Inilah 20 Gubernur, Bupati, Wali Kota dan Wabup di Riau Tersandung Kasus Korupsi

korupsi33.jpg
(pixabay)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Penangkapan Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa bersama dengan Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Indra Pomi Nasution serta Plt Kabag Umum, Novin Karmila, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menambah daftar deretan kepala daerah dan pejabat yang tersangkut kasus korupsi di Bumi Melayu nan bertuah ini. 

Penangkapan ketiganya oleh KPK dilakukan pada Senin, 2 Desember 2024, di tempat berbeda. KPK menjerat ketiganya yang membuat laporan pertanggungjawaban fiktif terhadap pengadaan barang di lingkungan pemerintah Kota Pekanbaru.

Catatan RIAUONLINE.CO.ID yang diolah dari berbagai sumber, sejak 2003 silam, sudah tak terbilang Gubernur, Wali Kota dan Bupati, Wakil Bupati, serta Wali Kota di Riau terjaring kasus korupsi. Setidaknya sudah 20 kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut kasus korupsi di Bumi Melayu ini. 

Diawali dengan hattrick Gubernur Riau yang ditangkap KPK, mulai dari Saleh Djasit, diikuti juniornya, Rusli Zainal dan Annas Maamun. 

Selain tiga gubernur di atas, terdapat 13 Bupati, 2 Wali Kota dan 2 Wakil Bupati harus mendekam di dalam dinginnya hotel prodeo penjara. Dari jumlah tersebut, hanya satu Kepala Daerah, Indra Mukhlis Adnan, Bupati Indragiri Hilir, kemudian dinyatakan bebas oleh Mahkamah Agung, walau sempat beberapa bulan "sekolah" di Lapas. 

Tulisan ini dibuat dalam rangka Peringatan Hari Anti-Korupsi Internasional setiap tanggal 9 Desember setiap tahun.

Berikut nama-nama kepala daerah di Riau mulai Gubernur, Bupati dan Wali Kota tersangkut kasus korupsi yang ditangani KPK, Kejaksaan maupun Kepolisian. 

Gubernur Riau

Untuk hattrick atau tiga Gubernur Riau berturut-turut tersandung kasus korupsi kesemuanya ditangani Lembaga super power Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Bahkan, untuk Annas Maamun, Gubernur Riau 2013-2018, harus menjalani hukuman kurungan penjara untuk dua kasus berbeda dan kesemuanya diproses lembaga antisuap tersebut. 

Sedangkan Rusli Zainal, Gubernur Riau 2003-2013, menjalani hukuman untuk dua kasus korupsi, namun tidak di-split atau dipisahkan, melainkan digabung jadi satu kasus. 

Berikut kasus korupsi menimpa 3 Gubernur Riau secara berturut-turut:

1. Saleh Djasit (1998-2003)

Saleh Djasit

Saleh Djasit tersangkut korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran yang juga menyeret Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kala itu, Hari Sabarno sebagai tersangka dan Hengky Daud, kontraktor pengadaan. Kasus ini ditangani langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Majelis Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis mantan anggota DPR RI Periode 2004-2009 dari Golkar tersebut empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta, serta subsider enam bulan kurungan pada Agustus 2008. 

Ia terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan cara penunjukan langsung (PL) dalam pemilihan mobil pemadam kebakaran 20 unit di Riau pada 2003 dengan kerugian negara Rp 4,719 miliar. 

2. Rusli Zainal (2003-2013)

Rusli Zainal Sidang

Gubernur penerus Saleh Djasit ini, di akhir periode kedua saat menjabat, tersandung kasus dugaan korupsi PON Riau dan perizinan kehutanan. Kasus ini langsung ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Di tingkat Pengadilan Negeri Tipikor Pekanbaru, Ketua DPD Golkar Riau, 2004-2009 ini, diputuskan bersalah dengan hukuman 14 tahun kurungan penjara, membayar denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan, mencabut hak politiknya sebagai pejabat publik. 

Namun, pada 7 Agustus 2014, Pengadilan Tinggi Riau mengurangi hukuman Rusli menjadi 10 tahun penjara. Menurut majelis banding, Rusli bukan aktor utama korupsi di kasus tersebut.

Namun, Jaksa KPK ajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Saat itu hakim yang menyidangkannya, Artidjo Alkostar, jatuhkan vonis Rusli kembali ke putusan semula divonis Majelis Hakim PN Pekanbaru dengan kurungan penjara 14 tahun dan mencabut hak politiknya serta denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan. 

Hakim agung kembali menaikkan hukuman Rusli Zainal menjadi 14 tahun dan mencabut hak politiknya. Atas putusan itu, Rusli kemudian mengajukan PK. 

Belakangan hakim agung mengabulkan peninjauan kembali dan memutuskan hukuman 10 tahun sesuai putusan di tingkat Pengadilan Tinggi sebelumnya. Ketua DPD I Golkar Riau itu kemudian bebas bersyarat, Kamis, 21 Juli 2022 silam. 

3. Annas Maamun (2013-2018)

Annas Maamun7

Mantan Bupati Rokan Hilir (Rohil) dua periode ini, 2006-2016, menjadi Gubernur Riau definitif terpendek masa menjabatnya sejak provinsi ini terbentuk, 1958. Annas menjabat sejak 19 Februari 2014 saat dilantik sebagai Gubernur Riau bersama Arsyadjuliandi Rachman, wakil gubernur Riau, oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. 

