Mahasiswa FISIP Unri, RMS (tengah) beserta tim kuasa hukum LBH Pekanbaru usai memenuhi panggilan Polres Pekanbaru, Selasa, 7 Februari 2023/Riau Online/Bagus Pribadi
(Riau Online/Bagus Pribadi)
RIAU ONLINE, PEKANBARU-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru mendampingi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Riau (Unri) berinisial RMS dalam pemeriksaan di Polresta Pekanbaru pada Selasa, 7 Februari 2023 silam.
Pengabdi Bantuan Hukum LBH Pekanbaru, Wilton Amos, menyampaikan RMS dipanggil menyikapi aduan Dosen non aktif Fisip Unri, SH dengan pelaporan melakukan pencemaran nama baik.
Ia menuturkan, laporan itu merujuk Pasal 310 KUHP, 335 KUHP dan Pasal 27 Ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas 8 tentang Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Wilton melanjutkan, SH melayangkan laporan mengenai kejadian pada saat 11 Agustus 2022 silam dalam acara Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) di Unri.
"Saat itu RMS dan kawan-kawan mahasiswa menuntut janji Mendikbud RI untuk mengusut tuntas dan memberikan sanksi terhadap pelaku kekerasan seksual dalam lingkup kampus," katanya, Rabu, 8 Februari 2023.
“Panggilan pertama diterima oleh RMS pada 1 Februari 2023, Panggilan yang seharusnya pemeriksaannya dilakukan di Jumat, 3 Februari 2023, namun harus ditunda karena perbedaan identitas di Surat Pemanggilan hingga dapat dilakukan pada Selasa, 7 Februari 2023. Pemeriksaan berlangsung dari 13.30 WIB hingga pukul 18.30 WIB,” tambahnya.
Menurut Wilton, pengaduan pencemaran nama baik dan penyebaran hoaks itu tidak jelas karena peristiwa yang dilaporkan merupakan pernyataan pendapat desakan terhadap pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud untuk memastikan kampus menjadi ruang aman bagi semua orang.
“Pasal 335 KUHP merupakan pasal yang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena berdasarkan putusan MK Nomor 1/PUU-XI/2013 telah menyatakan pasal 335 pada frasa 'sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan' tidak berlaku dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga pasal yang disangkakan pada RMS terlalu mengada-ada,” tegas Wilton.
Sementara RMS menegaskan, dalam aksi 11 Agustus 2022 silam yang menjadi objek laporan tersebut yakni rangkaian PKKMB di kampus, dan hal yang biasa bagi mahasiswa dan organisasi BEM FISIP melakukan aksi demonstrasi.
"Apalagikasus kekerasan seksual di FISIP Unri tak kunjung diselesaikan oleh Mendikbud yang notabenenya berjanji di hadapan kami untuk melakukan sanksi dan juga tindakan tegas bagi kasus-kasus di FISIP Unri," terangnya.
Dalam Undang-Undang Dasar Pasal 28 E ayat (3) "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”, kemudian pada pasal 1 ayat 1 UU Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum menyatakan “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Hal ini juga diperkuat dalam UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 23 ayat 2 “Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.”
Oleh karenanya, Kepala Operasional LBH Pekanbaru, Noval Setiawan, mengatakan pengaduan SH merupakan bentuk pengingkaran dan ancaman besar terhadap kebebasan berpendapat di kampus yang telah diatur dalam konstitusi dan kepolisian.
"Harus secara jeli apalagi pasal yang dikenakan yaitu UU ITE, pendapat tidak bisa dikategorikan sebagai penghinaan sebagaimana diatur dalam SKB tentang pedoman implementasi terhadap pasal tertentu dalam UU ITE," jelas Noval.
“Aturan negara ini jelas memberikan payung hukum kepada setiap warga negara yang menyampaikan pendapat dan bersuara di depan umum. Apa yang disampaikan teman-teman mahasiswa ini adalah bentuk ekspresi menyatakan pendapat sekaligus bentuk kritik dan kontrol mahasiswa untuk melawan kekerasan seksual yang terjadi di kampus," tutupnya.