RIAU ONLINE, INHU - Dua mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) di Sekretariat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) divonis 2 dan 1 tahun penjara. Keduanya, terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2017-2018.
Kedua terdakwa, Eva Desi dan Zulfi Nanda, masing-masing menjabat Bendahara BPP di Sekretariat Bawaslu Inhu pada periode berbeda. Eva Desi bertugas dari September hingga November 2017, sebelum digantikan oleh Zulfi Nanda yang menjabat dari November 2017 hingga Desember 2018.
Dalam sidang yang digelar pada Kamis (13/3), majelis hakim yang diketuai Jonson Parancis menyatakan keduanya bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf 2 dan 3 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Terdakwa Zulfi Nanda divonis 2 tahun penjara dan Eva Desi divonis 1 tahun penjara," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Inhu, Winro Tumpal Halomoan Haro Munthe, melalui Kepala Seksi Intelijen, Muhammad Ulinnuha, Jumat, 14 Maret 2025.
Selain hukuman penjara, keduanya juga diwajibkan membayar denda masing-masing Rp50 juta. Jika tidak dibayarkan, hukuman akan ditambah 1 bulan kurungan.
Mereka juga dikenakan sanksi tambahan berupa pembayaran uang pengganti (UP). Eva Desi diwajibkan membayar UP sebesar Rp150 juta, dengan Rp115 juta telah dikembalikan, sehingga tersisa Rp35 juta. Jika tidak dibayar, ia akan menjalani hukuman tambahan 3 bulan penjara.
"Sementara Zulfi Nanda harus membayar UP sebesar Rp260 juta dengan subsidair 1 tahun penjara," tambah Ulinnuha.
Baik pihak terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.
Kasus ini sebelumnya juga menjerat mantan Sekretaris Bawaslu Inhu, Yulianto. Pada sidang, Kamis, 7 Maret 2025, majelis hakim yang dipimpin Salomo Ginting menjatuhkan vonis 4 tahun penjara kepada Yulianto.
Ia terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain hukuman penjara, Yulianto dikenakan denda Rp200 juta atau 2 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp494.692.658. Jika tidak dibayarkan, ia harus menjalani hukuman tambahan 2 tahun penjara.
Kasus korupsi ini bermula dari pengelolaan anggaran Bawaslu Inhu pada tahun 2017-2018, yang saat itu masih bernama Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Inhu.
Lembaga ini menerima anggaran dari APBN dan APBD dengan total pagu Rp18,58 miliar, dengan realisasi mencapai Rp13,63 miliar, termasuk Rp2,35 miliar untuk pengadaan barang dan jasa.
Namun, dalam pelaksanaannya, pengadaan barang dan jasa tersebut dilakukan secara fiktif atau dengan mark up anggaran. Bukti pengeluaran uang pun dibuat tidak sesuai ketentuan, sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp929.004.199.
"Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pejabat negara agar tidak menyalahgunakan kewenangan demi kepentingan pribadi," pungkas Ulinnuha.