RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pro dan kontra terkait pungutan parkir yang dipayungi Perwako Pekanbaru Nomor 138 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Perparkiran masih berlangsung, sejak diterapkan pada awal September 2022 lalu. Perwako ini juga digugat karena dinilai terlalu 'memeras' warga untuk membayar biaya parkir setiap kali harus memarkirkan kendaraannya, bahkan di toko-toko dan rumah makan kecil.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua III DPRD Kota Pekanbaru, Nofrizal mengatakan, aturan yang berlaku mengenai pungutan parkir harus dinilai secara objektif. Apakah berbanding lurus dengan capaian target atau justru sebaliknya.
"Terkait parkir di Kota Pekanbaru, coba kita lihat dulu berapa potensi yang terserap, apakah tercapai target atau tidak. Perparkiran itu, setiap tahunnya kan ada dievaluasi," ujarnya, Rabu, 13 September 2023.
Menurutnya, jika target parkir tercapai, maka itu berarti ada peningkatan seiring dengan penerapan Perwako yang dimaksud. Namun jika tidak, maka kekurangan-kekurangan dalam penerapan parkir itu harus diantisipasi.
"Kalau tidak tercapai, dilihat mana yang kurang dalam penerapannya dari semua pihak, lalu diperbaiki," pungkasnya.
Sebelumnya, Pengamat Ekonomi dari Universitas Riau, Dahlan Tampubolon memprediksi hingga akhir tahun 2023, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari jasa layanan parkir tepi jalan umum di Pekanbaru bakal melebihi target.
Hal ini lantaran, adanya perubahan tarif parkir kendaraan roda dua yang naik 100 persen dan tarif parkir kendaraan roda empat naik 50 persen.
Dengan jumlah kendaraan mencapai 1.144.300, maka potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Pekanbaru juga seharusnya cukup besar.
Namun hingga akhir Agustus 2023, PAD parkir terkumpul Rp 9 miliar atau mencapai 56,25 persen dari target yang ditetapkan yakni Rp 16 miliar.
"Kalau kita merujuk target PAD parkir tahun lalu sebesar 8,7 miliar dengan realisasi mencapai 9,7 miliar atau mencapai 111,5 persen, maka tahun ini capaian PAD parkir diperkirakan mendekati target. Apalagi dengan perubahan tarif parkir kendaraan roda dua naik 100 persen dan tarif parkir kendaraan roda empat naik 50 persen," katanya.
Ia menyebut, apalagi adanya perluasan titik parkir, bukan hanya jalan umum bahkan hingga ke warung nasi, halaman kedai bahkan ke jalan-jalan kecil.
Padahal dalam Perwako Pekanbaru 138/2020 ada ketentuan kawasan yang menjadi area dikenakan retribusi parkir. Ada pula yang dikelola oleh pemilik lahan dengan pihak ketiga yang dikenakan pajak parkir.
"Sangat ekspansif. Dari sisi pengutipan retribusi, sekarang tidak jelas batas area wajib dikenakan retribusi parkir dan area bebas parkir. Perluasan aera yang dikenakan retribusi parkir mendorong indeks harga konsumen, terutama belanja sektor transportasi. Seperti kita pahami bersama, hampir tidak ada ruang publik yang tidak ditarik retribusi parkir, baik itu juru parkir resmi atau liar. Hampir semua stand ATM ditongkrongi juru parkir, SPBU, bank, swalayan dan lainnya. Betul betul ekspansif, tidak terkontrol," jelasnya.
Padahal, menurutnya pemerintah daerah tengah berusaha menahan laju inflasi. Dengan kenaikan tarif yang sangat besar dan perluasan area parkir yang sangat ekspansif, sebenarnya target yang ditetapkan itu masih terlalu rendah.
"Namun karena tahun 2023 ini awal implementasi, masih memungkinkan untuk dinaikkan pada tahun tahun berikutnya. Pemerintah Kota Pekanbaru mesti lebih detil dalam melakukan perencanaan dan penetapan besaran target. Karena tolok ukur tidak hanya dari jumlah kendaraan yang ada di kota tapi juga titik atau area parkir yang ditetapkan sebagai kawasan kena retribusi," pungkasnya.