RIAU ONLINE, PEKANBARU - Kinerja Polda Riau membongkar dugaan praktik manipulasi keuangan di Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Fianka mendapat apresiasi dari kuasa hukum Bi Hoi dan Halim Hilmi.
Polda Riau telah menetapkan bos besar BPR Fianka, Helen sebagai tersangka dalam perkara ini.
“Kami sangat mengapresiasi kinerja dan dedikasi yang ditunjukkan oleh kesatuan Polda Riau dalam menangani kasus yang menimpa klien kami, Bi Hoi dan Halim Hilmi," ujar tim kuasa hukum dalam pernyataan tertulisnya, Kamis, 21 November 2024.
"Kami mengucapkan terima kasih atas penahanan tersangka Helen dan komitmen dari Dirkrimsus Polda Riau yang berjanji untuk terus mendalami dan menuntaskan kasus ini,” lanjutnya.
Kuasa hukum korban, Fery Adi Pransista, juga menanggapi klarifikasi yang diunggah BPR Fianka melalui Instagram pada 19 November 2024.
Dalam klarifikasi tersebut, pihak bank mengungkapkan beberapa informasi terkait peran Helen yang diketahui memiliki saham sebesar 1,23% di bank tersebut dan juga berstatus sebagai marketing di bank tersebut.
Namun, tim kuasa hukum menegaskan bahwa permasalahan ini tidak hanya terkait dengan tindakan Helen semata, tetapi juga melibatkan pihak-pihak lain yang diduga turut berperan dalam hilangnya dana klien mereka.
“Perlu dipahami bahwa ini bukan hanya masalah antara klien kami dan saudari Helen, tetapi masalah yang melibatkan pihak-pihak terkait lainnya dalam hilangnya dana deposito dan tabungan yang kami klaim milik klien kami. Kami menduga ada pihak lain yang turut terlibat dalam kasus ini,” tegas Fery Adi Pransista.
Fery Adi juga menjelaskan bahwa kesepakatan perdamaian yang pernah tercapai antara Helen dan klien mereka pada 27 September 2023, yang tercatat dalam dokumen Perjanjian Perdamaian Nomor 3565/Leg/2023, kini telah dibatalkan.
Mereka mempertanyakan validitas perdamaian tersebut, mengingat hak-hak korban tidak diselesaikan dengan tuntas.
“Bagaimana mungkin bisa ada perdamaian jika hak-hak korban tidak pernah dipenuhi dengan baik?” ujar Fery.
Selain itu, kuasa hukum juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, klien mereka tidak pernah mencabut atau memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menarik laporan yang telah diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kami menegaskan bahwa jika ada laporan yang dicabut, itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan izin klien kami,” tambahnya.
Dalam perkara yang tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Pekanbaru, yakni perkara dengan Nomor 211/Pdt.G/2024/PN.Pbr, pihak kuasa hukum juga memprotes ketidakhadiran klien mereka dalam persidangan.
Menurut mereka, klien tidak pernah menerima surat panggilan resmi untuk hadir dalam sidang tersebut. Setelah dilakukan pengecekan, surat panggilan yang dikirimkan kepada klien mereka dikembalikan karena tidak ditemukan, sehingga menyebabkan klien mereka tidak dapat memperjuangkan hak-haknya di pengadilan.
“Hal ini jelas merugikan pihak kami, karena putusan perkara Nomor 211/Pdt.G/2024/PN.Pbr diputuskan tanpa kehadiran atau pengetahuan klien kami,” tegas mereka.
Selain itu, tim kuasa hukum mengungkapkan bahwa kehilangan dana yang dialami klien mereka juga dialami pihak-pihak lain dengan modus yang serupa. Beberapa pihak lain diduga telah mendapatkan ganti rugi atau pembayaran atas kerugian yang mereka alami.
Terkait hal ini, Fery Adi mendesak pihak PT BPR Fianka Rezalina Fatma untuk segera mengembalikan kerugian yang dialami oleh klien mereka.
“Sesuai dengan peraturan OJK, pelaku jasa keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh konsumen akibat kesalahan, kelalaian, atau tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan,” jelasnya.
Tak hanya itu, mereka juga meminta bantuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau dan lembaga Penjamin Simpanan untuk terlibat aktif dalam proses pemulihan kerugian yang dialami klien mereka.
“Kami berharap pihak OJK dan LPS dapat memberikan perhatian serius dan bantuan untuk memastikan kerugian klien kami dapat dipulihkan, serta agar semua pihak yang terlibat dalam perkara ini dapat diproses sesuai hukum yang berlaku,” pungkasnya.