RIAU ONLINE, PEKANBARU-Kepala Perwakilan Ombudsman RI Riau, Bambang Pratama, menerima laporan masyarakat terkait hiburan malam Joker Poker atau saat ini bernama Jerome Polossium (JP) Pub & KTV yang berada di sekitaran pondok pesantren dan tempat ibadah.
Berbagai simpul masyarakat membuat aduan ke Ombudsman RI Riau, Selasa 20 Desember 2022. Mereka melaporkan Pj Wali Kota Pekanbaru, Muflihun dan juga Camat Binawidya terkait dugaan maladministrasi.
"Tentu yang dilaporkan di sini Pj wali kota dan Camat Bina Widya, maka akan diproses jika diduga tidak sesuai dengan prosedur yang ada," ujar Bambang.
Ia menuturkan, laporan masyarakat hanya tinggal melengkapi laporan kronologis, kemudian identitas korban langsung. Pihaknya segera meminta klarifikasi terhadap pihak terkait.
"Kita akan mempercepat lah laporan ini karena keresahan masyarakat banyak. Intinya adalah terkait masalah perizinan salah satu tempat hiburan malam yang tidak sesuai prosedur yang ada," paparnya.
Laporan tersebut, katanya, akan ditindaklanjuti oleh bidang pemeriksa laporan Ombudsman.
Bambang mengatakan, bakal segera membentuk tim unit pemeriksaan laporan.
"Kemudian tentang dokumen-dokumen yang dikeluarkan pejabat terkait, sesuai atau tidak dengan aturan yang ada. Misalnya tadi camat katanya memberikan rekomendasi tetapi dianggap bermasalah. Kita akan lihat ada malnya atau tidak. Kalau memang ada konsekuensinya izinnya dicabut," terang Bambang.
"Kita akan lakukan klarifikasi, secepatnya. Minggu ini, setelah semua laporan dilengkapi. Jika memungkinkan hari Jumat. Paling lama Senin depan atau Selasa siang," katanya menambahkan.
Tokoh masyarakat yang mendampingi masyarakat setempat, Azlaini Agus, menjelaskan ada dua landasan aduan tersebut, yakni Pj wali kota dan Camat Bina Widya.
"Pj wali kota mengatakan tak punya kewenangan mencabut izin. Padahal kalau berdasarkan Perda itu jelas melanggar. Di Perda diatur itu jaraknya dari rumah ibadah, dan JP itu dekat sekali dengan masjid dan pondok pesantren," katanya, Selasa, 20 Desember 2022.
Pihaknya juga mengadukan Camat Bina Widya yang mengeluarkan SKU, yang mana itu sebenarnya tak jadi persyaratan izin.
"Camat itu mengeluarkan SKU. Padahal sebelumnya camat dan tokoh masyarakat sepakat menolak, tapi kemudian ada SKU dari camat. Artinya SKU dikeluarkan melanggar prosedur tanpa persetujuan masyarakat," papar Azlaini.