Selang tujuh bulan kemudian, 25 September 2014, Ketua DPD I Golkar Riau ini ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK bersama dengan dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau, Gulat Emas Manurung, dalam kasus suap alih fungsi lahan. 

Annas divonis 6 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara oleh majelis hakim PN Tipikor Bandung, Jawa Barat. 

Annas kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, hakim MA malah memperberat hukumannya mejadi 7 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan penjara. Ia akhirnya dibebaskan usai mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo. 

Annas Maamun juga terseret sebagai tersangka dalam kasus suap pembahasan APBD dan RAPBD Riau. Dalam kasus ini, selain Annas Maamun, juga terseret A Kirjuhari, anggota DPRD Riau dari PAN periode 2009-2014, Ketua DPRD Riau kala itu, Johar Firdaus dan Suparman. 

Dalam kasus suap pengesahan APBD ini, Annas Maamun divonis pada 28 Juli 2022, dengan 1 tahun kurungan penjara dengan denda Rp 100 juta. Ia bebas beberapa bulan kemudian. 

Bupati

Kasus korupsi di Riau dengan pesakitan Bupati sejak 2003-2024 ini mencapai 13 orang. Dimulai dari Bupati Rokan Hulu (Rohul), Alm Ramlan Zast pada 2008 silam, hingga terakhir Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Sukarmis. 

Uniknya, ada beberapa kabupaten di Riau yang Bupatinya tersangkut kasus korupsi sebanyak dua kali, bahkan tiga kali atau hattrick seperti dialami Gubernur Riau. Tak hanya itu, Kuansing mencatatkan rekor tersendiri, bukan hanya hattrick, dalam sejarah Riau ayah anak sama-sama menjabat Bupati merasakan dinginnya lantai penjara, Andi Putra dan Sukarmis.

Selain itu, ada kabupaten dan bupatinya berturut-turut tersangkut kasus korupsi. Di antaranya Kabupaten Bengkalis Herliyan Saleh dan Amril Mukminin, berpisah periode Rokan Hulu Ramlan Zas dan Suparman. 

Untuk Tengku Azmun Jaafar, Bupati Pelalawan 10 tahun, 2001-2011, Bupati Bengkalis 2010-2015 Herliyan Saleh, Bupati Indragiri Hulu (Inhu) 2000-2010 Raja Thamsir Rachman, serta Bupati Siak 2001-2011, Arwin AS, harus menjalani hukuman dua kasus korupsi yang berbeda dengan masa hukuman juga berbeda. Apa dialami keduanya juga dialami Gubernur Annas Maamun. 

Disclaimer, untuk Bupati Siak Arwin AS, hingga kini statusnya sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan tanda tangan oleh Polda Riau tak tahu sampai dimana prosesnya. 

Sedangkan untuk Alm Indra Mukhlis Adnan, Bupati Indragiri Hilir 10 tahun 2003-2013, walau dua kali dijerat kasus korupsi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tembilahan, namun kesemuanya dinyatakan tidak terbukti bebas murni. 

Di antara dua kasus tersebut, Ketua Golkar Riau di masanya itu menang Praperadilan di penetapan tersangka serta vonis bebas di tingkat Kasasi oleh Hakim Mahkamah Agung. 

Berikut 13 Bupati di Riau cicipi dinginnya lantai hotel prodeo tersangkut kasus korupsi. 

1. Ramlan Zas (Rokan Hulu, 2001-2006)

Mantan Bupati Rokan Hulu Ramlan Zas

Ramlan Zas, didakwa oleh majelis hakim terseret kasus dugaan korupsi pengadaan genset tahun 2005 saat ia menjabat sebagai Bupati Rokan Hulu. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan menyebutkan Bupati periode 2001-2006 ini telah melakukan korupsi pengadaan genset senilai Rp 39 miliar.

Selain itu, kerugian negara senilai Rp 7,9 miliar bersama Sekretaris Daerah, kala itu dijabat Muzawir. Atas perbuatannya, jaksa menuntut terdakwa dengan pidana penjara 4 tahun enam bulan, dan hakim menjatuhkan vonis lebih ringan enam bulan, menjadi 4 tahun serta membayar denda Rp 200 juta, dengan subsider dua bulan kurungan. 

Namun, berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) RI Nomor 161.K/PID.SUS/2008, tertanggal 7 April 2008, memutuskan vonis 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan, subsider 3 bulan kurungan dan denda Rp 50 juta.  

2. Tengku Azmun Jaafar (Bupati Pelalawan, 2001-2011)

Tengku Azmun Jaafar (Bupati Pelalawan, 2001-2011)

KPK dalam menangani kasus korupsi kehutanan dengan melibatkan perusahaan-perusahaan kayu berafiliasi ke dua perusahaan bubur kertas dan kertas beroperasi di Riau, menjadikan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, sebagai pintu masuknya. 

Azmun divonis 11 tahun penjara di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 16 September 2008. Ia dinilai bersalah menerbitkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman atau IUPHHK-HT, berakibat kerusakan hutan di Pelalawan.

Selain memvonis 11 tahun penjara, majelis hakim juga memerintahkan Azmun membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 12,367 miliar.

Usai bebas dari kasus korupsi ditangani KPK, Tengku Azmun Jaafar kemudian terjerat kasus korupsi pengadaan lahan untuk Kompleks Perkantoran Bhakti Praja tahun 2002 seluas 110 Ha. Kasus ini ditangani Ditreskrimsus Polda Riau dan ditetapkan sebagai tersangka pada 2015, saat jalani masa hukuman kasus korupsi perizinan kehutanan.  

