Sempat Dilarang Pemerintah, Thrift Shop Semakin Menjamur di Pekanbaru

Pakian-bekas-pasar-kodim2.jpg
(Riau Online/Novrika Sona Rohana)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Mentri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 tahun 2022 tentang perubahan atas Permendag nomor 18 tahun 2021 tentang barang dilarang eksport dan import dan Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan, sempat melarang impor dan penjualan barang bekas karena dituduh membunuh pelaku UMKM produk fashion lokal dan faktor higienitas produk.

Menteri Perdagangan (Mendag) RI Zulkifli Hasan bahkan datang langsung ke Kota Pekanbaru, Riau, untuk memusnahkan 730 bal pakaian, sepatu, tas dan aksesoris bekas yang diimpor dari China melalui Batam. Produk senilai Rp10 miliar itu disita langsung dari distributor di Pekanbaru untuk dibakar di Terminal BRPS Payung Sekaki, pada 19 Maret 2023 lalu.

Seiring berlalunya waktu, larangan pemerintah tersebut rupanya tidak menghentikan perkembangan penjualan baju seken yang kini dikenal dengan 'Thrift Shop' di Kota Pekanbaru. Thrift shop atau tempat penjualan baju/produk sandang bekas ini justru semakin menjamur di Kota Pekanbaru.

Pasar terbesar yang menjadi lokasi sejumlah thrift shop adalah Pasar Kodim, Jalan Teratai, Kota Pekanbaru. Salah seorang pedagang, Jonveron mengatakan, aktivitas di Pasar Kodim pasca larangan tersebut tak mendapat pengaruh besar.

"Sampai hari ini kita masih berjualan seperti biasa. Namanya berjualan, omset kadang bisa tidak ada, kadang sehari bisa mencapai Rp500 ribu sampai Rp1 juta," ujarnya, Sabtu 16 September 2023.

Menurutnya, pembeli pun masih banyak yang mencari baju thrift. Semakin banyaknya thrift shop di Pekanbaru tentu dikarenakan jumlah pembeli juga meningkat.


Tidak hanya di Pasar Kodim, thrift shop juga dapat ditemukan di pasar-pasar tradisional, pinggiran jalan seperti di Jalan Soebrantas, Jalan Tuanku Tambusai dan lainnya.

"Saya kira pembeli ini membeli tidak melihat brandnya atau merknya apa. Kalau suka sama modelnya dan sesuai dengan kebutuhan dan harga ya mereka beli," jelasnya.

Disinggung tentang larangan menjual barang thrift oleh pemerintah, Jonveron mengatakan pihaknya termasuk pro kepada larangan tersebut. Namun, ia menyayangkan jika pemerintah melarang penjual thrift tanpa memberikan solusi sama sekali.

 

"Kalau boleh jujur kita mengakui usaha ini bisa berdampak buruk dan merugikan pedagang produk lokal. Tapi kalau boleh saran, pemerintah tidak bisa menutup begitu saja usaha kami, tanpa ada solusi kepada kami. Mungkin bisa kasih seminar terkait usaha lain dan sebagainya," ungkapnya.

"Kalau kami tiba-tiba ditutup tentu akan kontra dan bentrok. Karena mata pencaharian kami kan hanya dari usaha ini," pungkasnya.

 Artikel ini ditulis Novrika Sona Rohana peserta program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di RIAU ONLINE