RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024, DPR RI kebut melaksanakan pembahasan RUU Pilkada untuk segera dapat mengesahkan RUU Pilkada tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan kepentingan elit.
Adapun substansi dari Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Sementara itu pada Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 Mahkamah memaknai titik atau batas untuk menentukan syarat usia minimum dimaksud secara tegas sebagaimana telah dipertimbangkan dalam Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 secara mutatis mutandis berlaku pula sebagai pertimbangan hukum dalam menilai konstitusionalitas norma Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10/2016 yang dimohonkan pemohon.
Apabila mengacu pada Asas Lex posterior derogat legi priori Asas yang menyatakan bahwa hukum yang terbaru (lex posterior) mengesampingkan hukum yang lama (lex prior), diketuk palunya Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentunya mengenyampingkan dari adanya Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengubah syarat batas minimal usia pencalonan kepala daerah menjadi 30 tahun saat dilantik.
Ketua Umum KAMMI Wilayah Riau, Wahyu Andrie Septyo, memandang Peraturan KPU harus merujuk pada putusan MK tersebut dan bukan putusan MA sebelumnya. Meskipun di sisi lain KPU sudah menerbitkan peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 yang mengakomodir putusan MA terkait syarat usia calon kepala daerah.
KAMMI Wilayah Riau mengecam dan menolak keras sikap DPR RI yang menggesa pembahasan sampai pada pengesahan RUU Pilkada dengan sangat kebut untuk memulihkan kembali putusan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024. Putusan MA dinilai menimbulkan berbagai polemik dan intrik dalam kontestasi Pilkada tahun 2024 ini.
"KAMMI menilai demi memuluskan syahwat kekuasaan elitnya, DPR RI dengan teganya ingin mengangkangi konstitusi, tindakan tersebut bukan merepresentasikan Lembaga Negara DPR RI sebagai Dewan Perwakilan Rakyat tapi Dewan Pengkhianat Rakyat. Persoalan RUU untuk kepentingan elit DPR RI sangat gesit, tapi soal RUU untuk kepentingan rakyat sangat sulit seperti halnya RUU Perampasan Aset yang hingga saat ini tidak ada keseriusan dan kejelasannya," kata Wahyu.
Ia menegaskan bahwa KAMMI Wilayah Riau sangat mengecam dan mengkritik keras sikap Hakim Mahkamah Konstitusi yang dianggap telah mati suri marwah kelembagaannya.
Pada saat Judicial Review Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum melalui Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang substansinya berisi "Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah", seakan-akan memberi ruang terhadap cawapres yang belum memenuhi persyaratan batas usia pada saat itu, bisa mengikuti dan terpilih pada kontestasi Pemilu Tahun 2024.
KAMMI Wilayah Riau sangat menyayangkan Mahkamah Konstitusi yang seharusnya memiliki peran strategis dalam berperan sebagai Penjaga Konstitusi (Guardian Of Constitution) seketika menjadi Perusak Konstitusi (Destroyer Of Constitution) melalui hasil keputusan MK tersebut terkait penambahan redaksional mengenai batas usia yang dibubuhi minimal pernah menjabat sebagai kepala daerah.
"Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 seakan-akan menjadi hutang budi yang harus dibayarkan pasca dikeluarkannya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang tentunya hal itu menimbulkan pelbagai macam gejolak di tengah-tengah masyarakat yang dianggap MK telah mengangkangi konstitusi karena keputusan tersebut dianggap mempertaruhkan dan merusak marwah MK," sebutnya.
"KAMMI Wilayah Riau menilai, harusnya Mahkamah Konstitusi memberi jalan terang terhadap gelapnya pemahaman terhadap aturan hukum. Buka malah sebaliknya, MK menjadi awan gelap di saat gelapnya pemahaman terhadap aturan hukum," sambungnya.
Melihat hal tersebut, KAMMI Wilayah Riau menyatakan sikap:
1. Mengawal Putusan Mahkamah Konstitusi yang membuka ruang kontestasi demokrasi yang lebih luas dan mendukung tidak terjadinya Dinasti Politik yang semakin beringas.
2. Mengecam dan Menolak Keras Sikap DPR RI yang terkesan mengangkangi Keputusan Mahkamah Konstitusi dan tidak Pro Rakyat.
3. Mendesak DPR RI dan Pemerintah untuk membatalkan RUU Pilkada karena berpotensi mengangkangi konstitusi