Namun, setelah lahan tersebut dibayar, ganti rugi lahan justru kembali dianggarkan dalam APBD 2007, 2008, 2009 dan 2011. Akibatnya, negara dirugikan Rp38 miliar.

Azmun divonis bebas di tingkat pertama PN Tipikor Pekanbaru, namun kemudian jaksa kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam putusannya, Majelis Hakim diketuai Prof Dr Surya Jaya menjatuhkan vonis hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, 27 Agustus 2018. 

Azmun merupakan tersangka kedelapan yang ditetapkan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Riau. Sementara tujuh tersangka lain yang juga sudah diadili adalah mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Pelalawan, Farizal Hamid, Lahmudin (mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Pelalawan), Al Azmi (Kasi BPN Pelalawan), Tengku Alfian (PPTK pengadaan lahan dan staf Sekda Pelalawan), Rahmat (staf dinas pendapatan daerah), Tengku Kasroen (mantan Sekretaris Daerah Pelalawan), dan Marwan Ibrahim (mantan Wakil Bupati Pelalawan).

3. Arwin AS (Bupati Siak, 2001-2011)

Arwin AS (Bupati Siak, 2001-2011)

Kasus menjerat Arwin AS, sama persis seperti dialami Gubernur Riau, Rusli Zainal, Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar, dan Bupati Kampar, Burhanuddin Husin, kasus korupsi kehutanan dalam pemberian izin kepada perusahaan kehutanan di Riau. 

Arwin divonis pada Kamis, 22 Desember 2011, dengan hukuman 4 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru. 

Selain itu, Arwin juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 800 juta lebih dan 2.000 Dolar AS. Uang pengganti paling lambat dibayar dalam rentang waktu satu bulan, bila tidak dibayar harta benda terdakwa disita untuk negara. Kalau tidak mencukupi terdakwa dihukum 10 bulan penjara. 

Tak hanya terjerat kasus korupsi perizinan Kehutanan ditangani KPK, Arwin AS juga terlibat dugaan pemalsuan Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut). Namun, hingga kini kejelasan kasus tersebut tak diketahui. 

Penetapan tersangka Arwin berdasarkan SPDP dari Polda Riau, sedangkan dua tersangka lainnya, Suratno Konadi merupakan Direktur PT DSI, sedangkan Teten Effendi mantan Kadis Kehutanan Siak dan keduanya disidangkan ke persidangan. 

4. Burhanuddin Husin (Bupati Kampar, 2005-2011)

Mantan Bupati Kampar, Burhanuddin Husin

Bupati Kampar periode 2005-2011, Burhanuddin Husin, tersandung kasus dugaan korupsi saat menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau.

Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus kehutanan saat dilakukan pengembangan untuk tersangka lainnya, Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dan Bupati Siak, Arwin AS. 


Burhanuddin ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di sejumlah perusahaan, di Kabupaten Pelalawan dan Siak. 

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, menjatuhkan vonis Burhanuddin Husin selama 2 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan penjara. 

5.  Raja Thamsir Rachman (Bupati Indragiri Hulu, 2000-2010)

Raja Thamsir Rachman

Birokrat ini dijerat secara berjemaah melakukan korupsi APBD Kabupaten Indragiri Hulu bersama-sama dengan seluruh anggota DPRD Inhu periode 2004-2009. 

Dalam vonisnya di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, 2008 silam, Thamsir Rachman dijatuhkan putusan 8 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Selain itu, mantan Wakil Ketua DPRD Riau 2009-2014 dari Partai Demokrat tersebut, harus membayar uang pengganti kerugian negara Rp 28,8 miliar subsider 2 tahun penjara. Ini sesuai dengan putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor registrasi perkara 336 K/ PID.SUS/2014 MA RI tertanggal 10 Februari 2014 itu, MA menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

Thamsir Rachman melakukan tindak pidana korupsi dengan cara kas bon terhadap APBD Inhu selama dirinya menjabat. Akibatnya, terdapat kerugian negara Rp 114 miliar. 

Tak hanya itu, Thamsir juga dijerat Kejaksaan Agung dengan kasus berbeda lainnya, pemberian izin perkebunan kelapa sawit kepada PT Duta Palma yang dimiliki Surya Darmadi. Di tingkat pertama, PN Jakarta Pusat Thamsir divonis 7 tahun penjara, dari tuntutan 10 tahun. Kemudian diperberat PT Jakarta jadi 9 tahun. 

6. Suparman (Bupati Rokan Hulu, 2016-2021)

Suparman1

Suparman, selain Annas Maamun, merupakan kepala daerah yang terpendek masa jabatannya. Suparman ditetapkan tersangka oleh KPK 10 hari jelang ia dilantik sebagai Bupati oleh Plt Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, Jumat, 8 April 2016. 

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus suap pembahasan APBD Perubahan Riau 2014 dan APBD murni 2015 yang menyeret Gubernur Riau Annas Maamun, dan Anggota DPRD Riau 2009-2014, A Kirjuhari. 

Di tingkat pertama PN Tipikor Pekanbaru, Suparman dinyatakan bebas, sedangkan Ketua DPRD Riau 2009-2014 Johar Firdaus dijatuhkan vonis 5 tahun 6 bulan penjara, denda 200 juta dan subsider kurungan 3 bulan. 

