Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau bersama Forkopimda memperingati HUT ke-78 Kemerdekaan RI di halaman Kantor Gubernur Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Kamis, 17 Agustus 2023.
(SOFIAH/RIAU ONLINE)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sebanyak 16 mantan narapidana terorisme ikut menyaksikan pengibaran bendera pada peringatan HUT ke-78 RI di halaman Kantor Gubernur Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, Kamis, 17 Agustus 2023.
Belasan mantan narapidana terorisme ini merupakan binaan Densus 88 Anti Teror Polri yang bersih dari dari paham radikalisme. Mereka adalah AS, RN, OS, S, TW, S, TJ, WN, RB, yang berdomisili di luar Kota Pekanbaru dan R, DR, RA, DM, MPA, RR, dan RH yang berdomisili di Kota Pekanbaru.
Satu dari mantan napi terorisme AS mengaku lebih cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan ingin dekat dengan masyarakat serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.
"Tahun ini lebih menmbangkitkan jiwa kebangsaan. Jika NKRI di dalam darah, banyak pelajaran yang diambil, seperti lebih dekat dengan gubernur dan membuat kita kembali ke jati diri kemerdekaan," kata pria berjenggot asal Dumai.
Ia yang hadir mengenakan kopiah ini mengaku telah kembali menjadi merah putih dan bertanggung jawab atas kesalahan dahulu, serta siap untuk memberikan saran dalam memerangi radikalisme.
"Sempat diminta menjadi narasumber di beberapa kegiatan acara dan menjadi pembimbing di Lapas. Selain itu juga sempat diminta memberikan sosialisasi terkait dampak paham radikalisme di Provinsi Riau," katanya.
Ia pun mengingatkan siapa saja yang pernah terpapar radikalisme untuk lebih membuka diri dan kembali sadar serta mendewasakan diri agar memandang negara sesuai jiwa NKRI.
AS mengungkap penyebab dirinya terpapar radikalisme dan sempat menjadi musuh bagi negara. Ia menyebut saat itu dirinya belum dewasa terhadap ilmu dan wawasan yang membuatnya mudah membenarkan secara sepihak dan tidak menerima pendapat lain hingga terdoktrin radikalisme.
"Saya sempat bergabung selama tiga tahunan," ucapnya.
AS menyebut dirinya terpapar radikalisme sejak 2013. Kemudian, bergabung dengan kelompok radikal pada 2014 dan mulai rutin berkumpul lewat kegiatan keagamaan.
"Awalnya niat saya untuk menjadi lebih baik, lalu ikut berjemaah dan kumpul bersama. Sampai akhirnya saya merasa cocok, yang sama-sama mengamalkan sunnah dan mulai terbiasa untuk gabung bersama jemaah," jelasnya.
Hingga pada 2018, AS diamankan polisi setelah terjadinya penyerangan di Mapolda Riau, Pekanbaru.
Saat itu Ia menjadi salah satu orang yang mendukung segala bentuk radikalisme dan berperan sebagai pelatih para pelaku teror yang menyerang markas kepolisian di ibukota Provinsi Riau tersebut.
"Saya sebenarnya sudah mulai merasakan keraguan di hati dan masih mengatakan tunggu dulu saat itu. Pasalnya saya belum menemukan hasil akhir yang pas di hati," ujarnya meski mengaku tidak ikut dalam penyerangan namun menjadi pelatih empat pelaku aksi yang membawa samurai saat itu.
Sementara itu, Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Riau Densus 88 Anti Teror Polri, Kombes Teji Dwi Saptono, mengatakan para mantan napi teroris ini sudah dinyatakan kembali Merah Putih setelah dibina Densus 88 Anti Teror Polri. Subdit Bina Masyarakat Direktorat Deradikalisasi BNPT sudah aktif dan rutin secara berkala memberikan sosialisasi terkait dampak paham radikalisme di Provinsi Riau khususnya.
"Selain membantu kita dalam sosialisasi dalam bahaya paham radikalisme kita juga memberi ruang kepada para eks napiter untuk kembali memulai hidup yang baru, seperti memberikan pelatihan dan membantu mencari pekerjaan agar para eks napiter ini bisa kembali ke masyarakat dan hidup seperti warga negara biasa," tutur Tejo.