RIAU ONLINE, PEKANBARU-Meski pemerintah melarang transaksi jual beli barang bekas luar negeri atau Thrift Shop, tampaknya tak membuat peminat barang second menurun, khususnya kawula muda.
Mereka menganggap thrift shop merupakan pilihan yang tepat untuk tampil fashionable dengan harga ramah di kantong dan kualitas yang masih bagus.
Penggemar thrifting, Anggraini (23), mengatakan sering membeli barang-barang thrift karena seperti ada kesan berbeda saat menggunakannya.
"Kadang ya kalau lagi ngethrift itu suka lihat yang estetik ditambah lagi kadang ada barang yang memang lagi hits, jadi suka aja beli. Ketimbang harus nyari ke mall tapi terkadang tidak sesuai apa yang mau dicari," ujarnya saat diwawancarai RIAUONLINE.CO.ID, Jumat 3 November 2023.
Menurutnya, sekarang ini zamannya anak muda suka Outfit of The Day (OOTD), apalagi model barang thrift terkesan tidak pasaran atau banyak dimiliki orang.
"Seperti saya lah contohnya suka ngethrift, memang barang ini barang bekas, tapi balik lagi di kitanya. Sebab kita yang memakainya dan kita tahu memang kebanyakan pakaian bekas yang dijual berasal dari luar negeri. Walaupun dijual murah tapi ada kesannya tetap seperti barang brandednya. Pokoknya orang yang paham merek, pasti mereka akan membelinya," tuturnya
Ia menjelaskan, sekarang ini banyak anak muda yang mengikuti zaman apalagi budaya barat. Sebab semakin maju zaman tetap harus mengikuti perkembangan.
"Tapi balik lagi kepada kita, walaupun kita mengikuti budaya barat dengan membeli pakaian thrift yang berasal dari luar tadi kita tetap harus bisa memfilter sesuai dengan budaya kita. Ikutin yang positifnya lalu tinggalkan yang negatifnya. Apalagi dulu pernah dengar pemerintah mau melarang penjualan thrift, kalau bisa jangan dilarang selagi tidak merugikan orang banyak kenapa harus dilarang," jelasnya.
Sementara penjual thrift di Jalan Bangau Sakti, Edi (26), mengungkapkan untuk thrift sekarang susah, sebab barang sudah naik dan langka karena peraturan pemerintah.
"Untuk pembeli sebenarnya banyak, tapi karena modalnya tinggi jadinya susah menjualnya sekarang. Tidak ramai lagi karena harganya mahal, jadi kalau orang yang tidak tahu barang dia mikir mending beli kain yang baru. Tapi kalau misalnya orang itu pecinta thrift maka dia tetap beli,"
Menurutnya, peminat thrift bisa dikatakan masih stabil, tergantung ekonomi orang yang berbeda beda.
"Sebenarnya kalau dibanding pakaian baru sama aja cuma ada kalangan tertentu seperti menengah ke atas itu lebih suka beli pakaian baru. Jadi rata-rata kalangan remaja hingga dewasa terutama mahasiswa yang menjadi peminat nya,"
Ia menjelaskan, untuk harga masih relatif rendah, yakni mulai dari Rp15.000 hingga Rp60.000.
"Karena di sini lingkungan kampus jadi kita sesuaikan dengan target. Jadi harga standar aja tidak tinggi-tinggi. Karena katanya kan pakaian baru, pakaian lokal itu tidak jalan. Sebenarnya tergantung peminat, ada yang suka pakaian second import ada juga yang baru,"
Edi menyebut, peminat thrift berasal daru semua kalangan remaja sampai orang tua. Bahkan sejumlah mahasiwa menggantung hidupnya dengan berjualan baju thrift online.
"Kalau misalnya ditiadakan ya berapa banyak orang yang jadi pengangguran. Seharusnya cari solusi tengahnya saja," tutupnya.
Artikel ini ditulis Annisa Alzikri peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di RIAU ONLINE