Kemudian jaksa KPK nyatakan banding ke Mahkamah Agung. Hakim Agung kemudian menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara kepada Bupati Rokan Hulu, Riau, Suparman menyusul putusan kasasi Nomor Register: 2233 K/PID.SUS/2017 oleh tiga majelis hakim MS Lumme, Krisna Harahap, dan Artidjo Alkostar.

Putusan MA itu membatalkan vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 23 Februari 2017. Pada sidang itu, Ketua Majelis Hakim Rinaldi Triandoko, dengan hakim anggota Editerial dan hakim ad hoc Ahmad Drajad, memvonis bebas Suparman karena dianggap tidak terbukti melakukan korupsi seperti dakwaan jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi.

7. Herliyan Saleh (Bupati Bengkalis, 2011-2016) 

Herliyan Saleh (Bupati Bengkalis, 2011-2016)

Bupati Bengkalis 2011-016, Herliyan Saleh, tersangkut dua kasus korupsi selama lima tahun menjabat. Kasus korupsi pertama, Mantan Ketua DPW PAN Riau ini terlibat dalam Dana Hibah Bantuan Sosial Tahun 2012 senilai Rp 230 miliar. 

Dari jumlah tersebut, setelah dilakukan penyidikan oleh Ditreskrimsus Polda Riau, negara dirugikan hingga Rp 31 miliar lebih. Herliyan Saleh tak sendiri, ia bersama-sama dengan Ketua DPRD Bengkalis 2009-2014, Jamal Abdillah, Kepala Bagian Keuangan, Azrafiani Aziz Rauf, serta empat mantan anggota DPRD Bengkalis lainnya Muhammad Tarmizi, Hidayat Tagor, Purboyo dan Rismayeni serta Heru Wahyudi. 

Di PN Tipikor Pekanbaru, Hakim Marsudin Nainggolan memimpin majelis hakim dalam putusannya menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara kepada terdakwa. Selain itu, Herliyan Saleh juga dibebankan membayar denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Vonis yang ditetapkan hakim tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Yusuf Luqita, meminta majelis hakim menjatuhkan vonis 8 tahun 6 bulan denda Rp500 juta.

Jaksa dan Herliyan Saleh banding. Hakim Tinggi PT Riau kemudian memperberat hukuman Herliyan Saleh menjadi 3 tahun dan denda‎ Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara. Tak puas, Kasasi di Mahkamah Agung dilakukan. Bukan memperingan, malah memperberat. Herliyan divonis 9 tahun kurungan penjara. 

Selain penjara, hakim juga mewajibkan Herliyan membayar denda Rp 500 juta subsidair 8 bulan penjara. Selain itu, Bupati Bengkalis itu juga dibebankan mengganti uang kerugian negara sebesar Rp 1.238.500.000.

Di mana dalam petikan itu, Herliyan Saleh diperintahkan tetap berada dalam tahanan karena kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap. Birokrat senior tersebut kemudian ajukan Peninjauan Kembali (PK) dan sidang perdananya 23 April 2018. 

Sama dengan Tengku Azmun Jaafar, di tengah jalani hukuman kasus korupsi pertama, Herliyan Saleh jadi tersangka dan pesakitan kali kedua. Kali ini, majelis hakim PN Tipikor Pekanbaru menjatuhkan vonis 6 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. 

Kasus korupsi kedua mendera Herliyan Saleh ini terkait penyertaan modal Pemkab Bengkalis tahun 2012 kepada BUMD PT Bumi Laksana Jaya Rp 300 miliar. Anggaran itu semula diperuntukkan untuk pembangunan dua unit PLTGU di Buruk Bakul dan Kecamatan Pinggir, Bengkalis. Namun kemudian digunakan untuk lainnya dengan Kerugian negara capai Rp 269 miliar. 

Herliyan Saleh bersama-sama dengan Dirut PT BLJ Yusrizal Andayani, serta staf ahli Direktur, Ari Suryanto. Selain ketiganya, korupsi berjemaah dana penyertaan modal tersebut juga menyeret Sekdakab Bengkalis Burhanudin, Muklis, dan orang kepercayaan Herliyan Saleh yaitu Ribut Susanto.

Mantan Ketua DPW PN Riau itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama korupsi dijatuhi vonis pidana penjara enam tahun dikurangi masa penahanan dengan denda Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan. 

8. Amril Mukminin (Bupati Bengkalis, 2015-2021)

Amril Mukminin (Bupati Bengkalis, 2015-2021)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bengkalis 2015-2020, Amril Mukminin, menjadi tersangka suap proyek pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning. KPK menyangka Amril menerima Rp 5,6 miliar dari PT Citra Gading Asritama selaku penggarap proyek.

"Tersangka AMU diduga menerima sedikitnya Rp 5,6 miliar, baik sebelum atau sesudah dilantik menjadi bupati," kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif di kantornya, Jakarta, Kamis, 16 Mei 2019. 

Dalam dakwaan, Amril terbukti menerima uang suap dalam proyek jalan Duri-Sei Pakning, Bengkalis dari PT Citra Gading Asritama (CGA) senilai Rp5,2 miliar. 

Majelis Hakim PN Tipikor Pekanbaru menjatuhkan vonis 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan penjara. Selain itu, divonis hukuman tambahan pencabutan hak politik Amril untuk dipilih selama 3 tahun setelah menjalani masa tahanan. Dalam perkara ini, Amril sudah mengembalikan uang suap Rp5,2 miliar ke KPK.

