Terbukti Korupsi SPPD Fiktif, Tengku Fauzan Tambusai Divonis 6 Tahun Penjara

Terbukti-Korupsi-SPPD-Fiktif-Tengku-Fauzan-Tambusai-Divonis-6-Tahun-Penjara.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tengku Fauzan Tambusai, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD Provinsi Riau, dijatuhi vonis 6 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas fiktif di Sekretariat DPRD Riau pada tahun 2022 oleh Hakim sidang Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Vonis ini lebih ringan 2 tahun dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang sebelumnya meminta agar Fauzan dihukum 8 tahun penjara.

Vonis tersebut dibacakan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin, 18 November 2024, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Jimmi Maruli.

Dalam sidang tersebut, Fauzan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara lebih dari Rp2,3 miliar.

"Benar, putusan sudah dijatuhkan," ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Niky Juniesmero, saat dikonfirmasi usai sidang.

Niky menambahkan, tindakan Tengku Fauzan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021.

Dalam amar putusan, Majelis Hakim tidak hanya menjatuhkan hukuman penjara selama 6 tahun, tetapi juga menghukum Tengku Fauzan untuk membayar denda sebesar Rp200 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka dia akan menjalani kurungan selama 2 bulan.

Selain itu, Fauzan juga diwajibkan mengganti kerugian negara sebesar Rp2.353.826.140 yang diambilnya dari anggaran perjalanan dinas fiktif tersebut. Jika Fauzan tidak mampu membayar uang pengganti, maka dia akan dihukum dengan tambahan penjara selama 2 tahun 10 bulan.

Tengku Fauzan, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut melalui kuasa hukumnya, Heriyanto. Tanggapan serupa juga disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum, Dewi Shinta Dame Siahaan dan Yuliana Sari.



"Terdakwa pikir-pikir, kami juga pikir-pikir," ujar kedua jaksa usai sidang.

Kasus ini bermula ketika Tengku Fauzan yang menjabat sebagai Plt Sekretaris DPRD Riau, memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen-dokumen perjalanan dinas untuk periode September hingga Desember 2022.

Dokumen-dokumen tersebut mencakup nota dinas, surat perintah tugas (SPT), surat perintah perjalanan dinas (SPPD), kwitansi, nota pencairan anggaran perjalanan dinas, hingga tiket transportasi dan bill hotel.

Namun, setelah dokumen-dokumen tersebut disiapkan, Tengku Fauzan yang bertindak sebagai Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dan memerintahkan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan bendahara pengeluaran untuk mengajukan pencairan anggaran ke Bank Riau tanpa melalui proses verifikasi yang seharusnya dilakukan oleh Koordinator Verifikasi.

Setelah pencairan anggaran dilakukan, ternyata sebagian besar dari anggaran perjalanan dinas tersebut tidak digunakan untuk keperluan perjalanan dinas yang sah. Sebaliknya, dana yang dicairkan senilai lebih dari Rp2,8 miliar itu digunakan untuk kepentingan pribadi Tengku Fauzan.

Setelah memotong sejumlah dana sebagai upah tanda tangan dari pegawai yang namanya dicatut dalam dokumen perjalanan dinas fiktif tersebut, Tengku Fauzan berhasil menggelapkan sisa dana yang berjumlah sekitar Rp2,3 miliar.

Dalam penyelidikan, terungkap bahwa pencairan dana dilakukan dengan modus memanipulasi dokumen dan melibatkan sejumlah pegawai yang tidak mengetahui adanya perjalanan dinas fiktif tersebut.

Para pegawai ini hanya diminta untuk menandatangani dokumen perjalanan dinas yang kemudian dipalsukan. Sejumlah dokumen yang dipakai dalam manipulasi ini termasuk tiket transportasi, boarding pass, dan bill hotel, yang ternyata tidak ada kaitannya dengan perjalanan dinas yang sebenarnya.

Perbuatan Tengku Fauzan jelas bertentangan dengan ketentuan dalam Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, yang mengatur penggunaan anggaran daerah secara transparan dan akuntabel.

Akibat tindakannya, negara mengalami kerugian lebih dari Rp2,3 miliar, yang seharusnya digunakan untuk kepentingan perjalanan dinas yang sah, namun malah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Kasus ini menarik perhatian publik karena menunjukkan bagaimana penyalahgunaan jabatan dan manipulasi anggaran dapat terjadi di lembaga pemerintah.

Kejaksaan Negeri Pekanbaru, yang menangani perkara ini, menyatakan komitmennya untuk terus memberantas tindak pidana korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.

Tengku Fauzan yang saat ini masih berada dalam masa penahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pekanbaru, harus menghadapi proses hukum lebih lanjut, baik dari pihak terdakwa maupun jaksa penuntut umum yang menyatakan masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas putusan ini.

Kasus ini menjadi bukti betapa pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan anggaran daerah untuk mencegah terjadinya korupsi yang dapat merugikan kepentingan publik.