RIAU ONLINE, PEKANBARU - Anggota Komisi I DPRD Pekanbaru, Ida Yulita Susanti, mengklarifikasi terkait keributan saat hearing Komisi II DPRD Pekanbaru dengan pengelola Pasar Bawah, PT Dalena Pratama Indah (DPI), pada Rabu, 14 September 2022 lalu.
Ida mengaku dirinya sudah sesuai dengan Tatib DPRD Pekanbaru No 1 Tahun 2019, dimana tugas dan fungsi anggota DPRD menerima, menindaklanjuti setiap pengaduan dan aspirasi masyarakat.
"Jadi dalam keributan yang terjadi di kantor DPRD Pekanbaru dalam RDP kemarin, Ketua Komisi ll dan Pengacara PT DPI mengahalang-halangi saya dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai anggota DPRD dan sebagai Ketua Asosiasi Pedagang Pasar seluruh Indonesia," jelasnya saat dihubungi RIAUONLINE.CO.ID, Kamis, 15 September 2022.
Ia menjelaskan bahwa Pengacara PT DPI tidak terima dengan keberadaannya di dalam ruang rapat. Padahal, katanya, kehadirannya dalam rapat itu menjalankan tugas sebagai anggota DPRD.
"Itukan sesuai dengan Tatib mendampingi dan menindaklanjuti laporan dari pedagang untuk disampaikan ke Komisi ll," ujar Ida.
Ida menuturkan kehadirannya karena pedagang pasar bawah melaporkan adanya akta jual beli antara pedagang dan PT DPI, terdapat hak pedagang yang dihilangkan oleh pihak Perusahaan PT DPI.
"Itu dilakukan secara sepihak yang mana dalam akta jual beli kios pedagang membeli sampai ke tahun 2023, dibuktikan dgn Kartu Tanda Bukti Kepemilikan Hak Kios (KTBKHK). Tapi pihak perusahaan memotong sampai 2022 dengan mengeluarkan sertififikat baru ke 2022," tuturnya.
Politikus Golkar itu juga menuturkan adanya dugaan penipuan yang dilakukan PT DPI terhadap pedagang, di mana sebelum proses tender terjadi, kerjasama pihak Pemko dan PT AAS sudah menjual kios kepada pedagang. Kemudian meminta uang DP kios dan mengancam pedagang kalau tidak mau bayar DP maka pedagang tidak diberikan kios dan dijual kepada orang lain.
"Yang DP itu bervariasi jumlahnya, sementara faktanya proses tender dilaksanakan bulan April dan diumumkan pemenang bulan Juni. Tapi di Maret PT AAS sudah menjual kios kepada pedagang yang mana pada saat itu status kios tersebut masih milik pedagang dan aset pemerintah kota," katanya.
Lebih lanjut, Ida mengatakan masa kontrak PT DPI dengan Pemko Pekanbaru sudah berakhir pada 16 Mei 2022, tapi PT DPI masih meminta sejumlah uang untuk pembayaran sewa counter senilai Rp 2 juta per counter.
"Sementara berdasarkan surat Disperindag bahwa terhitung juni semua biaya sewa digratiskan dan pedagang hanya dikenakan biaya servis charge. Dan uang sewa tersebut masuk kepada rekening pribadi oknum PT DPI, maka ini merupakan bentuk pungli yang dilakukan oknum tersebut," ungkap Ida.
Sedang bagi pedagang yang tidak mau membayar sewa, katanya, listrik counter pedagang akan dimatikan oleh PT DPI. Ida melanjutkan, belum lagi ada pengalihan fungsi yang tidak sesuai perjanjian.
"Seperti musala diubah dijadikan kios, kemudian lahan parkir seharusnya disetorkan 35 persen pendapatan keoada Pemko tapi PT DPI mengubah menjadi kios. Dan pendapatan tersebut masuk ke kantong PT DPI bukan kepada PAD Pekanbaru," ujarnya.
"Tanggal 16 Mei masa kontrak PT DPI sudah habis dengan Pemko tapi sampai saat ini proses serah terima aset belum dilakukan, namun tender sudah dilakukan Pemko Pekanbaru. Dalam persyaratan tender, mewajibkan bahwa perusahaan yang bisa memenangkan tender mengacu ke Permendagri 19 tahun 2017 adalah perusahaan yang punya pengalaman. Tapi faktanya PT AAS baru berdiri di tanggal 11 Desember 2021, dan dalam saat proses tender PT AAS masih berumur 3 bulan," imbuh Ida.
Sebab itu, kata Ida, pihaknya memfasilitasi dan menindaklanjuti ke komisi terkait sesuai Tatib DPRD Pekanbaru. Namun, lanjutnya, pengacara PT DPI dan ketua Komisi II tidak menerima penjelasan dan kehadiran pihaknya.
"Lalu pengacara PT DPI melakukan perbuatan kasar dan berkata kotor yang merusak citra lembaga DPRD. Pengacara tersebut tidak termasuk dalam undangan rapat melainkan hanya mendampingi kliennya. Seharusnya tugas dia hanya menghubungi dan mendampingi klien bukan menentukan keputusan dan menghalangi proses," tutup Ida.