LAPORAN: SOFIAH
RIAU ONLINE, PEKANBARU-Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau meminta Pemerintah Kabupaten dan Kota di Riau segera menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
BPDB Riau menyebut jika sudah ada dua kabupaten dan kota menetapkan siaga darurat Karhutla, maka Pemprov Riau akan menetapkan status serupa.
Aktivis Lingkungan Scale Up, Dr Rawa El Amady, mengatakan kepala daerah perlu memahami kontek bencana yakni kebakaran.
Jadi, katanya, kebakaran di Riau bukan peristiwa yang levelnya hanya teknis. Akan tetapi, menurutnya, level kebijakan yang lebih besar.
"Harusnya yang lebih berperan penting itu provinsi dan pusat," tegasnya, Minggu, 5 Februari 2023.
Memang, kata Rawa, Karhutla bisa saja terjadi di satu kabupaten. Namun, tutur Rawa, penyebabnya lintas kabupaten dan lintas nasional.
"Memproduksi kebakaran itu bukan masyarakat, tapi perusahaan. Perusahaan-perusahaan bergerak di industri kehutanan dan perkebunan sawit," ulasnya.
Perusahaan katanya, kerap mengelak tidak melakukan pembakaran pada area tersebut.
Logika berpikirnya, kata Rawa, memang perusahaan tidak melakukan pembakaran saat ini namun akibat galian parit yang besar dan dalam atau kanal menyebabkan wilayah masyarakat mengalami kekeringan.
"Orang atau masyarakat Riau itu di pinggir sungai. Kalau sungainya kering dari darat turun ke sungai. Kalau sungai kering darat juga kering. Masalah sekarang, sungai kering tapi kanal yang dibuat oleh perusahaan tidak kering. Tanah masyarakat sudah kering, itu akan terbakar," urainya.
Menurutnya, pemerintah harus memahami secara teknis namun harus lihat permasalahannya. Jika melihat permasalahan yakni kebijakan pemerintah pusat, daerah, kabupaten dan kota.
Ketika air itu dialirkan hanya ke kanal perusahaan, Rawa menyebut, kebakaran akan terjadi.
"Persoalan kebakaran jangan hanya diserahkan ke kabupaten dong. Kabupaten hanya bagian terlibat saja. Tapi, di tangan provinsi dan pemerintah pusat," tegasnya.
Masih, kata Rawa, itu merupakan permasalahan kebijakan karena pemerintah yang memberi izin perusahaan dan memberi kesempatan perusahaan untuk membangun kanal yang dalam dan lebar.
"Masalahnya adalah landscape. Jika kita lihat proses kebakaran, pemkab tidak memiliki anggaran memadai. Solusinya yang paling sederhana adalah hujan buatan yang bisa menstimulasi landscape," paparnya.
Ditanya perihal apakah pemerintah pusat memberi anggaran untuk karhutla? Rawa menjawab, mau tidak mau pemerintah pusat harus memberi.
"Ya pemerintah pusat mau tidak mau memberi karena ini bagian dari tanggungjawab pemerintah pusat," ujarnya.
Lanjut Rawa, tidak bisa dikatakan pemerintah pusat lepas tangan karena tidak akan mampu kabupaten dan provinsi. Ini semua tanggungjawab pusat.
"Jadi pemerintah provinsi tidak bisa memerintahkan kabupaten menetapkan siaga darurat karhutla tanpa dukungan kebijakan dan upaya bersama. Karena permasalahan kebakaran hutan itu bukan masalah sepele namun masalah kebijakan dan tanggungjawab kabupaten, provinsi, dan pusat. Jadi, perlu penanganan serius sebagai upaya penyelesaian yang lebih tepat," sebutnya.
Teknis penyelesaian karhutla lagi-lagi, sebut Rawa adalah hujan buatan. Menurutnya, hujan buatan bisa menstimulir persoalan landscape air yang tadinya harusnya mengalir ke sungai untuk masyarakat.
Sebab, sekarang tidak bisa lagi karena mengalir ke sungai ke kanal perusahaan.
"Kanal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyebab kebakaran. Jadi, perusahaan tidak bisa mengatakan kepada publik, mereka tidak melakukan pembakaran namun merekalah penyebab kebakaran itu karena kedalaman dan keluasan kanal sehingga air yang ada di desa mengalir ke sungai dan kanal, sehingga desa kering dan mudah terbakar," tutupnya