Orangtua Jangan Bertengkar di Depan Anak, Ini Dampak Buruknya

Pertengkaran-Orangtua2.jpg
(Haibunda.com)


Laporan: Dwi Fatimah

RIAUONLINE, PEKANBARU - Sebagai pasangan suami istri, terkadang ada pertengkaran dalam rumah tangga. Akan tetapi, jangan melakukannya di depan anak. Hal ini tentu berdampak buruk pada mental anak bahkan dapat menimbulkam trauma di masa depan.

Bentakan, cacian dan makian yang dilontarkan orangtua saat bertengkar di depan anak akan menjadi ingatan buruk pada baginya dan membekas hingga ia besar nanti.

Jika orangtua sering bertengkar di depan anak, anak bisa mencontoh perilaku orangtuanya. Selain itu, banyak hal negatif yang berdampak pada anak jika sering melihat pertengkaran orangtua:

1. Menimbulkan kecemasan dan berisiko mengalami depresi

Anak yang sering melihat orangtuanya bertengkar akan berdampak pada psikologis anak. Orang tua bertengkar di depan anak bisa memengaruhi mental anak, kesehatan, performa akademik, hingga kehidupan sosial yang melibatkan pertemanan dan hubungan cinta di masa depan.

Sebuah studi menyatakan, anak yang tumbuh di lingkungan penuh konflik akan memiliki masalah kesehatan fisik, emosional dalam jangka panjang.

Ketika anak sering melihat orang tua bertengkar, mereka menjadi cemas, khawatir, bahkan frustasi. Dan mereka akan melampiaskannya dengan cara rewel, tantrum, hingga prestasi yang menurun di sekolah.

2. Membuat anak stres



Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pertengkaran orangtua yang disaksikan oleh anak bisa menyebabkan peningkatan produksi hormon stres anak.

Bahkan bayi pun bisa terkena efeknya. Saat tertidur, bayi bisa merekam suara-suara keras dan teriakan di sekelilingnya. Selain mengganggu tidurnya, suara-suara yang keras ini juga bisa mengganggu perkembangannya.

3. Sulit bersosialisasi dengan orang lain

Anak-anak yang sering menyaksikan orang tuanya bertengkar cenderung menjadi sulit untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Ia merasa malu jika teman-temannya tahu bahwa kedua orang tuanya sering bertengkar, dan akhirnya jadi sulit berteman.

4. Anak cenderung menjadi nakal

Konflik pada orang tua bisa membuat anak merasa kurang diperhatikan. Akhirnya, anak akan mencari perhatian dengan caranya sendiri, misalnya dengan melakukan kenakalan di rumah atau masalah di sekolah.

5. Anak tidak akrab dengan saudara kandung

Bila pertengkaran ini berujung pada perceraian, hubungan anak dengan saudara kandungnya juga bisa menjadi renggang. Bunda atau Ayah mungkin akan membawa salah satu anak, dan tidak keduanya. Perceraian pun akhirnya memisahkan mereka.

Meskipun bertengkar merupakan salah satu cara menyelesaikan konflik bagi orangtua, namun dampaknya tidak selalu baik bagi anak. Saat orangtua sudah berbaikan, kenangan saat melihat orangtuanya bertengkar tetap melekat dalam ingatan anak, dan kecemasannya hanya berkurang sedikit.

Memang, anak tidak paham dengan apa yang terjadi pada orangtuanya dan tidak mengerti apa yang membuat orangtuanya bertengkar, tetapi anak mengetahui jika orangtuanya saling membenci. Perasaan anak sangat peka, memiliki intuisi yang tajam, dan dapat merasakan emosi dan perasaan orangtuanya.

Seorang Psikolog Klinis, Yanwar Arief menjelaskan, jika berselesih paham dengan pasangan, ada baiknya pindah atau pergi dari tempat terjadinya perselisihan untuk meredamkan emosi.

“Jangan pernah bertengkar di depan anak. Sebab hal itu memberikan dampak negatif jangka panjang pada anak. Selesaikan perselisihan antar orangtua di luar rumah atau segera pindah dari tempat perselisihan untuk meredam emosi,” jelas Yanwar.

Ketika amarah sedang mendidih, kita sering mengatakan hal yang akan disesali. Oleh sebab itu, ketika amarah sudah di ubun-ubun, menjauhlah dari pasangan dan anak. Tidak perlu menyelesaikan semua masalah saat itu juga.

Ambil waktu untuk menenangkan diri, dan setelah pikiran jernih kita bisa melihat masalah dengan lebih jelas tanpa diselimuti amarah.