RIAU ONLINE, PEKANBARU - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau sampai saat ini masih belum menetapkan tersangka terkait dugaan korupsi yang terjadi di Setwan DPRD Riau periode 2020-2021.
Pasalnya, Dirreskrimsus Polda Riau masih melakukan penyelidikan dan penyidikan tentang dugaan korupsi serta melakukan beberapa penyitaan barang-barang yang berkaitan dengan dugaan korupsi itu.
Tidak hanya itu, satu persatu, Polda Riau mulai mengungkapkan ke Publik apa-apa saja yang telah disitanya terkait SPPD Fiktif, mulai dari Rumah, Apartemen, Barang Branded hingga sejumlah berkas di kantor DPRD Riau.
Berikut RIAUONLINE merangkum beberapa fakta menarik terkait dugaan SPPD Fiktif di DPRD Riau, Sabtu, 7 Desember 2024.
1. Awal Pengungkapan Kasus oleh Dirreskrimsus Polda Riau Sejak Bulan Juni
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau mulai menyelidiki kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Fiktif di Sekretariat DPRD Riau, 2020-2021 pada bulan Juni lalu.
Dimana Ditreskrimsus Polda Riau melakukan pemanggilan awal terhadap mantan Sekwan DPRD Riau, Muflihun pada hari Kamis, 26 Juni 2024 namun tidak bisa hadir.
"Panggilan pertama kita lakukan pada hari Kamis lalu, namun yang bersangkutan tidak bisa hadir dengan alasan sakit," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Nasriadi, Senin, 1 Juli 2024.
Kombes Nasriadi menegaskan kasus yang diusut murni dugaan tindak pidana korupsi. Sebab, kasus sudah diusut sejak 9 bulan lalu.
"Jadi ini murni penyelidikan tindak pidana korupsi, tidak ada tendensius apapun. 30 orang saksi ini semua pelaksana, ada juga maskapai. Tapi yang jelas ini masih kami dalami," pungkasnya.
2. Polda Riau Sebut Ada 35 Ribu Lebih Tiket Pesawat Perjalan Fiktif
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Riau, Kombes Nasriadi menjelaskan, ada sekitar 35.836 tiket perjalanan dinas terindikasi fiktif dan pihaknya akan berkoordinasi kembali dengan pihak maskapai untuk memastikan hal itu.
"Kita fokus pada kegiatan dan penyimpangan-penyimpangan yang ada di Sekwan. Terkait verifikasi tiket 35 ribu, itu baru indikasi dan ini masih berlanjut," ujar Kombes Nasriadi.
3. Kasubag Verifikasi Ngaku Diperintahkan Muflihun Lakukan Pencairan Dana
Ditreskrimsus terus melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi SPPD Fiktif Setwan DPRD Riau.
Adapun materi pemeriksaan yang dilakukan penyidik terkait penandatanganan 58 Nota Pencairan Dana (NPD) dan Kwitansi Panjar yang kegiatannya dikelola oleh saudara Edwin.
"Edwin ini merupakan Kasubag Verifikasi SPJ dan Petugas input Buku Kas Umum. Pengakuan Edwin, pembuatan NPD dan Kwitansi Panjar atas perintah Muflihun," jelas Nasriadi, Senin, 19 Agustus 2024.
Nasriadi juga mengatakan kalau Muflihun sempat mengelak kalau dirinya yang memberikan perintah kepada Edwin, namun setelah diperlihatkan bukti chat oleh penyidik, Muflihun tak bisa berkilah.
"Muflihun mengaku ada memerintahkan Edwin untuk membuat NPD, salah satunya Rp500 jt untuk diserahkan saudara Arif. Dana tersebut masih didalami karena Arif saat ini sedang menderita sakit jantung di Jogja," kata Nasriadi.
Berdasarkan Tupoksinya, Edwin tidak memiliki kewenangan untuk mengelola kegiatan perjalanan dinas luar daerah.
Edwin secara tupoksi menjabat selaku Kasubag Verifikasi yang bertugas untuk melakukan verifikasi dokumen keuangan.
