RIAU ONLINE, PEKANBARU - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 yang membengkak dari Rp1,3 miliar menjadi Rp3,5 miliar, membuat Gubernur Provinsi Riau Abdul Wahid mengaku pusing tujuh keliling.
Apalagi, menurutnya, tidak ada potensi pendapatan lain yang bisa digali bahkan tidak ada aset yang bisa dijual untuk menutupi defisit tersebut.
"Dari gubernur-gubernur sebelumnya, belum pernah ada tunda bayar sampai Rp2,21 triliun lebih. Paling Rp200 miliar, Rp250 miliar. Ini membuat kepala saya pusing tujuh keliling. Di nol kan pun kegiatan tahun ini, tetap tidak cukup untuk melunasi tunda bayar itu," ujarnya dalam Forum Konsultasi Publik RPJMD 2025-2029 dan RKPD 2026, Rabu, 13 Maret 2025 lalu.
Akan tetapi, soal defisit anggaran ini sebelumnya sudah pernah disinggung oleh Paslon Gubernur Riau Syamsuar - Mawardi Saleh, yang merupakan salah satu penantang Paslon Abdul Wahid - SF Hariyanto saat Debat Pilgubri 2024 lalu. Saat itu, angka defisit diprediksi baru mencapai Rp1,3 triliun.
"Provinsi Riau saat ini defisit anggaran hingga Rp1,3 triliun. Bagaimana Paslon Abdul Wahid - SF Hariyanto akan mengatasi defisit anggaran ini," ujar Syamsuar saat itu.
Pertanyaan ini pun segera ditangkap oleh Wagubri SF Hariyanto. Dengan percaya diri, SF mengatakan ia pernah menyelesaikan kasus defisit anggaran sebesar Rp1,7 miliar saat menjabat sebagai Sekda Provinsi Riau.
"Pertanyaan ini yang saya tunggu. Pak Syamsuar lupa, saya ini Ketua TAPD, Sekretaris Daerah, saya yang mengelola anggaran. Beliau tidak tahu, tahun 2023 ada defisit Rp1,7 triliun, kita selesaikan, kita rasionalisasi. Karena mungkin sudah tua, lupa dia," jelas SF Hariyanto menanggapi Syamsuar.
Ia juga memaparkan dengan percaya diri sejumlah pendapatan yang bisa digunakan untuk menutupi defisit anggaran Rp1,3 miliar yang masih dalam prediksi tersebut.
"Sekarang masih bulan Oktober (2024), ada triwulan 4 yang masuk dari pusat, itu sekitar Rp400 miliar, pajak kendaraan bermotor sekitar Rp80 miliar perbulan, dan dana PI. Artinya APBD 2024 belum dibahas, kok tahu ada defisit, kayak dukun aja pak," ungkap SF Hariyanto di debat Pilgubri tersebut.
Kenyataannya, pasca dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Riau, Abdul Wahid dan SF Hariyanto justru dihadapkan dengan defisit anggaran hampir tiga kali lipat dari prediksi saat itu.
Bahkan, Abdul Wahid berencana melakukan pemotongan TPP Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menutupi utang tersebut. Pasalnya, ia menyebut para ASN tidak ada pekerjaan untuk tahun 2025.
"Solusi terakhir saya adalah pemotongan TPP ASN karena tahun ini 21 ribuan ASN kita tidak ada kerja. Ini pertimbangan saya saking gentingnya kondisi ini," jelasnya.
Ia menjelaskan, kebijakan nol kegiatan akan diambil agar tunda bayar bisa terlunasi di tahun 2025 dan tidak berkepanjangan hingga tahun depan.
"Biarlah kebijakan saya tahun ini tidak populer. Karena saya nolkan pun kegiatan tahun ini tetap tidak cukup untuk tunda bayar, sampai tidak bisa tidur saya sebelum jam 3 subuh. Saya tidak mau tunda bayar ini lanjut sampai tahun depan," jelasnya.
Adapun defisit anggaran sebesar Rp1,3 triliun tersebut ditambah dengan tunda bayar mencapai Rp2,21 triliun. Sehingga, jika ditotalkan, defisit APBD Riau 2025 mencapai Rp3,5 triliun lebih.
"Defisit anggaran, di sektor tunda bayar, ada lebih dari Rp2,2 triliun. Kemampuan APBD kita secara real hanya Rp8 triliun. Belanja pegawai lebih kurang Rp4 triliun, defisit anggaran sekitar Rp1,3 triliun, artinya kita mengalami defisit secara keseluruhan sebesar Rp3,5 triliun," ujar Wahid dalam Forum Konsultasi Publik RPJMD 2025-2029 dan RKPD 2026, Rabu, 13 Maret 2025 lalu.
Sementara itu, rencana pemotongan TPP ASN sebagai solusi pengurangan angka defisit menuai penolakan dari Anggota DPRD Provinsi Riau Edi Basri. Menurutnya, pemotongan TPP ASN hanya akan melemahkan kondisi ekonomi ASN.
"ASN juga sedang menghadapi tantangan ekonomi yang tidak mudah, jadi sebaiknya TPP tidak dipotong," jelasnya.
Sebagai gantinya, ia meminta agar Pemprov Riau melakukan evaluasi kembali aset-aset Pemprov yang bisa di jual atau disewakan. Seperti mobil dinas.
"Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebaiknya mengevaluasi aset yang tidak terpakai, seperti mobil dinas. Aset-aset tersebut bisa dijual atau disewakan untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kita juga punya banyak aset lainya yang potensial, itu yang harus dimaksimalkan untuk menambah pemasukan," jelasnya, Jumat, 15 Maret 2025.
Anggota DPRD Provinsi Riau Ginda Burnama juga mengatakan bahwa pemotongan TPP ASN adalah pemotongan hak ASN atas upahnya.
"Saya tidak setuju kalau TPP dipotong pak. Hak-hak keringat dari OPD (Organisasi Perangkat Daerah) ini juga harus diperhatikan," jelasnya.
Namun, ia meminta agar Gubernur Riau memutasi oknum-oknum OPD yang tidak bekerja maksimal. Sehingga, ASN dapat bekerja sesuai dengan pengupahannya.
"Oknum-oknum OPD yang tidak bekerja sesuai silahkan pak Gubernur ganti dan rotasi, karena itu juga penyampaian dari masyarakat kepada kita bagaimana pelayanan kita terhadap masyarakat," jelasnya.
Namun, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Budiman justru menyetujui kebijakan pemotongan TPP ASN tersebut. Menurutnya, kebijakan ini cukup strategis meskipun harus dikaji lebih dalam agar tidak mengurangi kinerja ASN dalam pemerintahan.
"Kami mendukung langkah ini, tetapi harus ada perencanaan matang dari Gubernur bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Ini bukan keputusan yang bisa diambil begitu saja, butuh kajian yang mendalam," pungkasnya.