Jaksa KPK banding. Di PT Pekanbaru, majelis hakim memperingan hukuman suami Kasmarni, Bupati Bengkalis 2020-2025 dan terpilih Kembali untuk 2025-2030 mendatang. Majelis hakim banding memvonis Amril Mukminin selama 4 tahun penjara. 

Selain penjara, Majelis Hakim PT Pekanbaru diketuai Agus Suwargi dengan hakim anggota Rumintang dan KA Syukri juga menghukum Amril membayar denda Rp300 juta. Denda tersebut dapat diganti hukuman penjara selama 6 bulan.

PT Pekanbaru memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 terhitung sejak Amril selesai menjalani pidana.

Pada Rabu, 7 September 2022, pukul 09.00 WIB, Amril Mukminin menghirup Udara bebas usai jalani masa hukuman 2 tahun 6 bulan di Rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru. 

9. Mursini (Bupati Kuantan Singingi 2016-2021)

Mursini17

Ada hal menarik dengan Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Kabupaten pemekaran dari induknya, Indragiri Hulu (Inhu) ini mengalami hattrick atau berturut-turut Bupati tersandung kasus korupsi. Ini persis sama apa menimpa Gubernur Riau, berurutan tiga Gubernur mendekam di penjara, mulai dari Saleh Djasit, Rusli Zainal hingga Annas Maamun. 

Untuk Kuansing, dimulai dari Mursini, Bupati Periode 2016-2021. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Riau ini memulai karir politiknya dari Bawah, dari staf sekretariat PPP Riau hingga mencapai posisi puncak sebagai Ketua DPW serta Bupati. 

Mursini terseret penyelewengan anggaran enam kegiatan di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kuansing tahun 2017. Keenam kegiatan tersebut Dialog dan audiensi dengan tokoh masyarakat, pimpinan dan anggota organisasi sosial dan masyarakat senilai Rp7,2 miliar. Juga kegiatan penerimaan kunjungan kerja pejabat negara dengan nilai anggaran Rp1,2 miliar, total keseluruhan Rp 13 Miliar. 

Selanjutnya, rakor unsur Muspida Rp1,185 miliar, Rakor pejabat Pemda Rp960 juta, kunjungan kerja atau inspeksi kepala daerah Rp725 juta, dan kegiatan penyediaan makan minum (rutin) Rp1,27 miliar.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru, Jumat, 7 Januari 2022, menjatuhkan vonis 4 tahun penjara kepada Mursini, membayar denda Rp100 juta dengan ketentuan jika denda tak dibayar akan diganti pidana kurungan dua bulan penjara. 

Sebelumnya jaksa penuntut umum menuntut Mursini selama 8,5 tahun penjara, denda Rp350 juta subsidair 6 bulan kurungan. JPU juga membebankan uang pengganti kerugian negara Rp 1.550.000.000 subsidair 4 tahun penjara.

Namun, saat banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru, hukuman Mursini dinaikkan dua kali lipat dari tingkat pertama. Di tingkat pertama, Mursini dihukum 4 tahun penjara, tapi oleh majelis tinggi diperberat menjadi 8 tahun penjara, denda Rp 400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. 

10. Andi Putra (Bupati Kuantan Singingi, Juni-Oktober 2021)

Andi Putra17

Andi Putra, mantan Ketua DPRD Kuantan Singingi (Kuansing) 2021-2025. Ia dilantik sebagai Bupati pada Rabu, 2 Juni 2021. Berselang 4 bulan kemudian, anak kandung Sukarmis, Bupati Kuansing 10 tahun ini ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai terjaring OTT. 

KPK menangkap Andi Putra pada pada Senin malam, 18 Oktober 2021, usai menerima uang terkait suap izin perkebunan digunakan untuk memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan milik Sudarso, GM PT Adimulia Agrolestari. Esok harinya, 19 Oktober 2021, Andi Putra dan Sudarso resmi ditetapkan sebagai tersangka suap perizinan perkebunan

Andi bersama Sudarso terkena operasi tangkap tangan KPK. Andi menerima uang Rp 500 juta dari PT Adimulya Agrolestari dari komitmen Rp 1,5 Miliar untuk penerbitan Surat rekomendasi penempatan kebun plasma perusahaan di Kampar, tanpa harus bangun di Kuansing. 

Majelis Hakim PN Tipikor Pekanbaru memutus Andi Putra bersalah dan menjatuhkan vonis 5 tahun 7 bulan penjara. Selain dihukum kurungan penjara, majelis hakim diketahui Dahlan, juga menghukum terdakwa membayar denda Rp200 juta, subsider pidana kurungan 4 bulan.

Putusan hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta terdakwa Andi Putra dihukum 8,5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider kurungan 6 bulan, serta uang pengganti Rp500 juta.

Andi Putra banding. Di tingkat Banding, PT Pekanbaru menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Pekanbaru. Putusan Nomor 21/Pid.Sus-TPK/2022/PN Pbr dibacakan tanggal 27 Juli 2022 lalu.

Jaksa KPK kemudian kasasi ke Mahkamah Agung. Majelis Hakim MA, 30 Maret 2023, kemudian menyunat hukuman semula 5 tahun 7 bulan penjara menjadi 4 tahun denda Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Majelis juga membebankan kepada Andi Putra untuk membayar biaya perkara di tingkat kasasi sebesar Rp 2.500.

Pada Rabu, 17 Januari 2024, Andi Putra diperbolehkan hirup udara bebas dengan Pembebasan Bersyarat (PB) dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru. Kendati telah bebas, anak Sukarmis ini tetap harus menjalani wajib lapor ke Badan Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Pekanbaru. 

