Tantangan dan Solusi dalam Penegakan Hukum Pada Pilkada Serentak 2024

Mutia-Ayu-Lestari-mahasiswi-Fakultas-Hukum-Universitas-Lancang-Kuning.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Tahapan pemilihan umum kepala daerah serentak telah memasuki masa kampanye dan berlangsung dari tanggal 25 September hingga 23 November 2024. 

Sebelumnya, pada 23 September 2024, telah dilaksanakan pencabutan nomor urut pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, serta Bupati dan Wakil Bupati di seluruh Indonesia. 

Acara ini diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan diawasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI.

Kondisi ini mendapatkan perhatian khusus dari berbagai pihak, termasuk kalangan akademika di Provinsi Riau, khususnya di Kota Pekanbaru. 

Penyelenggaraan pemilu berada di tangan KPU Riau di bawah pengawasan Bawaslu Riau. Setiap kota dan kabupaten di Provinsi Riau juga memiliki KPU dan Bawaslu yang bertugas untuk memastikan kelancaran proses pemilu.

Mutia Ayu Lestari, mahasiswi semester tujuh Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, memberikan tanggapan terkait pelaksanaan pemilu serentak yang akan dilaksanakan pada Rabu, 27 November 2024. 

Dia mengungkapkan bahwa penegakan hukum dalam pemilu dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu mekanisme civil process dan crime process. Civil process adalah mekanisme koreksi terhadap hasil pemilu yang diajukan oleh peserta pemilu kepada lembaga peradilan yang berwenang. 


Sementara itu, crime process berfokus pada penyelesaian pelanggaran atau sengketa pemilu melalui mekanisme hukum yang berlaku, baik pidana, administrasi, maupun kode etik.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terdapat dua persoalan utama dalam pemilu, yaitu pelanggaran dan sengketa. Pelanggaran terbagi menjadi tiga kategori: Tindak Pidana Pemilu, Pelanggaran Administrasi Pemilu, dan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu. 

Sedangkan sengketa dibagi menjadi sengketa proses pemilu dan sengketa hasil pemilu.

Mutia menekankan bahwa dalam implementasinya, penegakan hukum pemilu sering kali mengalami tumpang tindih kewenangan, yang menyebabkan tidak optimalnya penegakan hukum. 

Dia menyarankan perlunya penataan kelembagaan dalam penegakan hukum pemilu agar masalah tersebut dapat teratasi. Salah satu langkah yang disarankan adalah penguatan koordinasi antara Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

"Sinkronisasi pemahaman dan aturan yang berkaitan dengan penegakan hukum sangat penting agar pelaksanaan pemilihan umum serentak tahun 2024 berjalan dengan baik, tanpa adanya upaya hukum yang dapat melemahkan pesta demokrasi," ungkap Mutia.

Sebagai mahasiswa, Mutia berharap dapat berkontribusi dalam pelaksanaan Pilkada yang jujur dan adil. 

Dia menegaskan bahwa dukungan terhadap penegakan hukum dalam penanganan pelanggaran Pilkada sangat penting, mengingat potensi pelanggaran seperti politik uang, penyebaran hoaks, dan kampanye yang bersifat adu domba.

"Sebagai mahasiswa Universitas Lancang Kuning, kami berkomitmen untuk mendukung pelaksanaan Pilkada yang transparan, demi kemajuan Provinsi Riau dan Indonesia secara umum," tutupnya.

Dengan harapan tersebut, diharapkan pemilu serentak 2024 dapat berlangsung dengan sukses dan menghasilkan pemimpin yang berkualitas, sesuai dengan pilihan masyarakat.