Bupati Adil dan Syamsuar Diisukan Berseteru, Pengamat: Percikan dari Percikan Sebelumnya

Syamsuar507.jpg
(TIKA AYU/RIAUONLINE)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Hubungan Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, dengan Gubernur Riau, Syamsuar, kian memanas. Kali ini, Adil dikabarkan menolak kedatangan Syamsuar ke Kabupaten Kepulauan Meranti.

Menanggapi kabar perseteruan itu, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Riau, Rawa El Amady, mengatakan sikap Adil tersebut lantaran dirinya mempunyai otoritas atas daerah kekuasaannya.

"Pertama, ini hanya satu percikan dari percikan-percikan sebelumnya. Yang perlu dicatat bahwa sejak dikeluarkannya UU Otonomi Daerah Tingkat II, hubungan struktural pemerintah tingkat II dengan provinsi itu bersifat administratif. Jadi hubungannya bukan bersifat kekuasaan struktural," kata Rawa, Kamis, 13 Oktober 2022.

Oleh karena itu, dalam konteks UU tersebut, Rawa menilai Adil, beranggapan fungsi gubernur hanya sebatas administratif, sementara pembangunan sepenuhnya menjadi hak otonomi pemerintah kabupaten. Sebab itu, menurutnya, bukan hanya sekali perintah gubernur diabaikan oleh Bupati Adil. 

"Karena apa? Karena dia tidak bertanggung jawab secara struktural ke pemerintah provinsi. Fungsi provinsi hanya koordinasi dalam konteks UU itu. Fungsinya hanya antar-kabupaten. Jadi kalau Adil menolak kehadiran gubernur, itu konsekuensi UU otonomi daerah tingkat dua karena fungsi gubernur tidak masuk wilayah kabupaten/kota," kata Rawa.



Tak hanya itu, Rawa menilai kebijakan pembangunan Pemprov Riau tidak menyentuh secara langsung terhadap kabupaten/kota. Hal itu dikatakannya karena secara struktural kabupaten tidak terikat dengan Pemprov Riau.

"Jadi kabupaten dan provinsi itu lebih bersifat koordinasi antar-kabupaten," ujar dia. 

Kendati begitu, dia menyebut ketidakharmonisan hubungan kedua kepala daerah tersebut akan berpengaruh terhadap koordinasi Pemprov dengan Kabupaten Kepulauan Meranti. 

"Pengaruhnya paling koordinasi kabupaten yang melalui provinsi. Kedua, pembangunan di kabupaten yang jadi wewenang provinsi seperti jalan akan terdampak. Kalau provinsi dilawan maka jalan di situ tidak jadi prioritas. Makanya saya lebih sarankan gubernur diubah jadi bukan pejabat politik tapi pejabat administratif," tandas Rawa.