RIAU ONLINE, PEKANBARU - Golongan putih atau golput adalah sebuah istilah politik di Indonesia. Golput merupakan istilah untuk tidak mengambil bagian atau tidak memilih dalam upaya menjalankan demokrasi.
Fenomena golput biasa terjadi saat Pemilu. Seseorang memilih untuk golput atau tidak memberikan hak pilihnya saat pemilu karena berbagai hal. Seperti tidak mengetahui peserta pemilu, adanya kekecewaan, hingga tidak memiliki tanggung jawab untuk memilih.
Namun, berdasarkan Undang-undang (UU) Pemilu dan peraturan KPU (PKPU) istilah golput tidak dikenal dalam regulasi yang berkaitan dengan pemilu. Istilah yang dikenal adalah mempengaruhi atau mengajak pemilih untuk memilih atau tidak memilih peserta pemilu.
Pasal yang berkaitan dengan golput dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu khususnya Pasal 515.
"Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36 juta rupiah," bunyi Pasal 515.
Berdasarkan Pasal 515 UU Pemilu tersebut, aksi kampanye golput hanya bisa dipidana jika:
1. Dilakukan pada saat hari pemungutan suara
2. Dilakukan dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya.
Ajakan golput yang memenuhi dua kriteria di atas bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 3 tahun, dan denda paling banyak Rp 36 juta. Tapi, selama kampanye golput tidak dilakukan pada hari pemungutan suara dan tidak melibatkan politik uang, maka pelakunya tidak bisa dipidana dengan UU Pemilu.
Artikel ini ditulis A.Bimas Armansyah, peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di RIAU ONLINE