"Sebagian Besar NPD yang dibuat Edwin tidak dilengkapi SPJ dan hanya mengambil dana tanpa pertanggungjawaban semua dilakukan atas perintah Muflihun sebagai Sekwan," tutup Nasriadi.
4. 50 Saksi Diperiksa Penyidik Terkait SPPD Fiktif.
Sampai saat ini, Polda Riau belum menetapkan tersangka dugaan korupsi SPPD Fiktif di Setwan DPRD Riau. Sebanyak 50 orang saksi sudah dimintai keterangan.
"PPTK 12 orang, PPAKK 5 orang, Kasubag Verivikasi 1 orang, Pelaksana Perjalanan Dinas 20 orang, PA (Muflihun), KPA 3 orang dan Benlur 1 orang," ujar Nasriadi.
Adapun jumlah keseluruhan SPJ yakni 21.632 dan real 7.538 SPJ. Kombes Nasriadi mengatakan kurang dari 10 persen total SPJ diduga fiktif dan tidak ada pertanggungjawaban.
5. Tanggapan Kombes Nasriadi Terhadap Edwin, Kasubag Verifikasi
Edwin, Kasubag Verifikasi di Setwan DPRD Riau 2020, mengaku diperintahkan oleh Muflihun untuk membuat Nota Pencairan Dana (NPD) dan Kwitansi Panjar pada perjalanan dinas fiktif.
Nilainya tak tanggung-tanggung, total Rp19 miliar dengan tidak melengkapi dokumen pertanggungjawaban seperti Tiket, Bill hotel serta bukti pengeluaran lainnya.
"Hasil pemeriksaan terungkap kalau Saudara E, sebagai Kasubag Verifikasi membuat NPD dan Kwitansi panjar perjalanan dinas fiktif tanpa dokumen pertanggungjawaban."
"Adapun nilai NPD dan Kwitansi Panjar yang dibuat tersebut nilainya mencapai Rp19 Miliar," ujar Dir Krimsus Polda Riau, Kombes Nasriadi, Senin, 26 Agustus 2024.
Lanjut Nasriadi, Edwin bukanlah orang yang memiliki wewenang untuk mengelola Kegiatan perjalanan dinas.
"Jadi bukan Tupoksi Saudara E untuk membuat NPD dan Kwitansi panjar perjalan Dinas."
"Tapi karena diperintahkan saudara M, Edwin melakukan dan membuat SPD fiktif tersebut," tutup Nasriadi.
6. Agung Nugroho Turut Diperiksa Sebagai Saksi oleh Polda Riau
Mantan Wakil Ketua DPRD Riau, Agung Nugroho turut diperiksa Polda Riau terkait SPPD Fiktif.
Ia menjelaskan ada yang tampak bersalah saat proses penyelidikan oleh Ditreskrimsus Polda Riau terkait dugaan SPPD Fiktif di Sekwan DPRD Riau periode 2020-2021.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DRPD Riau usai menjalani pemeriksaan di Mapolda Riau sejak pukul 13.00 - 17.00 WIB.
"Ada yang jelas tampak bersalah terkait SPPD Fiktif, itu yang harus kita jaga dan kawal itu agar Pekanbaru bebas dari Koruptor," ujar Agung Nugroho, Selasa, 27 Agustus 2024.
Lanjut Agung, pemanggilan dirinya ke Polda Riau bukan karena politik tapi murni untuk mengklarifikasi terkait penggunaan anggaran.
"Ini bukan politik tapi murni untuk mengklarifikasi terkait yang disampaikan oleh beliau itu, yang diterima. Padahal yang menerima itu orang lain," jelasnya.
7. Polda Riau Geledah Gedung DPRD Riau dan Sita 36 Box Kontainer
Kepolisian Daerah (Polda) Riau menyita 36 box kontainer yang berisi dokumen dan perangkat komputer terkait kasus dugaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Gedung Sekretariat DPRD Riau.
Penggeledahan dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau, dengan fokus penyelidikan masih berada pada pihak Sekretariat DPRD, bukan anggota atau pimpinan DPRD Riau.
"Fokus sementara ini memang kasusnya di Sekretariat DPRD. Sejauh ini, tidak ada atau belum mengarah kepada pimpinan maupun anggota DPRD Riau," ujar Kabid Humas Polda Riau, Kombes Anom Karibianto, Jumat, 20 September 2024.
