PHR Biayai Pejabat Disnakertrans, Fitra Riau: Patut Dicurigai Gratifikasi

PT-Pertamina-Hulu-Rokan16.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, angkat bicara terkait isu pegawai Disnakertrans Riau yang menghadiri acara PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Bandung dengan biaya ditanggung oleh PHR sendiri. Saat ini Disnakertrans tengah menginvestigas kasus meninggalnya enam pekerja sub kontraktor PHR.

 

Deputi Koordinator Fitra Riau, Tarmizi, menyampaikan sebaiknya Disnakertrans Riau mampu menjaga integritas lembaga publik agar tidak ada intervensi apapun, termasuk pembiayaan yang difasilitasi PHR dalam acara Focus Group Discussion (FGD) di Bandung Agustus 2022 lalu.

 

"Perlu dicurigai sebagai hadiah atau gratifikasi kasus yang sedang berjalan. Penting untuk diketahui oleh lembaga publik seperti Disnakertrans, dalam prinsip penegakan hukum ini antara para pihak tidak boleh ada pertemuan di luar penanganan kasus, karena akan berpotensi mempengaruhi atau mengabaikan kasus yang telah terjadi," katanya saat dihubungi RIAUONLINE.CO.ID, Kamis, 12 Januari 2023.

 

Kendati begitu, Tarmizi menjelaskan, pada prinsipnya penyelenggaraan pemerintahan dapat dibiayai dari sumber lainnya termasuk sumbangan dari pihak ketiga/swasta.

 

"Terkait pembiayaan kegiatan OPD di luar daerah, perlu dilihat dulu kegiatan tersebut sebenarnya kegiatan Pemda atau PHR itu sendiri. Jika kegitan itu merupakan kegiatan PHR maka boleh mengundang OPD terkait termasuk memfasilitasi kedatangannya," terangnya.

 

Sebaliknya, ia menerangkan, jika kegiatan tersebut adalah kegiatan Pemda maka seharusnya sudah ada pembiayaan untuk perjalanan dinas dan lainnya.

 

"Lalu jika PHR-nya berinisiatif untuk membiayai OPD terkait maka OPD itu perlu mempertanyakan tujuan sumbangannya," tegas Tarmizi.

 

Senada, Koordinator Fitra Riau, Triono, menuturkan jika dalam rangka diundang menjadi narasumber pada kegiatan dan relevan dengan tugas dan fungsinya, maka tidak masalah.

 

"Karena sejauh ini tidak ada larangan, pegawai menerima honor dari misalnya menjadi narasumber, expert, dan lainnya dari pihak luar," terangnya.

 



Bagi Triono, yang tidak boleh itu misalnya kepergiannya dianggarkan dari APBD tapi masih menerima pengganti transportasi dari pihak luar karena itu double claim. 

 

"Pertanyaannya apakah karena menghadiri kegiatan tersebut lalu mempengaruhi proses dan hasil yang dilakukan Disnakertrans dalam penanganan perkara yang menyangkut PHR?" tutupnya.

 

Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau, Imron Rosyadi, mengklarifikasi terkait adanya isu gratifikasi yang diterima bawahannya terkait keberangkatan ke Bandung dalam acara Forum Group Discussion (FGD) sebagai Narasumber difasilitasi oleh PT Pertamina Hulu Rokam (PHR).

 

Ia menjelaskan, tak ada hubungannya pekera PHR yang meninggal enam orang dengan keberangkatan tiga pegawainya ke Bandung. Menurutnya, saat acara FGD di Bandung itu baru dua pekerja yang meninggal dunia pada 27 dan 29 Juli 2022.

 

"Dua pekerja itu sudah ada penetapannya, sudah dibayar haknya atas kecelakaan kerja. Jadi belum enam orang, kenapa dihubung-hubungkan ke situ," terangnya kepada RIAUONLINE.CO.ID, Rabu, 11 Januari 2023 lalu.

 

Terkait undangannya, menurutnya PHR merasa harus ada perbaikan, makanya mengirim surat ke Disnakertrans Riau. Dalam surat resmi itu, jelasnya, segala biaya ditanggung menggunakan uang BUMN, di mana PHR sendiri.

 

"Memang saya yang perintahkan berangkat, tapi jelas, segala biaya ditanggung PHR dan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan. Standar biayanya sudah ada dan diperbolehkan, tidak double anggaran. Jadi bukan gratifikasi," jelas Imron.

 

Karena dua pekerja meninggal dunia sebelumnya tak dianggap kecelakaan kerja oleh PHR, Imron mengatakan, disebabkan karena serangan jantung. Tapi pihaknya menetapkan itu kecelakaan kerja. 

 

"Jadi karyawannya mendapatkan santunan kecelakaan kerja. Tapi kemudian kejadian lagi di November beruntun tiga kali. Makanya kami tanya PHR mengapa rekomendasi kami tak dijalankan oleh PHR," jelasnya.

 

Ia menceritakan, selanjutnya Disnakertrans Riau melakukan pemeriksaan dengan terlebih dahulu mengaktifkan Pelaksana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK3).

 

"Awalnya PPK3 kami aktifkan karena itu ada di setiap perusahaan dan mereka yang melakukan program pencegahan kecelakaan kerja. Dan di Bandung itu tujuannya upgrading kapasitas PPK3 karena mereka bertanggung jawab, ada ahli K3 umum yang ditunjuk oleh Kemenaker. Karena pengawas yang hari-hari di perusahaan, jadi mereka yang jadi tangan kami," terang Imron.

 

Dilanjutkannya, PPK3 itulah yang mendeteksi dan melakukan program pencegahan di lapangan, sehingga perlu peningkatan kapasitas.

 

"Kemudian kami minta evaluasi rekomendasi, ada dalam aturan PHR umur 56 tahun pensiun, memang belum berlaku untuk di vendor. Tapi harusnya berlaku karena resiko tinggi kerja di lapangan," tegasnya.

 

 

 

Terkait rekomendasinya, Disnakertrans meminta PHR melakukan medical check-up tiap enam bulan dan saat ini, katanya, sedang dijalankan. 

 

"Kemudian PHR juga bersedia melakukan medical check-up bagi pekerja mulai usia 35 tahun. Terus yang umur 56 ke atas jumlahnya ada 1500an orang, ini kalau dipensiunkan semua bisa ribut. Makanya dicek, kalau sehat silahkan kerja dan kalau tak sehat diberhentikan mengingat resiko tinggi di lapangan," tutupnya.