi kurang memiliki kepercayaan diri dan menjadi sosok yang negatif sehingga mengganggu tumbuh kembang emosional hingga otaknya.
Rentan depresi
Anak yang sering mendapatkan paksaan dari orang tuanya cenderung akan rentan depresi. Pola asuh otoriter dengan memaksakan kehendak orang tua terhadap anak membuat anak tidak bahagia.
Kurang memiliki motivasi
Kebebasan anak yang dikekang oleh kehendak orangtua dapat membuat anak kurang memiliki motivasi, terutama dalam menentukan perilaku yang tepat. Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang mudah takut dan cemas, lantaran kurang terpenuhinya rasa aman dan kasih sayang dari orangtua.