Menurut Anom, proses penyelidikan membutuhkan waktu yang lama karena harus melalui berbagai tahapan, termasuk pengumpulan barang bukti dan pemeriksaan saksi.
Ia menegaskan bahwa tim penyidik akan bekerja secara profesional dan terbuka dalam menangani kasus ini.
"Korupsi bukan kasus yang mudah diusut. Ada proses pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan penyelidikan yang memakan waktu cukup lama," terang Anom.
Anom juga menjelaskan bahwa anggaran perjalanan dinas di DPRD Riau terbilang besar, namun serapan anggaran yang paling signifikan justru terjadi di Sekretariat DPRD.
"Di tahun 2020, ada anggaran perjalanan dinas sebesar Rp 143 miliar, dengan realisasi sekitar Rp 140 miliar. Dari jumlah tersebut, Sekretariat DPRD menyerap Rp 92 miliar, sedangkan DPRD hanya Rp 48 miliar,"jelas Anom.
"Pada 2021, anggaran perjalanan dinas mencapai Rp 175 miliar, dengan realisasi Rp 133 miliar. Sekretariat DPRD menyerap Rp 114 miliar, sedangkan DPRD hanya Rp 18 miliar," sambung Kabid Humas.
Dalam penggeledahan di Sekretariat DPRD Riau, penyidik menyita barang bukti yang signifikan, termasuk 36 kontainer berisi dokumen perjalanan dinas dan Surat Pertanggungjawaban (SPJ), serta sejumlah perangkat komputer.
Dokumen SPJ yang diamankan termasuk sekitar 6.000 dokumen dari tahun 2020 dan 13.000 dokumen dari tahun 2021.
"Barang bukti yang diamankan terdiri dari 20 unit PC all-in-one, 6 unit PC, 1 unit laptop, 1 unit handphone, 8 bonggol cek, 26 cap stempel, serta 20.683 set dokumen SPJ perjalanan dinas luar daerah di Sekretariat DPRD Riau," masih kata Anom.
Penyelidikan kasus ini juga dibantu oleh Mabes Polri, terutama dalam verifikasi 44.402 tiket perjalanan dinas yang diduga fiktif.
8. 15 Item Barang Branded Milik THL Sekwan DPRD Riau Disita Polisi
Ditreskrimsus Polda Riau merilis 15 item barang mewah milik Tenaga Harian Lepas (THL), MS di Sekretariat DPRD Riau, Rabu, 9 Oktober 2024.
15 item tersebut ada tas, sandal dan sepatu berbagai merek. Berikut RIAUONLINE merincikan 15 item barang mewah yang dimiliki THL dan diserahkan ke Polda Riau:
-
Tas Louis Vuitton Rp86 Juta
-
Tas LV Rp30 Juta
-
Tas LV Rp26 Juta
-
Tas Lady Dior Rp87,2 Juta
-
Tas Balenciaga Rp28 Juta
-
Tas Balenciaga Rp15 Juta
-
Tas Saint Laurent Rp23 Juta
-
Sandal Louis Vuitton Rp21 Juta
-
Sandal Hermes Rp13 Juta13 Juta
-
Sandal Prada Rp8,5 Juta
-
Sandal Gucci Rp11 Juta
-
Sepatu Roger Vivier Rp11 Juta
-
Sepatu Valentino Rp9,8 Juta
-
Sepatu Louis Vuitton Rp13 Juta
-
Sepatu Christian Dior Rp13 Juta.
"Kalau ditotal nilainya sekitar Rp395 juta," ujar Kabid Humas Polda Riau, Kombes Anom Karbianto, Rabu, 9 Oktober 2024.
Lanjut Kombes Anom, barang branded tersebut diduga barang yang dibeli MS dari uang tindak pidana korupsi SPPD Fiktif DPRD Riau periode 2020-2021.
"Dari 15 item tersebut, 7 tas merek Louis Vuitton, Dior. 4 pasang sandal merek Hermes dan Gucci dan sepatu merek Valentino, Saint Laurent, dan Prada. Semuanya diserahkan MS atas kemauannya sendiri."
