RIAU ONLINE, SIAK - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Siak kembali menetapkan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan modal dalam penjualan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit melalui pihak ketiga tahun 2011-2012 di PT Siak Prima Nusalima (SPN), Rabu, 14 Desember 2022.
Terbaru, Kejari Siak menetapkan ES selaku Kepala Bagian (Kabag) Keuangan PT SPN tahun 2009-2012 dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Sebelumnya, pada Jumat, 9 Desember pekan lalu, jaksa juga sudah menahan pihak ketiga yakni Direktur CV Somad Group (SG) berinisial S dalam kasus ini..
"Sebagai Kabag Keuangan PT SPN kala itu, tersangka melampaui kewenangannya, karena ada mufakat jahat antara dirinya dengan tersangka S dalam investasi TBS kelapa sawit ini," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Siak, Dharmabella Tymbas kepada awak media, Selasa, 13 Desember 2022, malam.
Kasi Pidsus Kejari Siak, Heydy Hazamal Huda, mengatakan bahwa tersangka ES selama ini tidak pernah melaporkan hasil kerja sama dengan CV SG kepada jajaran direksi PT SPN.
Bahkan, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT SPN, tersangka yang berdomisili di Bogor Jawa Barat ini diduga sering kali memanipulasi data kerja sama dengan Somad Group.
"Seharusnya, tersangka ES melaporkan perkembangan kerja sama kepada jajaran direksi. Ini tidak, kalau pun dilaporin, datanya dimanipulasi," jelasnya.
Menurut Heydy, kasus ini agak rumit. Pasalnya, dari hasil pemeriksaan sementara terhadap jajaran PT SPN, terungkap bahwa hasil penjualan TBS yang semestinya disetorkan oleh S selaku Direktur CV SG kepada PT SPN secara utuh, malah dicicil.
"Nah, begini cerita singkatnya. PT SPN awalnya bermitra/kerjasama dengan koperasi yang mengelola kebun kelapa sawit Program Siak Satu. Namun, PT SPN mempercayakan CV Somad Group sebagai pihak ketiga yang menjualkan TBS sawit itu ke pabrik," ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Heydy tidak ada kesepakatan secara tertulis antara PT SPN dengan Direktur CV SG. Kesepakatan hanya sebatas komitmen dalam penjualan TBS.
"Nah, saat penyetoran duit, Direktur CV Somad tidak pernah menyetorkan secara utuh ke PT SPN. Misalnya, hasil penjualan Rp 500 juta, Direktur CV Somad hanya setor Rp 300 juta. Lama-kelamaan menumpuk lah cicilan Direktur CV Somad. Namun hal ini hanya diketahui oleh Kabag Keuangan berinisial ES tadi. Jajaran direksi tidak tahu. Sebab, tidak ada laporan. Kalau pun ada laporan, datanya dimanipulasi oleh tersangka ES. Sementara modal awal untuk biaya operasional, dirogoh dari dana PT SPN," jelasnya.
Heydy menyebut dana yang digunakan untuk biaya operasional itu merupakan uang penyertaan modal sebesar Rp 20 miliar yang bersumber dari tiga pemilik saham di PT SPN.
Ketiga pemilik saham itu perusahaan daerah Sarana Pembangunan Siak (SPS) dengan kepemilikan 75 persen dengan nominal saham Rp 15 miliar, PTPN V 15 persen dengan nominal saham Rp 3 miliar, dan PT Prima Kelola Agribisnis Agroindustri, anak usaha Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan persentase kepemilikan 10 persen dengan nominal Rp 2 miliar.
"Dari 2008-2020, PT SPN ini tidak pernah memberikan deviden ke daerah. Bahkan, di 2020 lalu, uang penyertaan modal itu tersisa di kas perusahaan tinggal Rp 2 juta lagi. Boleh dibilang, perusahaan daerah ini sudah kolaps," ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan, ungkap Heydy, S dan ES disinyalir melakukan mufakat tidak baik dalam kasus ini.
"Nah, dari hasil audit BPKP pada 15 November 2022, akibat perbuatan keduanya, PT SPN menelan kerugian Rp 1,9 miliar," ujarnya.
Heydy memastikan kasus ini akan terus dikembangkan. Hingga kini, total sudah 36 saksi dan 4 orang ahli yang dimintai keterangan.
Sementara, tersangka ES disangkakan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.