Pembebasan bersyarat terhadap Andi Putra terhitung mulai 17 Januari hingga Mei 2026. Selama pembebasan bersyarat itu, Andi Putra mempunyai kewajiban menjalani wajib lapor melalui Pembimbing Kepemasyarakatan (PK) Bapas Kelas II Pekanbaru, satu kali dalam sebulan.

11. Sukarmis (Bupati Kuansing, 2006-2016) 

sukarmis

Sukarmis mengikuti jejak anak kandungnya yang juga Bupati Kuansing 2021-2025, Andi Putra, serta penerusnya, Mursini, Bupati Kuansing 2016-2021, yang tersangkut kasus korupsi. 

Ketua DPD Golkar Kuansing di masanya dan mantan anggira DPRD Riau ini dijatuhi vonis 12 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan dalam kasus korupsi pembangunan Hotel Kuansing hingga merugikan negara Rp 22 miliar.

Vonis ayah dari Andi Putra tersebut dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa malam, 19 November 2024. 

Tak hanya itu, Hakim menetapkan masa penahanan telah dijalankan Sukarmis dikurangi dengan vonis hukuman. Majelis Hakim juga tidak membebankan Sukarmis membayar uang pengganti kerugian negara sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Alasannya, terdakwa tidak menikmati hasil korupsi. 

Sebelumnya, JPU menuntut Sukarmis dengan pidana penjara 13 tahun 6 bulan dan denda Rp 500 juta atau diganti kurungan selama 3 bulan. Tak hanya itu, JPU juga menuntut terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 22,5 miliar lebih. Dengan ketentuan jika tak dibayar diganti penjara selama 6 tahun 3 bulan.

12. Indra Mukhlis Adnan (Indragiri Hilir, 2003-2013) 

Mantan Bupati Indragiri Hilir (Inhil) 2003-2013, Indra Mukhlis Adnan

Ada hal menarik dalam kasus dugaan korupsi yang menimpa Bupati Indragiri Hulir (Inhil) 2003-2013, Indra Mukhlis Adnan. Ketua Golkar Riau pada masanya ini ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi penyertaan modal di BUMD PT Gemilang Citra Mandiri tahun 2004-2006. 

Awalnya, Kejari Tembilahan menetapkan tersangka Indra Mukhli Adnan dalam kasus penyertaan modal di BUMD PT GCM 2004-2006, bersama Direkturnya, Zainul Ikhwan. Kasus pertama ini, Indra Adnan ajukan Praperadilan ke PN Tembilahan dan majelis hakim mengabulkan gugatannya dan status tersangka tidak sah dan gugur. 

Dalam putusan majelis menilai surat terkait penetapan tersangka Kepala Kejari Negeri Inhil Nomor: TAP 02/L.414/Fd.1/06/2022 Indra Muchlis tidak sah atau cacat hukum. Sehingga proses penyidikan dilakukan oleh Koprs Adhiyaksa juga tidak sah dan tidak punya kekuatan hukum tetap.

Kemudian, penyidik Kejari Tembilahan menetapkan Indra Muchlis tersangka, Rabu, 28 Desember 2022. Penetapan tersangka kali kedua ini masih dalam kasus sama, dugaan korupsi penyertaan modal pada BUMD PT Gemilang Citra Mandiri, 2004-2006. 

Penyidik menyangkakan Indra Mukhlis Adnan berperan dalam melakukan penetapan Dewan Komisaris dan Direksi PT GCM secara sepihak oleh dirinya sebagai Bupati berdasarkan unsur kedekatan pribadi dan tanpa memastikan pemenuhan persyaratan sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pendirian BUMD Kabupaten Indragiri Hilir. 

Setelah sempat jadi tahanan kota karena kondisi kesehatan, Indra Muchlis kembali ditahan. Ia ditahan setelah kesehatannya diperiksa pada 5 Januari 2023 lalu. Ia kemudian lakukan upaya hukum dengan mengajukan Praperadilan. 

Namun, majelis hakim menolaknya. Alasannya, persidangan kasusnya sudah disidangkan terlebih dahulu dibandingkan praperadilan yang dilakukan. JPU kemudian mendakwa Indra Muchlis melakukan korupsi penyertaan modal dari Pemkab Inhil kepada PT GCM yang merugikan negara Rp1,157 miliar pada 2004. 

Jaksa menuntut pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp 300 juta atau subsidair 4 bulan kurungan serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp 797.955.695 atau subsidair 4 bulan kurungan. Alhasil, Selasa 30 Mei 2023, Indra Mukhlis Adnan jalani sidang vonis dan dinyatakan bersalah dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 2 bulan. 

Selain Indra Muchlis, sebelumnya mantan Direktur Utama (Dirut) PT GCM, Zainul Ikhwan, sudah lebih dulu menjalani persidangan. Zainul divonis 4 tahun 3 bulan penjara, membayar denda sebesar Rp200 juta subsidair  2 bulan kurungan penjara. Zainul juga dibebankan membayar uang pengganti Rp 359 juta lebih, atau dapat diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.

Indra Muchlis Adnan kemudian ajukan banding ke Pengadilan Tinggi Riau, hasilnya Hakim menolak dan menguatkan putusan PN Tipikor Pekanbaru. Di tingkat Kasasi, Majelis Hakim Mahkamah Agung mengabulkan kasasi terdakwa dan menyatakan tuntutan sudah daluwarsa, Kamis, 14 Desember 2023. 