"Meskipun MS mengakui bahwa barang-barang itu dibeli sendiri, kami menduga kuat bahwa pembelian tersebut berasal dari dana SPPD fiktif," terang Anom.
Anom juga menjelaskan kalau saat ini pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dugaan korupsi SPPD Fiktif di Sekretariat DPRD Riau periode 2020-2021.
"Sampai saat ini sudah 32 orang saksi yang kita periksa dari 404 daftar orang saksi dan jumlah saksi dapat bertambah seiring dengan pengembangan penyidikan," tutup Anom
9. Penyitaan Rumah dan 4 Unit Apartemen
Ditreskrimsus Polda Riau terus menggali lebih dalam terkait dugaan korupsi yang terjadi di Setwan DPRD Riau.
Satu unit rumah yang ada di Jalan Banda Aceh, Kecamatan Bukit Raya ikut disita polisi karena diduga terlibat dalam dugaan korupsi SPPD Fiktif. Rumah putih tersebut akhirnya disegel Polda Riau.
Tak hanya rumah, empat unit apartemen juga disegel Polda Riau.
Adapun unit-unit apartemen yang disita masing-masing terletak di beberapa lantai berbeda dalam kompleks apartemen Citra Plaza Nagoya, yang dikenal sebagai salah satu properti premium di Batam. Keempat unit apartemen yang disita adalah sebagai berikut:
-
Apartemen Lantai 16 No. 10. Tipe studio ini terletak di lantai 16 dengan nomor unit 10, tercatat memiliki properti senilai Rp557 juta.
-
Apartemen Lantai 25 No. 08. Unit kedua ini juga tipe studio dan terletak di lantai 25 dengan nomor unit 08, memiliki nilai jual yang sama, yaitu Rp557 juta.
-
Apartemen Lantai 6 No. 25. Terletak di lantai 6 dengan nomor unit 25, Nilai apartemen ini tercatat sebesar Rp 513 juta.
-
Apartemen Lantai 7 No. 09. Unit keempat terletak di lantai 7 dengan nomor unit 09 memiliki nilai Rp 517 juta.
Total Nilai Penyitaan Mencapai Rp. 2,14 Miliar
10. Artis dan Selebgram Hana Hanifah Ikut Terjerumus dalam SPPD Fiktif
Artis FTV, Hana Hanifah akan kembali dijadwalkan Polda Riau untuk diperiksa dan dimintai keterangan terkait adanya dugaan aliran dana SPPD Fiktif di Sekwan DPRD Riau periode 2021 yang mengalir kepadanya.
Meski sempat mangkir dari pemeriksaan awal, Kamis, 21 November 2024 lalu, Hana Hanifah akhirnya memenuhi panggilan penyidik Polda Riau, Kamis, 5 Desember 2024.
"Yang bersangkutan HH sempat tidak hadir pada pemanggilan pertama 21 November 2024 lalu dan kini baru bisa hadir memenuhi panggilan penyidik," ujar Kabid Humas Polda Riau, Kombes Anom Karibianto, Kamis, 5 Desember 2024 malam.
Lanjut Anom, selebgram Hana Hanifah tak bisa hadir saat pemanggilan pertama dengan alasan sakit dan baru tadi malam bisa memenuhi panggilan penyidik Polda Riau.
"Kita masih membutuhkan keterangan HH untuk diperiksa sebagai saksi dan akan dilakukan pemanggilan selanjutnya terhadap HH," jelas Anom.
"HH diduga menerima aliran dana SPPD Fiktif dengan total ratusan juta. Kita minta yang bersangkutan untuk mengembalikan uang tersebut karena itu berkaitan dengan tindak pidana korupsi dan uang negara," tambah perwira bunga tiga dipundaknya tersebut.
Aliran dana yang mengalir ke wanita berusia 29 tahun tersebut bervariasi, Kombes Anom menyebutkan Hana Hanifah menerima dari Rp5 juta hingga Rp15 juta untuk sekali transfer.
"Sampai saat sekarang uang tersebut belum ada yang dikembalikan, kita tetap memerintahkan agar yang bersangkutan HH untuk mengembalikannya," tutup Anom.