Serempat Abad Reformasi, LBH Pekanbaru Nilai Polri Belum Berubah Signifikan

LBH-Pekanbaru5.jpg
(Riau online/Sofiah)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Tidak seringnya dibahas isu Polri, membuat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) selalu mengawas pergerakan salah satu penegak hukum di tanah air. YLBHI pun mengemas dalam agenda Pekan Reformasi Polri.

 

Turut serta LBH Pekanbaru pun ikut serta dalam pengawasan terlaksananya reformasi polri dengan mengusung tema "Kelam-Kabut Reformasi Polri Rakyat Dikriminalisasi" dalam dialog "Dua Dekade Reformasi Polri Tertatih Dalam Menjadi Penegakan Hukum yang Presisi."

 

Pengacara Publik LBH Pekanbaru, Wilton Amos Panggabean menyebut jika, saat ini memontum Bhayangkara, maka kami mengkritik ketidakterlaksananya reformasi Polri.

 

"Jika dihitung hampir seperempat abad pasca reformasi atau 25 tahun, polisi belum ada perubahan yang cukup signifikan. Reformasi juga hanya cuap-cuap janji manis, dalam hal ini pemerintahan," katanya dalam dialog pubkik yang digelar Jumat, 8 Juli 2023.

 

Wilton sappan akrabnya menilai bahwa ada tanda tanya di badan hukum itu sendiri. Itu terlihat masih adanya kriminalisasi, kasus korupsi di badan hukum, pemakai dna pengedar narkoba di instansi Polri.

 

"Kasus Teddy Minahasa dan Ferdy Sambo. Internal pengawas kepolisian atau polisinya polisi melakukan penghianatan reformasi Polri, bagaimana dengan masyarakat? Kemudian memang peringatan Bhayangkara selalu memakan uang rakyat, bukan memakai lagi," tegasnya.

 



Hingga saat ini menurutnya belum terlaksana dengan baik reformasi Polri itu tadi. Katanya, di acara GBK dengan meriah melakukan event besar memakan banyak uang seperti APBN. Presiden menilai Polri memiliki kewenangan yang besar.

 

"Polri dulunya dibawah Mendagri, sekarang dibawah Presiden. Menjadi pertanyaan apakah lebih baik setelah presiden atau mendagri?" ungkapnya.

 

Jika dibawah mendagri, sambung Wilton, orang beramsumsi banyak kepentingan karena menteri banyak dari parpol. Jika dibawah presiden, tak dapat dipungkiri presiden adalah produk politik.

 

"Sejak tahun 2020 kelam kabut reformasi Polri rakyat dikriminalisasi, jika menilik ke belakang sebagai obat. Namun, obatnya belum pas. Rakyat masih menelan kepahitan," ujarnya.

 

Sejak 2020, YLBHI menangani 15 kasus kriminalisasi yang menunjukan adanya pelanggaran HAM seperti aktivis, masyarakat buta hukum dan miskin yang akhir-akhir ini marak disorot. Tidak bisa menutup mata kasus-kasus juga berhubungan dengan usaha. 

 

LBH Pekanbaru menangani kriminalisasi petani dengan korban 12 laki-laki serta kriminalisasi pendamping pelapor perkara kekerasan seksual.

 

 

 

Pemeriksaan dilakukan secara litigasi. Kriminalisasi sumber daya alam (SDA) atau lingkungan menurutnya saat ini sudah marak terjadi.

 

"Isu lingkungan masih menjadi PR, apalagi adanya UU Cipta Kerja Minerba," tegasnya.