Hakim MA dalam vonis kasasi itu juga meminta untuk memulihkan hak Indra Muchlis dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya, serta memerintahkan agar Indra Muchlis dikeluarkan dari tahanan.

13. Muhammad Adil (Kepulauan Meranti, 2020-2025)

Muhammad Adil11

Politisi PKB Riau ini ditahan KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di kediaman dinas Bupati Kepulauan Meranti, Kamis, 7 April 2023, usai berbuka puasa. Selain Adil, KPK juga menetapkan tersangka seorang perempuan dikenal sebagai orang dekatnya yang menjabat sebagai Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih (FN) dan Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Provinsi Riau, M Fahmi Aressa (MFA).

Bupati yang terkenal dengan marah-marahnya ke Pemerintah Pusat dan meminta Meranti untuk gabung Malaysia ini terjerat tiga kasus. Antara lain korupsi pemotongan anggaran, gratifikasi jasa travel umrah, dan suap pemeriksa keuangan dilakukan BPK. Kesemuanya itu diduga dilakukannya sebagai modal untuk maju pada pemilihan gubernur (pilgub) Riau 2024.

Jaksa KPK menuntut pidana penjara 9 tahun terhadap Muhammad Adil. Jaksa menilai M Adil bersalah dengan tiga dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara lebih dari Rp 19 miliar.

Kasus pertama, Adil diduga menerima uang Rp 1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui tersangka Fitria. Kedua, Adil diduga memungut setoran dari satuan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) bersumber dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GUP) dengan besaran sekitar 5 hingga 10 persen bagi setiap SKPD.

Kasus terakhir, Adil diduga menyuap auditor BPK Riau, Fahmi Aressa sekitar Rp 1,1 miliar terkait pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti agar Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 

Majelis hakim PN Tipikor Pekanbaru, Kamis, 21 Desember 2023, menjatuhkan vonis 9 tahun penjara, denda Rp 600 juta subsidair kurungan 6 bulan. Adil juga diharuskan membayar uang pengganti Rp17,8 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Apabila hartanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka digantikan dengan pidana kurungan selama tiga tahun.

Adil nyatakan kemudian banding. Di Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru, Majelis Hakim pada 21 Februari 2024, memperkuat putusan di tingkat banding. Bahkan hakim memperberat Adil jika tidak mampu membayar uang pengganti Rp 17,8 miliar maka digantikan dengan pidana kurungan selama lima (5) tahun.

Dua Wali Kota

Selain 13 Bupati di Riau tersangkut kasus korupsi, baik terjaring Ooperasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, maupun pengungkapan kasus oleh Kepolisian erta Kejaksaan, juga terdapat dua Wali Kota. 

Uniknya, kedua Wali Kota tersebut tersandung kasus korupsi yang ditangani langsung oleh KPK. Diawali oleh Wali Kota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah atau Zul AS, kemudian terakhir Pj Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa. 

1. Zulfkili AS (Wali Kota Dumai, 2015-2021)

Zulfkili AS (Wali Kota Dumai, 2015-2021)

Wali Kota Dumai, Zu‎lkifli Adnan Singkah atau dikenal dengan Zul AS ditetapkan tersangka untuk dua kasus. Kedua kasus tersebut merupakan pengembangan kasus suap pejabat negara yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta. 

"Dalam proses penyidikan ini, KPK menetapkan ZAS (Zulkifli Adnan Singkah), Wali Kota Dumai 2016-2021 sebagai tersangka pada 2 perkara," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (3/5/2019). 

Untuk perkara pertama, suap, Zulkifli diduga memberikan Rp 550 juta ke Yaya untuk mengurus anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P 2017 dan APBN 2018. Sedangkan untuk perkara kedua yaitu gratifikasi. Zulkifli diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp 50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta. 

Ia divonis dengan pidana 2 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsidair dua bulan kurungan. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa meminta Zulkifli dihukum lima tahun penjara. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar dapat diganti hukuman kurungan selama 2 bulan.

Selain itu, Zulkifli AS juga dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun setelah terdakwa selesai menjalani masa pidana pokok.

Namun, majelis hakim tidak membebankan kepada terdakwa Zulkifli untuk membayar uang pengganti kepada negara. Berbeda dengan tuntutan jaksa yang menyatakan pidana uang pengganti sebesar Rp3.848.427.906.

Tak terima hukuman tersebut, lulusan APDN ini kemudian nyatakan banding. Oleh majelis hakim hukumannya diperberat dua kali lipat semula 2 tahun 6 bulan menjadi 5 tahun penjara. 

Vonis dibacakan 3 hakim Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Panusunan Harahap selaku ketua serta 2 hakim anggota, Khairul Fuad dan Yusdirman, 5 Oktober 2021. Selain itu, Zulkifli AS juga membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. 

Dalam putusannya, majelis hakim membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tingkat Pertama pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor: Nomor 15/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Pbr tanggal 12 Agustus lalu.

Zu‎lkifli AS kemudian menghirup Udara bebas Rabu, 30 Agustus 2023. Ia keluar dari  Rutan kelas II B Dumai disambut istrinya Haslinar dan sejumlah orang dekatnya.

2, Risnandar (Pj Wali Kota Pekanbaru, Mei-Desember 2024)

risnandar di ssk II ke kpk jakarta

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekabaru, Risnandar Mahiwa sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengelolaan anggaran Pemkot Pekanbaru tahun anggaran 2024-2025, Selasa, 3 Desember 2024. 

