RIAU ONLINE, PEKANBARU - Edy Natar Nasution merombak susunan pejabat pasca beberapa hari ditunjuk sebagai Plt Gubernur Provinsi Riau. Kebijakan ini menuai kritik di tengah masyarakat dan DPRD Riau. Pasalnya, sejumlah pejabat yang dirombak tersebut belum sampai satu bulan, disusun oleh mantan Gubernur Riau Syamsuar.
Terkait pelantikan ini, Edy Natar Nasution, mengatakan bahwa kebijakan ini dikarenakan ia ingin pejabat yang dapat mendukung dan membantunya dalam bekerja. Apalagi, ia memiliki gagasan yang hendak dikembangkan selama menjabat sebagai Plt Gubernur Riau.
"Saya ada gagasan, saya ada program. Bukan melihat siapa dia, yang perlu kinerjanya," ujarnya, Selasa 14 November 2023.
Lebih lanjut, Edy menyampaikan, jika ada kepentingan dalam agenda pelantikan yang digelar beberapa waktu lalu, adalah karena kepentingan profesional.
"Tidak ada karena suka atau tidak suka. Saya tidak kenal-kenal juga dengan pejabat ini, jadi tidak ada saya kepentingan. Kepentingan saya adalah kalau bisa kita terapkan, kalau tidak bisa, ya tidak bisa kita paksakan juga," jelasnya.
Sebelumnya, Plt Gubernur Riau Edy Natar merombak susunan pejabat warisan gubernur Riau sebelumnya, Syamsuar. Tak Tanggung-tanggung, Edy merotasi 39 pejabat di tubuh Pemprov Riau.
Hal ini menjadi atensi dari sejumlah pihak. Pasalnya, Plt Gubernur Riau Edy Natar Nasution seolah tidak sinkron dengan kebijakan mantan pasangannya sebagai Gubernur Riau dan Wakil Gubernur Riau periode 2019-2024 tersebut.
"Kalau kita lihat, seperti isu lama yang selama ini berkembang, antara Syamsuar dan Edy Natar ini memang kurang harmonis dalam penetapan pejabat. Ini sudah menjadi isu yang umum," ujar Pengamat Politik Rawa El Madi, Sabtu 11 November 2023.
Menurutnya, ketidakharmonisan ini terjadi karena kedua pihak pejabat tersebut tidak melakukan kebijakan (pelantikan dan mutasi susunan pejabat) untuk kepentingan publik, melainkan untuk kepentingan pejabat itu sendiri.
"Karena orientasi kepentingan ini lebih untuk kepentingan pejabatnya, bukan kepentingan publik," jelasnya.
Menurutnya, hal ini memang tidak bisa disalahkan berdasarkan undang-undang, karena undang-undang tidak mengatur hal itu (perombakan pejabat daerah dalam waktu tertentu).
"Dibilang melanggar undang-undang, undang-undang saja tidak ada mengatur soal itu. Hanya mengatur bagaimana prosesnya. Tapi penggantian pejabat yang baru sebulan menjabat, kalau berdasarkan adab Meritokrasi atau tujuannya untuk kepentingan publik, ya sangat tidak wajar dan tidak pantas," jelasnya.
Lebih lanjut, menurutnya jika mengabaikan adab Meritokrasi atau tujuannya tidak untuk kepentingan publik melainkan untuk kepentingan pribadi, maka hal ini dianggap wajar karena tidak hanya terjadi di Provinsi Riau.
"Kalau melihat perilaku politik pejabat yang mengabaikan Meritokrasi, ya dikerjakan saja dan ini terjadi di seluruh Indonesia bukan hanya di Riau," pungkasnya.