RIAU ONLINE, PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapkan 5 orang sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan Flyover Simpang Jalan Tuanku Tambusai-Soekarno Hatta (Simpang SKA) di Riau periode 2018.
Penetapan ini dilakukan pasca penggeledahan Gedung PUPR Provinsi Riau pada Senin, 20 Januari 2025 lalu.
Dikutip dari KUMPARAN, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu menyebutkan bahwa saat ini pihaknya sudah menetapkan 5 orang sebagai tersangka, salah satunya merupakan pejabat di lingkungan Dinas PUPR Provinsi Riau.
Kelima tersangka itu, yakni:
-
YN selaku Kabid Pembangunan dan Jembatan Dinas PUPR Pemprov Riau sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen;
-
GR selaku swasta;
-
TC selaku Direktur Utama PT SHJ;
-
ES selaku Direktur PT SC;
-
ER selaku Kepala PT YK cabang Pekanbaru.
"Kerugian itu bisa mencapai Rp 60 miliar lebih," kata Asep, Selasa, 21 Januari 2025.
Asep menjelaskan, perkara bermula ketika GR mengambil alih pengerjaan review detail engineering design (DED) dari PT PI. GR juga meminjam bendera PT PI selaku perusahaan konsultan perencana dan pekerjaan review DED proyek flyover tersebut.
"Dan menyepakati fee peminjaman bendera PT PI sebesar 7 persen," ungkap Asep.
Masih berdasarkan penuturan Asep, NR yang merupakan Kepala PT YK cabang Pekanbaru berperan sebagai konsultan manajemen konstruksi flyover.
Kemudian, ES selaku Direktur PT SC dan TC selaku Direktur PT SHJ membentuk kerja sama operasi (KSO) dengan nama Cipta Marga Semangat Hasrat. Kedua perusahaan ini adalah pelaksana pembangunan.
"Jadi, ini ada holding ya. (KSO) menjadi kontraktor pelaksana dalam pekerjaan pembangunan flyover tersebut," jelas Asep.
Lelang review DED kemudian diumumkan pada 17 Oktober 2017, dengan nilai harga perkiraan sendiri (HPS) sebesar Rp 802,5 juta. Pada 12 November 2017, GR menyepakati harga pinjam bendera PT PI senilai 7 persen dari nilai kontraknya.
Pada 13 November 2017, dilakukan pre-construction meeting antara calon pemenang lelang dan PPK. Di situ, dilakukan penandatanganan dokumen kontrak oleh YN selaku PPK dengan KH selaku Dirut PT PI yang memenangkan lelang DED.
Kontrak pekerjaannya berlaku selama 6 hari dengan nilai Rp 601,9 juta atau di bawah nilai HPS.
Pada 18 Desember 2017, dilakukan adendum kontrak pekerjaan dengan nilai menjadi Rp 544,9 juta. Masa kontrak pekerjaannya ditambah menjadi 45 hari.
Selanjutnya, pada 8 Januari 2018, diumumkan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) lelang manajemen konstruksi (MK) proyek pembangunan flyover.
Sehari kemudian, PT YK cabang Pekanbaru mendaftar. Namun dalam pendaftarannya, NR memakai nama orang lain untuk menjadi tim leader demi memenuhi syarat lelang.
Pada 14 Januari 2018, YN menetapkan HPS dan kerangka acuan kerja (KAK) sebesar Rp 159,3 miliar. Nilainya tak jauh berbeda dengan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA).
Pada 26 Januari 2018 baru kemudian dilakukan pengumuman LPSE proyek flyover.
"Penyusunan HPS tidak dibuat dengan perhitungan detail dan tanpa didukung data ukur dan tidak disertai dengan perubahan gambar desain," beber Asep.
Kemudian tersangka TC menyetujui pembuatan KSO dengan PT SC dalam rangka mengikuti paket pekerjaan. Meskipun awalnya, ia meminta PT SHJ menjadi pihak yang menyediakan material beton, agregat base, dan aspal.
"Kemudian tanggal 21 Februari 2018 ditandatangani surat perjanjian paket pekerjaan pembangunan Fly Over disetujui oleh saudara DEP selaku Kadis PUPR dengan nilai kontrak Rp 1.372.632.800 dan masa kontrak 10 bulan," terangnya.
Namun ternyata terdapat kerugian negara dalam pekerjaan proyek flyover tersebut. Hal ini terungkap setelah KPK menggandeng ahli konstruksi Institut Teknologi Bandung (ITB).
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.