Risnandar ditetapkan tersangka Bersama Sekretaris Daerah Kota (Sekdako) Indra Pomi Nasution serta Plt Kabag Umum Setdako Pekanbaru, Novin Karmila. Ketiganya ditangkap KPK sehari sebelumnya, Senin, 2 DEsember 2024, di berbagai tempat. 

Wakil Ketua KPK ketika itu, Nurul Ghufron mengungkapkan, Risnandar diduga menerima jatah Rp 2,5 miliar dari pemotongan anggaran Sekretariat Daerah (Setda) Pekanbaru 2024. Dana itu berasal dari penambahan anggaran makan dan minum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP).

"Bahwa pada November 2024, terdapat penambahan anggaran Setda di antaranya untuk anggaran makan minum (APBDP 2024). Dari penambahan ini, diduga Pj Wali Kota menerima jatah uang sebesar Rp2,5 miliar," ujar Nurul Ghufron, dalam konferensi pers di kantor KPK. 

Sebanyak sembilan orang ditangkap, termasuk Risnandar. KPK juga mengamankan uang tunai senilai Rp6,82 miliar yang diduga terkait kasus tersebut.

Dua Wakil Bupati

Tak hanya kepala daerah saja yang tersangkut kasus korupsi, wakil kepala daerah di Riau juga ikut tersandung rasuah dan mendiami dinginnya lantai penjara. 

Catatan RIAUONLINE.CO.ID, setidaknya ada dua Wakil mendekam di dalam penjara terkait kasus korupsi. Diawali dari Wakil Bupati Bengkalis, Muhammad, disusul Wakil Bupati Pelalawan, Zardewan. 

1. Muhammad (Wakil Bupati Bengkalis, 2016-2020)

Wakil Bupati Bengkalis periode 2016-2020, Muhammad

Kala itu, 2020, Kabupaten Bengkalis sempat heboh. Pasalnya, Bupati Amril Mukminin ditahan KPK, sedangkan Wakil Bupati, Muhammad, yang ditetapkan sebagai tersangka malah kabur dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Riau. 

Akhirnya, Sekdakab Bengkalis, ditetapkan sebagai Pelaksana Harian (Plh) Bupati hingga terpilih dan dilantiknya Kasmarni, istri Amril Mukminin sebagai Bupati hasil Pilkada 2020. 

Muhammad diduga terlibat dugaan korupsi proyek pipa air di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) tahun 2013 senilai Rp, 3,8 miliar. Kala itu Muhammad menjabat Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau, sedangkan Kepala Dinasnya, SF Hariyanto. 

Ketika itu, terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam kegiatan pengadaan dan pemasangan pipa transmisi PE 100 DN 500 MM di Tembilahan pada Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau tahun anggaran 2013.

Berawal pada April 2013 di Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Sumber Daya Air Provinsi Riau terdapat paket pekerjaan pengadaan dan pemasangan pipa PE 100 DN 500 mm, dengan anggaran sebesar Rp3.836.545.000, bersumber dari APBD Provinsi Riau. 

SF Hariyanto (kini Wakil Gubernur Riau terpilih) selaku Pengguna Anggaran (PA) dan terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Kemudian, Edi Mufti, BE bin Syar’i Harun selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Rio Amdi P ST selaku Ketua Pokja, dan Tri Riswanto ST selaku ketua panitia/pejabat penerima hasil pekerjaan (P2HP). Semuanya jadi saksi dalam kasus ini.

Muhamamd kemudian divonis majelis hakim PN Tpikor Pekanbaru dengan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara dengan membayar denda Rp 300 juta. Apabila tidak dibayarkan, maka dapat diganti dengan pidana 3 bulan kurungan badan.

Vonis Muhammad ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muhammad Haris. Sebelumnya JPU menghukum Muhammad dengan penjara selama 8 tahun penjara. Selain penjara, JPU juga meminta Muhammad membayar denda sebesar Rp400 juta. Apabila tidak dibayar dapat diganti dengan subsider 6 bulan kurungan.

2. Marwan Ibrahim (Wakil Bupati Pelalawan, 2011-2016)

Marwan Ibrahim (Wakil Bupati Pelalawan, 2011-2016)

Wakil Bupati Pelalawan 2011-2016, Marwan Ibrahim, ditahan Kejati Riau pada Kamis, 28 Agustus 2014, tiga tahun usai dilantik Bersama dengan Muhammad Haris sebagai Bupati. 

Ia ditahan dalam kasus pembelian tanah untuk perkantoran Pemkab Pelalawan Bhakti Praja bersama-sama dengan terdakwa lainnya termasuk Bupati Tengku Azmun Jaafar. Ketika itu, Marwan menjabat sebagai Sekdakab. 

Pengadilan Tipikor Pekanbaru memvonis Marwan Ibrahim selama 6 tahun penjara. Ini terkait korupsi pengadaan lahan perkantoran 2002-2011 yang merugikan negara Rp 38 miliar, Rabu, 18 Februari 2015. Ketua majelis, Achmad Setyo Pudjoharso juga memberikan hukuman terhadap Marwan membayar denda Rp 500 juta, subsider 6 bulan penjara dan dana pengganti Rp 1 miliar.

Putusan mejelis hakim ini, lebih ringan dari tuntutan JPU Romy Rozali dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara serta denda Rp 500 juta dan membayar uang pengganti Rp 1,5 miliar. Hakim menyatakan, terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam proyek pengadaan lahan untuk perkantoran (Bhakti Praja) tahun 2002-2011.