Pimpin Apel Kesiapan Jambore Karhutla, Gubri Beberkan 3 Prinsip Hadapi Karhutla

Pimpin-Apel-Kesiapan-Jambore-Karhutla-Gubri-Beberkan-3-Prinsip-Hadapi-Karhutla.jpg
(Defri Candra/Riau Online)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Gubernur Riau (Gubri), Abdul Wahid, memimpin langsung Apel Kesiapan Penyelenggaraan Jambore Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) 2025 yang digelar di Halaman Kantor Gubernur, Pekanbaru, Selasa, 22 April 2025.

Kegiatan Apel Jambore Karhutla ini diikuti oleh unsur pemerintah daerah, TNI, Polri, relawan kebencanaan, dan ratusan perwakilan generasi muda.

Gubri Wahid menekankan pentingnya sinergi dan kesadaran bersama dalam menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan yang masih menjadi momok tahunan di wilayah ini.

Sebagai bagian dari upaya penguatan mitigasi bencana, Provinsi Riau telah menetapkan status Siaga Darurat Bencana Karhutla melalui Keputusan Gubernur Riau Nomor 292/III/2025, yang mulai berlaku sejak 27 Maret hingga 30 November 2025.

"Dalam menghadapi bencana, kita tak bisa bekerja sendiri. Kita butuh pengelolaan yang terencana dan menyeluruh, dengan memahami risiko, kapasitas yang kita miliki, serta menetapkan prioritas penanganan," tegas Wahid didampingi Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan.

Menurut Wahid, penanggulangan Karhutla tidak hanya berhenti pada tindakan pemadaman dan penegakan hukum, tetapi juga harus dilengkapi dengan upaya edukasi, khususnya kepada generasi muda.

"Jambore Karhutla 2025 ini adalah platform strategis untuk mendidik masyarakat, khususnya Gen Z. Kita ingin mereka memahami bahwa Karhutla bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga masalah kemanusiaan," jelasnya.

Gubernur Wahid juga memperkenalkan tiga prinsip utama yang menurutnya menjadi pondasi penting dalam kehidupan bermasyarakat dan penanggulangan bencana, Global Security, Environmental Ethics, dan Human Solidarity.


  1. Global Security

Di tengah keterbukaan informasi dan dinamika global seperti konflik antarnegara dan perubahan iklim, kita tidak bisa menutup mata. Semua itu berdampak langsung ataupun tidak langsung terhadap kita. Karena itu, pemahaman terhadap situasi global sangat penting dalam menentukan arah kebijakan lokal.

  1. Etika Lingkungan (Environmental Ethics)

Kita harus hidup selaras dengan alam. Lingkungan yang sehat adalah hak anak cucu kita. Menjaga kelestarian bukan sekadar pilihan, tapi kewajiban.

  1. Solidaritas Kemanusiaan (Human Solidarity)

Ini bukan sekadar soal kepedulian, tapi juga rasa saling memiliki dan membantu. TNI, Polri, pemerintah, dan seluruh lapisan masyarakat harus saling bahu-membahu. Solidaritas adalah energi utama kita.

Gubernur juga menekankan bahwa stigma Riau sebagai daerah “langganan kebakaran” harus diakhiri. 

Menurutnya, dengan kebersamaan semua elemen, termasuk peran aktif Gen Z, stigma tersebut bisa diubah menjadi citra baru, Provinsi yang tanggap dan tangguh dalam penanggulangan bencana.

“Melalui Jambore Karhutla 2025 ini, kita ingin membentuk generasi muda yang peduli, aktif, dan siap menjadi garda terdepan dalam pelestarian lingkungan,” tambah Wahid.

Jambore Karhutla 2025 sendiri dirancang sebagai ajang pelatihan, simulasi, edukasi, dan kampanye publik, yang melibatkan berbagai unsur mulai dari pelajar, mahasiswa, aktivis lingkungan, hingga tokoh masyarakat. 

Harapannya, program ini tidak hanya meningkatkan kesiapsiagaan teknis, tetapi juga membangun kesadaran kolektif dan rasa tanggung jawab sosial dalam menjaga alam Riau.

"Dengan semangat kebersamaan, kita akan mampu mengubah tantangan menjadi kekuatan. Bersama, Riau bisa!" tutup Gubri.