Gubernur Pusing 7 Keliling, Pertama Dalam Sejarah Riau Tunda Bayar Rp2,2 Triliun

Kunker-ke-Rohul-Abdul-Wahid-Tinjau-Jembatan-Miring-Sungai-Rokan-Ujung-Batu8.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Gubernur Provinsi Riau, Abdul Wahid mengaku pusing tujuh keliling mengatasi tunda bayar di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau 2025 yang mencapai Rp2,21 triliun.

"Dari gubernur-gubernur sebelumnya, belum pernah ada tunda bayar sampai Rp2,21 triliun lebih. Paling Rp200 miliar, Rp250 miliar,” kata Abdul Wahid.

“Ini membuat kepala saya pusing tujuh keliling. Di nol kan pun kegiatan tahun ini, tetap tidak cukup untuk melunasi tunda bayar itu," imbuhnya.

Oleh karenanya, Abdul Wahid berencana untuk melakukan pemotongan TPP Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menutupi utang tersebut. Pasalnya, ia menyebut para ASN tidak ada pekerjaan untuk tahun 2025.

"Solusi terakhir saya adalah pemotongan TPP ASN karena tahun ini 21 ribuan ASN kita tidak ada kerja. Ini pertimbangan saya saking gentingnya kondisi ini," jelasnya.

Ia menjelaskan, kebijakan nol kegiatan akan diambil agar tunda bayar bisa terlunasi di tahun 2025 dan tidak berkepanjangan hingga tahun depan. 

"Biarlah kebijakan saya tahun ini tidak populer. Karena saya nolkan pun kegiatan tahun ini tetap tidak cukup untuk tunda bayar, sampai tidak bisa tidur saya sebelum jam 3 subuh. Saya tidak mau tunda bayar ini lanjut sampai tahun depan," jelasnya.


Abdul Wahid mengatakan, total tunda bayar mencapai Rp2,21 triliun ini masih ditambah lagi dengan defisit anggaran yang terhitung sebelumnya, mencapai Rp1,4 triliun. Sehingga, jika ditotalkan, defisit APBD Riau 2025 mencapai Rp3,5 triliun lebih.

"Defisit anggaran, di sektor tunda bayar, ada lebih dari Rp2,2 triliun. Kemampuan APBD kita secara real hanya Rp8 triliun. Belanja pegawai lebih kurang Rp4 triliun, defisit anggaran sekitar Rp1,5 triliun, artinya kita mengalami defisit secara keseluruhan sebesar Rp3,5 triliun," ujar Wahid dalam Forum Konsultasi Publik RPJMD 2025-2029 dan RKPD 2026, Rabu, 13 Maret 2025 lalu.

Sementara itu, rencana pemotongan TPP ASN sebagai solusi pengurangan angka defisit menuai penolakan dari Anggota DPRD Provinsi Riau Edi Basri. Menurutnya, pemotongan TPP ASN hanya akan melemahkan kondisi ekonomi ASN. 

"ASN juga sedang menghadapi tantangan ekonomi yang tidak mudah, jadi sebaiknya TPP tidak dipotong," jelasnya.

Sebagai gantinya, ia meminta agar Pemprov Riau melakukan evaluasi kembali aset-aset Pemprov yang bisa dijual atau disewakan. Seperti mobil dinas.

"Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebaiknya mengevaluasi aset yang tidak terpakai, seperti mobil dinas. Aset-aset tersebut bisa dijual atau disewakan untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kita juga punya banyak aset lainya yang potensial, itu yang harus dimaksimalkan untuk menambah pemasukan," jelasnya, Jumat, 15 Maret 2025.

Anggota DPRD Provinsi Riau Ginda Burnama juga mengatakan bahwa pemotongan TPP ASN adalah pemotongan hak ASN atas upahnya. 

"Saya tidak setuju kalau TPP dipotong pak. Hak-hak keringat dari OPD (Organisasi Perangkat Daerah) ini juga harus diperhatikan," jelasnya.

Namun, ia meminta agar Gubernur Riau memutasi oknum-oknum OPD yang tidak bekerja maksimal. Sehingga, ASN dapat bekerja sesuai dengan pengupahannya.

"Oknum-oknum OPD yang tidak bekerja sesuai silahkan pak Gubernur ganti dan rotasi, karena itu juga penyampaian dari masyarakat kepada kita bagaimana pelayanan kita terhadap masyarakat," jelasnya.

Namun, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Budiman justru menyetujui kebijakan pemotongan TPP ASN tersebut. Menurutnya, kebijakan ini cukup strategis meskipun harus dikaji lebih dalam agar tidak mengurangi kinerja ASN dalam pemerintahan.

"Kami mendukung langkah ini, tetapi harus ada perencanaan matang dari Gubernur bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Ini bukan keputusan yang bisa diambil begitu saja, butuh kajian yang mendalam," pungkasnya.